Saturday, April 30, 2011

Kado Itu Menggetarkan Hatiku

Dua minggu lalu aku baru saja menikah dengan laki-laki pilihanku, laki-laki yang selama dua tahun terakhir ini selalu membimbingku dalam segala hal. Membuatku seakan menapak kembali di bumi, setelah sebelumnya kehidupanku seperti berada pada dunia maya yang penuh dengan ketidak pastian dan kebimbangan. Penuh dengan harapan-harapan semu yang membingungkan, bahkan mungkin berada pada titik terendah dalam petualangan kehidupanku.

Saat aku mulai memasuki bangku kuliah, kebiasaan gonta-ganti pacar masih saja aku jalani. Dari sekian banyak teman lelaki yang dekat denganku, ada satu orang yang begitu memperhatikan aku, sebut saja namanya Rio (bukan nama sebenarnya). Di mataku Rio bukan saja teman, tapi lebih dari itu, ia sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri. Dari Rio pula aku mendapatkan banyak nasehat atau wejangan tentang berbagai hal.

Dikala aku susah, sedih dan membutuhkan teman curhat, Riolah orang pertama yang berada di dekatku. Tak jarang aku mengajak Rio untuk menemani aku saat aku sedang dalam tahap pendekatan dengan cowok baru. Ia juga kerap mengantarkan aku pulang ke rumah saat cowokku tak bisa mengantarkan aku. Dan karena hal itu pula Rio jadi begitu dekat dengan keluargaku. Di hari libur, Rio juga kerap datang ke rumah untuk sekedar bersilahturahmi dengan keluargaku.

Sejauh itu, aku tak pernah tau apa yang menyebabkan Rio begitu memperhatikan aku, begitu setia menemani aku saat aku sedang dalam kesusahan, dan begitu empati ketika aku meminta pendapatnya tentang lelaki yang mendekati aku, atau lelaki yang tengah aku incar. Terus terang, aku memang pernah memiliki perasaan khusus terhadap Rio, aku juga mengagumi Rio sebagai orang yang memilki sifat ksatria, dan jujur, tapi itu sudah memudar karena Rio sepertinya hanya menganggapku sebagai teman biasa. Selain itu ia juga sudah memiliki kekasih.

Demikianlah, hampir lima tahun lamanya kami menjalin persahabatan. Banyak suka, duka dan kenangan yang kelak akan menjadi coretan indah dalam hidupku. Dari sekian banyak kenangan ada satu kenangan yang tak bisa aku lupakan bersama Rio, yaitu saat Rio dengan setia menunggui aku yang tengah berselisih dengan pacarku, padahal saat itu kami berada di tengah hujan lebat yang mengguyur, tapi Rio rela berbasah-basah demi menjagai aku.

Setelah kami lulus, kami sibuk dengan hidup kami masing-masing. Rio tak pernah lagi bersilahturahmi ke rumah. Hanya sesekali saja ia menghubungiku lewat telepon, itupun hanya sekedar berbasa-basi. Terakhir kali kami berkomunikasi saat aku hendak melangsungkan pernikahan, ia sepertinya memang agak terkejut dengan rencanaku itu. Namun begitu ia berjanji akan datang dipesta pernikahanku.

Rio memang menepati janjinya, Ia datang dengan menggunakan pakaian batik berwarna biru cerah, ia terlihat sangat tampan dengan pakaian itu. Ia juga kulihat membawa sebuah kado kecil. Yang membuatku sedikit agak heran, ia datang sendirian tanpa di temani Mimi (nama samaran), kekasihnya sejak masih kuliah dulu, “Hai…, selamat ya,” hanya itu yang terucap dari bibirnya sambil memberikan kado, tak kulihat pancaran ceria dalam sorot matanya

Entah mengapa, Rio menolak ketika kami memintanya untuk foto bersama. Ia langsung menghilang di tengah kerumunan tamu. Tapi aku memang tak terlalu memperhatikannya, aku memang sedang larut dalam kebahagaiaan pernikahan ini. Sampai akhirnya pesta selesai, aku tak lagi mendapati Rio, ia sudah pergi entah dengan perasaan yang seperti apa, yang jelas tadi kulihat kemurungan di matanya, “Ada apa dengan Rio?”

Keesokan harinya aku baru sempat membuka kado pemberian Rio, karena malam tadi aku disibukan dengan malam pertamaku yang sangat menggairahkan. Aku sengaja membuka kado itu saat suamiku tak berada di kamar, karena kupikir ini hal spesial yang diberikan Rio kepadaku dan dugaanku memang tak meleset, tapi sangat jauh dari perkiraanku semula. Dalam kotak berwarna coklat itu aku mendapati dua buah anak kunci dan dua lembar kertas yang terlipat dengan rapi, kertas pertama merupakan sebuah sertifikat kepemilikan rumah, kertas kedua adalah sebuah surat singkat yang membuat hatiku bergetar dan sangat tak percaya

Dear Nur……

Aku cuma berusaha mewujudkan apa yang menjadi impianmu sejak kita masih kuliah dulu, tadinya kupikir kita akan bisa menempatinya bersama-sama untuk membangun sebuah keluarga bahagia, tapi kenyataan berkehendak lain. Tetapi aku tak ingin mengingkari janjiku sendiri untuk memberikan rumah mungil ini kepadamu. Terimalah apa yang sudah lama menjadi impian kamu, memiliki rumah sendiri dan membangun keluarga yang bahagia…………. walaupun kebahagiaan itu bukan bersama aku………

Nikmatilah hari-hari indah bersama suamimu, layani ia dengan baik, berbahagialah seperti saat kita menikmati persahabatan kita, berbahagialah seperti aku yang saat ini tengah berbahagia karena melihat kamu yang tengah berbahagia…….

Rio

SUMBER: perempuan.com

Kisah Seekor Anak Anjing

Sebuah toko hewan peliharaan (pet shop) memasang papan iklan yang menarik bagi anak-anak: "Dijual anak anjing." Segera saja seorang anak lelaki datang, masuk ke dalam toko dan bertanya, "Berapa harga anak anjing yang Anda jual itu?"

Pemilik toko menjawab, "Harganya berkisar antara 30 - 50 dolar."

Anak lelaki itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa keping uang, "Wah. Aku hanya mempunyai 23,5 dolar. Hmmm, bisakah aku melihat-lihat anak anjing yang dijual?"

Pemilik toko itu tersenyum. Ia lalu bersiul memanggil anjing-anjingnya. Tak lama, dari ruangan dalam toko, muncullah lima ekor anak anjing. Mereka berlari-larian sepanjang lorong toko. Tetapi, ada satu anak anjing tertinggal paling belakang.

Si anak lelaki itu menunjuk pada anak anjing yang paling belakang dan tampak cacat itu. Tanyanya, "Kenapa dengan anak anjing itu?" Pemilik toko menjelaskan bahwa ketika dilahirkan anak anjing itu mempunyai kelainan di pinggulnya, dan akan menderita cacat seumur hidupnya.

Anak lelaki itu tampak gembira dan berkata, "Aku beli anak anjing yang cacat itu."

Pemilik toko itu segera menjawab, "Jangan, jangan beli anak anjing yang cacat itu! Tapi jika kamu ingin memilikinya, aku akan berikan anak anjing itu padamu."

Anak lelaki itu jadi kecewa. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata,"Aku tak mau Bapak memberikan anak anjing itu secara cuma-cuma padaku. Meski cacat, anak anjing itu tetap mempunyai harga yang sama sebagaimana anak anjing yang lain. Aku akan bayar penuh harga anak anjing itu. Saat ini aku hanya mempunyai 23,5 dolar. Tetapi setiap hari akan akan mengangsur 0,5 dolar sampai lunas."

Tetapi penjual itu tetap menolak. Katanya, "Nak, kamu jangan membeli anak anjing ini. Dia tidak bisa lari dengan cepat. Dia juga tidak bisa melompat dan bermain sebagaimana anak anjing lainnya."

Anak lelaki itu terdiam. Lalu ia melepas menarik ujung celana panjangnya. Dari balik celana itu, tampaklah sepasang kaki yang cacat. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "Pak, aku pun tidak bisa berlari dengan cepat. Aku pun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main sebagaimana anak lelaki lain. Oleh karena itu aku tahu, bahwa anak anjing itu memerlukan seseorang yang mau mengerti penderitaannya. "

Kini pemilik toko itu menggigit bibirnya. Air mata haru menetes dar sudut matanya. Ia tersenyum dan berkata,"Aku akan berdoa setiap hari agar anak-anak anjing ini mempunyai majikan sebaik kamu, Nak."

Kerabat Imelda....Nilai kemuliaan hidup tidak terletak pada status ataupun kelebihan yang kita miliki, melainkan pada apa yang kita lakukan berdasarkan pada hati nurani yang bisa mengerti dan menerima kekurangan.

Keindahan fisik bukanlah jaminan keindahan batin. Setuju kan?

SUMBER: Tim AndrieWongso.com

Dahsyatnya Doa Ibu Monyet

Kisah ini dimulai dari hutan rimba, dari sebuah rumah kayu sederhana yang berpenghuni tiga ekor monyet. Mereka terdiri dari ibu monyet, abang monyet dan adik monyet.

Si abang dipanggil “Bang Nyet Nyet”, si adik dipanggil “Dek Nyit Nyit, dan ibu mereka dikenal sebagai “Bu Harum”, karena tubuhnya yang harum, selalu bersih, tidak pernah kotor serta bercahaya, sebab air wudu sangat digemarinya untuk membasuh tubuh.

Bu Harum terkenal juga sebagi ibu yang suka berdoa, bahkan seringkali doanya menyentuh sampai ke lubuk hati semua penduduk yang berwujud monyet.

Alkisah Desa Pisang yang berpenduduk 200 ekor monyet menjadi tenang berkat hidupnya surau di desa itu, karena ramainya jamaah yang salat lima waktu. Sang adik Nyit Nyit selalu menjadi imam.

Surau Al Ikhlas dibangun oleh ayah Nyet Nyet, suami Ibu Harum. Tapi ayah Nyet Nyet meninggal dunia ketika si adik lahir dan baru berumur tiga hari.

Setelah ayah meninggal dunia, abang Nyet Nyet mulai berperilaku aneh, selalu senang makan pisang curian. Baginya semakin banyak pisang yang dicuri semakin kuat dan sehat dia, dan semakin banyak pedagang pisang yang takut padanya. Bila ketahuan mencuri dan pedagang marah, maka si abang Nyet Nyet akan marah lebih galak lagi.

Tingkahnya sungguh memalukan dan semakin hari kehidupannya semakin membawanya kepada jurang kemaksiatan. Abang Nyet Nyet berjudi, minum minuman keras, mengganggu monyet betina , dan semua kemaksiatan yang dilarang agama kerap dilakukan dengan intensitas luar biasa. Kekerasan dan kekasarannya sungguh semakin menjadi-jadi, dan membuat risau serta kurus kering Ibu Harum yang salehah.

Tak putus doa diucapkan dan dipanjatkan Ibu Harum, terus menerus, siang dan malam tak henti-hentinya doa digumamkan, sehingga Ibu Harum menjadi terlihat tidak memiliki aktivitas lain, kecuali mendoakan anaknya yang sulung, yang akhir-akhir ini bahkan ia dengar selalu pergi ke tempat tempat hiburan malam.

Berbeda dengan adiknya yang selalu mentaati perintah Allah Swt. Ia duduk tenang berzikir setiap pagi, sibuk membersihkan surau dan selalu santun dan ramah kepada siapa saja, selalu menolong orang lain dengan ikhlas, dan tidak pernah menyusahkan ibunya.

Doa yang tak putus dan keikhlasan yang sangat dalam, dari seorang ibu yang dengan sepenuh hati mendoakan anaknya, membuat sang ibu dikasihi malaikat dan malaikat beramai-ramai memohon kepada Allah Swt. agar mengabulkan doa sang ibu.

Ketika suatu hari langit dibuka, maka doa sang ibu menjadi mustajab dan terkabul segera, membuat kejadian luar biasa terjadi pada keluarga monyet ini.

Pada hari istimewa itu sang abang tiba tiba merasa ingin sekali salat ketika mendengar azan. Tiba tiba langit mendung dan rasa nyaman bersemilir didalam hatinya. Si abang merasa begitu rindu untuk masuk ke dalam surau , menunaikan salat dan berdoa kepada Allah Swt. dan secara tiba tiba pula,hatinya menjadi benci kepada hiburan malam, rasa bosan hinggap dan ketika kawan-kawan mengajak si abang untuk bermaksiat, si abang menolak keras. Nampaknya doa Ibu Harum telah terkabul. Alhamdulillah.

Tapi perhatian dan doa-doa sang ibu pada si abang, membuat si adik merasa ibu tidak pernah memperhatikan dirinya. Ibu menghabiskan waktu untuk beribadah dan mendoakan si abang, lalu tersenyum pasrah. Di mata si adik, Ibu tidak pernah mengucapkan doa dan kata-kata hikmah untuknya. Hal itu membuat si adik merasa hampa dan sunyi.

Perlahan tapi pasti, adik menjadi bosan dan risau, hatinya pedih dan ia sering berlinang airmata. Ketika sedang gundah gulana itulah, setan datang dan membisikkan dirinya untuk pergi maksiat saja. Buat apa ke surau, toh, tidak membahagiakan ibu dan ibu tidak bertambah sayang padanya. Maka segeralah adik mencoba masuk ke tempat hiburan malam dan mulai meninggalkan ibadah dan suraunya yang indah.

Situasi menjadi terbalik. Abang yang selalu didoakan ibu, menjadi saleh dan rajin ibadah, sedangkan adik yang tadinya taat beribadah sehingga hampir tak pernah didoakan ibu malah menjadi bermaksiat.

Maka, bila ibu hanya mendoakan satu anak saja yang dianggap bermasalah, maka adik yang tidak bermasalah tapi tidak atau jarang didoakan, menjadi bermaksiat. Ibu Harum … mengapa engkau lupa mendoakan adik yang sudah tekun ibadah agar tetap tekun dan istiqomah, mengapa engkau lupa bersikap adil pada anakmu dan yakin bahwa anakmu yang sudah taat beribadah tidak akan tergoda oleh setan yang terkutuk.

Ibu yang bijaksana bersikap adillah kepada anak-anak kita, dan berdoalah terus untuk semuanya, agar yang bermasalah menjadi hilang masalahnya, dan yang sudah baik menjadi tetap baik dan istiqomah, karena bila tetap mendoakan anak yang sudah baik bisa jadi si anak akan menjadi bertambah baik.

SUMBER: jisc.eramuslim.com

Pemancing yang Sabar

Dikisahkan, ada orang tua yang sering mengunjungi sebuah sungai kecil untuk memancing. Setiap ada waktu luang, ia selalu menghabiskan waktunya untuk hobi yang satu ini. Sampai suatu hari, ada seorang pemuda yang juga memancing di sungai itu dan kebetulan duduk di sampingnya. Akhirnya mereka berdua pun memancing dan menunggu.

Orang tua tersebut melempar kail ke tengah sungai dan mengencangkan tali pancingan dan setelah itu menunggu dengan sabar sampai ada ikan yang memakan umpannya.
Lain halnya dengan pemuda yang duduk di sampingnya.

Ketika ia melempar kail ke tengah sungai, ia terus menarik, memutar dan menggulung tali pancingannya. Setelah menggulung habis, ia melempar lagi kailnya dan terus menerus melakukan hal yang sama berulang kali.

Ketika orang tua tersebut sudah mendapatkan ikan yang lumayan banyak, pemuda itu masih belum mendapatkan satu ikan pun. Akhirnya ia frustrasi. Orang tua yang melihat pemuda tersebut berkata, "Anak muda, tahukah kamu apa kesalahanmu sehingga kamu tidak mendapatkan satu ikan pun?"

Pemuda tersebut menggeleng-gelengkan kepala dan menjawab, "Tidak tahu, Pak"

Dengan tersenyum, orang tua itu menjawab, "Anak muda, inti dari memancing adalah kesabaran. Untuk mendapatkan seekor ikan, kamu harus bersabar untuk menunggu sampai ikan tersebut memakan umpanmu. Yang kamu lakukan adalah melempar kail, menarik, dan menggulung kail, begitu seterusnya."

Ia meneruskan, "Yang perlu kamu lakukan adalah melempar kail, mengencangkan tali pancingan dan menunggu dengan sabar. Setelah talinya bergerak dan bergoyang, itulah saatnya kamu harus menarik pancingannya dengan cepat begitu ada kesempatan. Jika ikannya berhasil memakan umpanmu, kamu tinggal menarik dan menggulung talinya."

Setelah berhenti sejenak, ia berkata lagi, "Jika kamu tidak sabar, maka kamu akan sulit sekali mendapatkan ikan. Memancing berarti melatih kesabaran sampai mendapatkan apa yang kamu inginkan."

Pemuda tersebut sadar dan berterima kasih kepada orang tua tersebut karena telah mendapatkan pelajaran yang amat berharga.

Kerabat Imelda..banyak sekali orang yang tidak berhasil mewujudkan mimpi mereka hanya karena mereka TIDAK SABAR. Mereka ingin sukses dalam waktu yang singkat dan cepat. Mereka tidak sabar jika harus melewati proses yang sangat panjang dan berliku untuk meraih apa yang mereka inginkan.

Seperti yang kita ketahui, bahwa untuk meraih sukses dibutuhkan perjuangan yang besar dan kadang-kadang membuat diri kita melambaikan kain putih pertanda menyerah. Kemauan kita seolah-olah diuji sampai batas yang kadang-kadang tidak bisa kita tahan.

Tapi, sesulit apa pun perjuangan dan perjalanan menuju sukses, tetap ada orang yang berhasil mencapai garis akhir tidak peduli seberapa besarnya rintangan yang menghalangi.

Mereka berhasil meraih kesuksesan besar karena SABAR. Mereka sabar dalam menghadapi tantangan, rintangan, masalah dan kegagalan. Mereka tidak pernah menyerah karena mereka memiliki kesabaran yang luar biasa.

Ketika mereka menemui kegagalan, mereka tidak berhenti. Mereka percaya suatu hari nanti mereka pasti akan meraih sukses yang mereka inginkan. Sikap inilah yang membuat mereka dengan sabar terus berjuang dan menunggu sampai akhirnya mencapai tujuan akhir.

Di sisi lain, orang gagal selalu tidak sabar. Ketika mereka mendapatkan hasil yang mengecewakan, mereka tidak sabar. Akibatnya mereka berhenti dan menghakimi diri sendiri bahwa kesuksesan bukanlah takdir mereka.

Ingat, orang sukses selalu sabar dalam usaha meraih sukses. Mereka sabar dalam menghadapi cobaan dan mereka tetap sabar menunggu sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.

SUMBER: Suhardi - andriewongso.com

4 Istri Dan Jiwamu

Seorang saudagar kaya memiliki empat orang istri. Dia sangat mencintai istrinya yang ke-4 dan karena itu memujanya dengan banyak harta serta perlakuan istimewa. Semua yang diberikan pada istrinya ini adalah yang terbaik dan perhatiannya yang utama adalah pada dia saja.

Saudagar ini juga mencintai istrinya yang ke-3, dia sangat bangga padanya dan selalu memamerkan sang istri pada teman-teman dan koleganya. Bahkan, saudagar ini sebenarnya sangat takut istrinya ini bakal lari dengan orang lain sehingga dia selalu memantau dan waspada ketika ada gelagat orang lain mendekati istrinya. Tidak segan cara kotor pun dilakukannya pada orang lain yang mencurigakan.

Istri yang ke-2 juga tidak kalah disayangi si Saudagar. Dia adalah wanita yang baik hati, selalu sabar dan bijak sehingga menjadi wanita kepercayaan Saudagar tersebut. Ketika sedang dalam permasalahan apa pun dia selalu datang pada istrinya ini dan dia selalu bisa membantu Saudagar tersebut keluar dari masalah dengan tegar.

Berikutnya adalah istri pertama. Sebagai istri yang pertama kali dinikahi Saudagar tersebut, wanita inilah yang memberikan banyak kontribusi dalam membangun kekayaan dan bisnis Saudagar tersebut. Di samping itu, urusan rumah tangga tidak pernah dilalaikannya. Namun seperti halnya dalam banyak cerita lain, sang Saudagar tidak mencintai istri ini dan tidak pernah memperhatikannya meskipun dia begitu mencintai dan setia pada Saudagar itu.

Akhirnya, sampailah pada hari di mana Saudagar tersebut sakit keras dan merasa akan meninggal. Dia mulai berpikir, setelah meninggal nanti dia akan sendirian saja. Betapa menyedihkannya! Maka dia memanggil keempat istrinya dan meminta mereka untuk ikut meninggal bersama dia.

Istri ke-4 langsung menolak dengan kasar dan langsung pergi begitu saja.
Istri ke-3 pun menjawab, "Hidup sangat menyenangkan di sini, aku akan menikah dengan orang lain jika kau meninggal!"
Sementara istri ke-2 yang terkenal bijak itu menjawab, "Maaf, aku tidak bisa membantumu kali ini. Aku hanya bisa mendoakan dan sering-sering mengunjungi makam saat kau telah berpulang nanti.
Mendengar itu semua, istri pertamanya langsung mengajukan diri dan berkata, "aku akan pergi bersamamu. Aku akan pergi ke mana pun kamu pergi."

Saudagar itu berpaling melihat istri pertamanya yang nampak kurus kering tak terawat, dan berbisik dengan berat, "seharusnya aku memperhatikanmu dengan lebih baik saat aku masih bisa".

Kerabat Imelda...nilai dari cerita ini bukanlah pengorbanan seseorang yang telah disia-siakan, namun keempat istri ini adalah cerminan dari cara hidup Anda. Istri ke-4 adalah tubuh Anda, yang membuat Anda bingung setengah mati ketika jerawat tidak hilang-hilang dari wajah, atau pun ketika luka besar membekas di tangan, dan Anda menghabiskan berpuluh-puluh juta hanya untuk merawat tubuh. Ketika Anda meninggal, tubuh Anda akan tetap di bumi dan kembali menjadi tanah.

Istri ke-3 adalah status sosial, kekayaan dan pengakuan dunia terhadap Anda. Ketika hidup Anda begitu takut orang lain akan merebutnya dan membuat Anda menjadi orang yang tidak punya apa-apa dan diremehkan oleh orang lain. Namun ketika Anda meninggal, semua hal itu akan beralih pada orang-orang yang masih eksis di dunia.

Istri ke-2 adalah teman-teman dan keluarga. Tidak peduli sedekat apa pun Anda dengan mereka, ketika Anda meninggal yang bisa mereka lakukan hanyalah mengirim doa dan mengenang Anda. Lalu siapakah istri pertama ini?

Istri pertama adalah jiwa Anda. Jiwalah yang membuat Anda bisa melakukan segala hal, namun Anda sering tidak memperhatikannya karena terlalu sibuk dengan merawat tubuh, mengejar prestise dan sibuk bersosialisasi dengan teman dan keluarga. Rawatlah jiwa Anda dengan asupan rohani, relaksasi dan jangan biarkan diri Anda terperangkap dalam kepenatan dan rasa putus asa. Ingat, jiwa Anda juga butuh dirawat karena hanya jiwalah yang akan menemani ke mana pun Anda pergi. Bahkan ketika Anda berpulang ke surga.

SUMBER: Kapanlagi.com

Kemarau Vs Hujan

SELAMAT PAGI !!!
Bersamaan dengan salam tersebut, saat itu cuaca di kotaku sangat cerah.
Tetapi, meskipun cerah ada ganjalan di hatiku, dan ada pertanyaan : Kenapa tidak turun hujan aja sih? Berikut dengan serentetan keluhan, yang kenapa kok sepertinya mengacu kepada pemenuhan diriku saja ?
Bajuku pasti akan memiliki bau yang tidak sedap, begitupun mukaku akan kusam karena udara yang sumuk ini.Bagaimana nanti aku mau bertemu dengan handai taulan? Malulah aku… Sekejap muncul ide dan upaya untuk berusaha menjauhkan badan dan bajuku dari bau tidak sedap. Pakai parfum, pakai mobil agar tidak keringatan, minta pendapat orang lain mengenai penampilan & "konfirmasi" bau tidak sedap di tubuhku, dll, yang semuanya pokoknya mengacu kepada saya… saya….dan saya…..
Belum lagi karena udara cerah ini, pastilah akan sering dahaga tenggorokanku.
Persiapan membawa air putih agar jika di jalan nanti saya ngelak, begitu kata Orang Jawa bilang, kiranya boleh juga ya, tapi kok air putih ?
Hhmm… rasanya kok belum afdol ya kalau tidak yang dingin2 plus soda karbonasi ? Pastilah lebih sedap ketimbang hanya sebotol air putih, yang sudah sangat mudah ditemui dan rasanya biasa - biasa saja. Saya mau yang beda dan lebih menyegarkan.
Kan kalau yang berkarbornasi bisa nambah gaul juga ?
Kira - kira seperti itulah bekalku ketika kakiku akan meninggalkan rumahku…
Setelah di jalan, hhmm.. karena udara yang sangat panas ini, yang biasa AC kendaraan ini dingin, sekonyong - konyong menjadi tidak berasa dinginnya.
Masih dingin, tetapi kualitasnya jauh berkurang. Aku bergumam, " kenapa pula ini ? Gara - gara udara pastinya, sekarang ACku menjadi seperti ini". Sungguh tidak bersahabat cuaca hari ini !!
Mengeluh sepanjang hari.
Dan karena itulah, maka :
Lupa untuk menyapa tetangga depan, kiri dan kanan yang padahal selalu menyapu halamannya setiap pagi, yang juga sebenarnya menunggu teguran dan sapaan.
Lupa akan begitu indahnya senyuman sang istri dan buah hati yang disertai lambaian tangan dan seruan "Hati - Hati ya di jalan… "
Lupa juga kalau hidangan sedap yang telah aku santap di meja makan adalah hasil karya racikan bumbu - bumbu istriku.
Yaaa, lupa untuk menikmati segala KEINDAHAN di pagi hari itu.
Seiring berjalannya waktu…
Musim hujanpun tiba.
Gemuruh petir disertai kilat menyambar - nyambar.
Sang mentari kian tersipu malu terhalang awan hitam cumulonimbus.
Nyanyian burung pagi, terhalau oleh derasnya hujan yang jatuh di seng rumahku.
Pakaian yang siap untuk disetrika semakin hari semakin sedikit antriannya, tetapi justru menumpuk di jemuranku.
Menyertai ini semua, udara dinginpun menyelimuti tubuhku.
Menggigil sehabis mandi pagi, itulah yang aku rasakan.
Teh hangat manis semenjak musim yang baru datang ini, semakin cocok kiranya dihidangkan setiap pagi.
Semua ini menyusul kekuatiran akan bagaimana nanti di jalan ? apalagi 2 - 3 hari hujan tidak kunjung selesai.
Pastilah macet dimana - mana, stress melanda banyak orang, belum lagi kecemasan kalau - kalau kendaraan trouble di tengah jalan.
Sambil di jalan, otomatis teringat akan jemuranku yang pun belum kering juga.
Serba salah… ya serba salah…..
Mengeluh… ya mengeluh…..
Cerah salah… Hujanpun salah…
Lalu ?????
Apakah memang ini yang telah bersenyawa di banyak orang, terlebih sang penghuni metropolitan?
Sungguhlah berbahagia wahai mereka yang mampu bersyukur di tengah cuaca cerah maupun hujan ?
Yang mampu menikmati betapa indahnya segala yang ada yang telah disajikan olehNya
Sinar matahari yang menusuk,sangatlah baik bagi pertumbuhan tulang, apalagi si bayi yang sedang butuh - butuhnya asupan Vitamin D.
Udara panas yang senantiasa mengeringkan jemuran setiap hari, sehingga bisa ganti baju setiap hari bahkan 2 - 3 kali sehari.
Terik matahari yang terserap oleh klorofil - klorofil untuk wahai para tanaman untuk dapat bertumbuh dan beregenerasi.
Cuaca yang cerah yang mengantarkan wahai anak - anak untuk dapat bermain layangan sembari berteriak dan cemberut karena perkara menang dan kalah dalam beradu.
Dan…beragam aktivitas lain yang tentunya SUNGGUH MENYENANGKAN.
Memang sudah aturan alam, jika :
Ada panas, ada dingin.
Ada tinggi, ada pendek.
Ada baik, ada jahat
Ada hitam, ada putih
Ada terang, ada gelap.
Dst...
Maka begitulah hujanpun mengguyur setelah terik Sang Mentari beranjangsana setiap pagi, siang, sore di bulan - bulan musim kemarau.
Dingin menyambut, kabutpun hadir di sela - sela rintik - rintik hujan pagi hari.
Sang Jago agak malu meneriakkan yel - yel "kokopetok"nya, tetapi tetaplah ia konsisten membangunkan setiap orang untuk mau bangun pagi.
Di kala tidur malam, AC tidak perlu dinyalakan karena sejuknya udara.
Bahkan di kala banjirpun,
Setiap orang yang sebelumnya saling tidak tegur sapa dan begitu kental "sayaisme"nya, saat inilah setiap orang saling peduli, saling Bantu, gotong royong, bertoleransi, berperasaan sejajar dengan yang lain, dst…
Di setiap waktu dan tempat adalah suatu KEINDAHAN
Jika mampu BERSYUKUR atas segala yang telah diberikanNya
Dan senantiasa berpikir POSITIF atas apa yang terjadi, baik yang dalam kendali ataupun di luar kendali.
Kemarau ataupun Hujan ???
Semua SAMA.
Tidak ada yang lebih baik ataupun lebih buruk.
Semua adalah semata - mata berdasar atas sikap dan cara pandang kita sebagai INSAN
Masih MAU BERUBAH dan BERSYUKURKAH kita ?

SUMBER: Antonius Budi - www.andriewongso.com

Makin Tua Makin Cantik Dan Bijaksana

Apa yang paling ditakutkan oleh wanita sepanjang hidupnya? Menjadi tua. Itu adalah hal alami (dan pasti terjadi) tetapi paling tidak ingin diterima oleh wanita. Tidak heran, para wanita sering kali mendapat asupan dari kecil mengenai wanita cantik di dongeng-dongeng, termasuk rahasia menjaga kecantikan dan hidup abadi pada cerita-cerita rakyat. Saat mereka telah dewasa, banyak sekali tekanan dari berbagai bidang mengenai kemudaan dan kecantikan. Sehingga banyak produk anti penuaan yang laris manis di pasaran.

Kulit yang dipenuhi keriput, mulai botak, rambut memutih, payudara kendur, termasuk menurunnya kemampuan fisik yang energik sering menjadi ketakutan terbesar para wanita saat menjadi tua. Sehingga mereka berlomba-lomba untuk tetap cantik dengan kulit yang kencang, payudara yang berisi dan perut yang tetap langsing. Termasuk mengonsumsi berbagai makanan yang sehat dan dapat membuat awet muda dari dalam. Apakah Anda termasuk salah satunya?

Sesungguhnya, menjadi tua adalah hal yang alami dan sangat wajar terjadi. Itulah alur hidup yang harus dijalani oleh setiap orang. Toh tidak selamanya menjadi tua adalah sesuatu yang menyeramkan, baik bagi pria dan wanita. Tidak sedikit para wanita yang justru semakin cantik saat tua, bahkan dengan keriput pada wajahnya. Jadi kenapa Anda harus takut dengan masa tua? Yang harus Anda lakukan adalah menyambutnya bila waktu itu tiba, serta mempersiapkannya mulai sekarang. Yeeaahhh...Makin Tua Makin Cantik Dan Bijaksana.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan The PLOS, sebuah pusat penelitian yang sudah banyak mengeluarkan jurnal psikologis, menjadi tua ada baiknya dan tidak perlu Anda takuti. Ada beberapa hal positif yang akan Anda dapatkan pada saat menjadi tua, sesuatu yang belum tentu Anda dapatkan di kala masih muda:

1. Para psikologis dalam penelitian tersebut menemukan bahwa wanita yang lebih tua cenderung terbebas dari perselingkuhan dibandingkan wanita muda. Selebihnya, mereka lebih bisa menerima kesalahan orang lain dan menerima kegagalan lebih bijaksana.

2. Ahli bidang psikologis meneliti bahwa wanita pada usia matang jauh lebih percaya diri dan lebih menerima kehidupannya dibandingkan pada usia muda mereka.

3. Dan tentu saja, mereka jauh lebih bijaksana dibandingkan para wanita muda. Dengan banyaknya pengalaman hidup dan telah melewati rintangan/masa sulit, mereka telah menjadi sosok yang banyak makan asam garam kehidupan.

Jadi Kerabat Imelda, tidak ada yang perlu Anda takuti. Sekalipun Anda akan dihiasi berbagai kerutan, itu adalah tanda alami bahwa Anda lebih cantik, bijaksana, dan memancarkan aura yang memang berbeda dengan gadis muda. Terimalah bagian ini sebagai salah satu tanda kehidupan yang harus Anda terima dengan banyak syukur.

SUMBER: Kapanlagi.com

Surat Kartini

Apa yang akan ditulis Kartini kepada sahabatnya Stella Zeehandelaar jika beliau lahir pada abad ini, mungkin bukan surat yang diantar dengan kapal laut dan memakan waktu berbulan bulan, tapi mungkin sudah berupa email.

Seperti inilah kurang lebih dalam imajinasi saya :

Bagiku Stella,.. masalah yang dihadapi oleh bangsaku kini adalah tingginya biaya pendidikan. Bayangkan kalau dulu bangsamu perlahan membuka sekolah sekolah untuk para pribumi, ....kini para pembesar negeriku menutup kesempatan itu. Mereka merampas kesempatan satu satunya yang dimiliki saudaranya yang miskin dan melarat untuk merubah nasib melalui pendidikan. Pemerintahku mencabut subsidi yang sangat diperlukan oleh anak anak miskin untuk melanjutkan pendidikannya.

Kini perguruan tinggi kembali menjadi milik para pembesar dan kaum berpunya. Dengarlah Stella,.... keluhan orang tua tak berpunya yang membanting tulang siang malam demi biaya kuliah anak mereka. Berapa banyak tangan tengadah untuk memanjatkan doa di malam sepi, meminta agar diberikan sedikit rejeki demi sang anak.

Kini STOVIA hanya membuka pintunya sedikit saja untuk yang tidak ber-uang. Oh ya, STOVIA kini sudah berganti menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia jika kau belum tahu, tidak cukup otak pintar untuk menuju ke sana, tapi juga uang yang banyak.

Karena biaya pendidikan yang mahal itu, aku tidak heran jika para dokter menerapkan tariff mahal yang tidak mampu dijangkau oleh sebagian besar rakyat kami. Sementara penyakit penyakit aneh mulai bermunculan. Aku ingin bercerita tentang bayi berkepala besar yang terkatung katung di kampungnya. Orang tuanya tidak mampu membawanya berobat karena ketiadaan biaya. Surat miskin yang dikeluarkan oleh kepala desa tidaklah bermanfaat. Rumah sakit penuh dengan pasien melarat, pemerintah kami hanya mengeluarkan pernyataan tanpa tindakan.

Ingatkah kau akan Tjipto Mangoenkoesoemo? Betapa ia dulu dengan sukarela memberantas wabah pes yang merebak di seantero negeri, tanpa imbalan. Aku berharap akan ada Tjipto Tjipto lain, walaupun dengan rasa pesimis.

Duhai sahabatku,.. kini hatiku pedih oleh rintihan para pedagang, pengrajin dan petani kecil negeriku. Mereka orang orang yang tabah, membangun usahanya tanpa bantuan pemerintahku.

Berusaha mandiri dan tidak bersandar menjadi orang gajian semata. Tahukah kau Stella,.... setelah mereka memeras peluh memproduksi kebutuhan kami, sekonyong pasar diserbu oleh barang barang dari negeri seberang lautan. Pemerintah kami yang membuka pintu lebar lebar. Mereka tidak ingin bersusah payah mengurusi para petani dan pedagang kecil itu.

Bukankah rakyat negeriku sangat rajin Stella? Mereka berjuang beratus tahun, dari perang ke perang, dari tanam paksa, menjadi romusha sampai mengantar nyawa putra putra terbaik kami untuk meraih kemerdekaan.

Apakah kami sudah merdeka? Memang tidak ada lagi cambuk yang menggelegar menghantam tubuh kami. ....Tapi cambuk itu sudah berganti menjadi perjanjian perjanjian dagang bebas tarif antar Negara yang dengan cepat mencekik kami hingga sekarat.

Tapi kami masih tetap tegar tidak berputus asa, jika keadaan disini tidak tertahankan mengembaralah para lelaki dan perempuan kami ke negeri seberang. Apa pun kami lakukan demi mempertahankan daya hidup. Ketahuilah Stella kami bukan bangsa pemalas, saat rakyatmu masih bergelung dalam selimut di pagi buta, kami telah terjaga dan berjuang di jalanan, melawan situasi yang tak bersahabat.

Dulu, dibawah kekuasaan bangsamu ..kami masih mempunyai tanah untuk ditanami, sekarang semua musnah. Kau akan kaget... Sahabat, negeriku yang dulu hijau permai, kini penuh gedung tinggi. Di tanah kamilah gedung gedung itu berdiri, tidak semua untuk gedung, ada tanah kami yang terendam lumpur tanpa tahu apa dan siapa penyebabnya sehingga sebagian dari kami terlunta lunta kehilangan mata pencaharian.

Duh, sahabat, kini tanah kami mulai meranggas, namun masih tetap kaya raya. Kini orang orang asing itu kembali bukan untuk tanaman tapi untuk tambang...... Para pembesar negeri yang mengundang mereka. Mereka mengaduk ngaduk tanah kami untuk emas, tembaga, batu bara, minyak bahkan gas. Kami hanya bisa menonton tanpa menikmati. Kekayaan negeri tidak lagi digunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Pasal pasal kesejahteraan rakyat yang susah payah dirancang oleh para Bapak bangsa kini tinggal arsip usang yang terabaikan.

Stella, aku tidak menyesal tidak jadi bersekolah di Belanda, di sini aku bisa tetap dekat dan melihat kondisi rakyatku. Aku akan berkeliling dari Sabang sampai Merauke mencoba bersama sama membangun industri rumah tangga yang nyaris binasa. Kau masih ingat kerajinan rakyat dari Jepara, tanah kelahiranku? Betapa indah bukan motif motif ukiran itu?

Ukiran itu adalah kekayaan rakyatku sejak ratusan tahun yang lalu, namun seakan belum puas masih ada bangsa asing yang tergiur dengan motif motif itu dan berusaha mengakui itu sebagai miliknya.

Stella, kenapa negeriku yang indah tak permanai ini terus menerus dirundung malang? Apa dosa kami.,,,, Mengapa anugerah yang kami terima selalu ingin dirampas oleh bangsa lain.

Tapi aku yakin, Tuhan tidak tidur. Ia tahu dan Ia menunggu.

Jika kau sempat ke Indonesia, kau akan kuajak menikmati hari hari di negeriku. Bangun pagi buta, memasak, pergi bekerja, berdesak desakan dalam kendaraan umum yang jauh dari nyaman sambil menghirup asap beracun dari saluran pembuangan kendaraan bermotor. ,,,,Sungguh berbeda dengan negerimu yang serba teratur.,,,, Di sini keringat kami biasa terperas tanpa mengeluh.

Datanglah sahabat, aku menunggu.

Rembang, 21 April 2010

SUMBER: Gemala Putri - kolomkita.detik.com

Kalahkan Ketakutan Anda!

Rasa takut dapat menyerang siapa saja, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Ketakutan itu juga bermacam-macam. Anak kecil biasanya akan takut dengan sesuatu yang menyeramkan dan membuat mereka tidak nyaman. Anak sekolah takut nilai mereka akan jelek, takut dengan prestasi yang turun dan lain sebagainya. Para wisudawan takut tidak mendapat pekerjaan. Para pekerja takut gaji tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga dan masih banyak lagi ketakutan yang dihadapi setiap manusia.

Rasa takut adalah hal yang wajar dan alami sebagai bentuk perlindungan diri pada sesuatu. Misalnya saja Anda takut tertabrak kendaraan bermotor, maka Anda akan lebih berhati-hati saat berjalan di trotoar, saat menyeberang dan saat membawa kendaraan. Hanya saja, rasa takut yang berkembang pada pikiran seringkali merusak kepercayaan diri. Hal ini akan berakibat pada menurunnya kemampuan diri dalam mencapai sesuatu.

Rasa takut yang menggerogoti pikiran manusia dalam mencapai sukses sering kali akibat pihak lain. Bisa jadi Anda sudah yakin akan sukses dengan gemilang saat merancang sebuah usaha pencapaian sukses, tetapi keadaan di sekitar Anda tidak mendukung. Misalnya saja Anda melihat banyaknya orang yang gagal padahal sudah berusaha keras, belum lagi kata-kata pesimis dari orang lain yang akhirnya menurunkan nyali dan rasa percaya diri Anda.

Kerabat Imelda...Jangan biarkan hal-hal tersebut menunda kesuksesan Anda, apalagi sampai membatalkan sukses yang seharusnya bisa Anda raih. Atasi rasa takut Anda dalam pencapaian harapan dan cita-cita, niscaya kesuksesan akan dapat Anda raih.

SUMBER:kapanlagi.com

Paku

Pada suatu ketika, hidup seorang anak yang sangat pemarah. Hal-hal sepele bisa menjadikannya naik pitam. Tapi beruntung bagi anak itu, ia memiliki seorang bapak yang sangat bijaksana.
Suatu hari, sang bapak memberikan anak itu sekarung paku. Bapak itu meminta agar anaknya melampiaskan kemarahannya dengan memakukan 1 paku ke tembok belakang rumah. Satu paku untuk setiap satu kali marah.
Hari pertama pun dilalui. Hari ini anak itu marah sebanyak 35 kali, maka sebagai konsekwensinya, anak itu harus memasang 35 paku pula di tembok belakang rumah.
Hari demi hari pun berlalu, dan tampaknya terapi ini mulai berjalan lancar. Setiap hari, jumlah paku yang ditanamkan ke tembok itu makin berkurang, dari 35 menjadi 30, menjadi 23 dan seterusnya. Bahkan setelah menginjak hari ke seratus, anak itu sudah sama sekali tidak menanamkan paku ke tembok. Dengan gembira anak itu mengabarkan kepada bapaknya, bahwa sekarang ia lebih dewasa dan dapat mengendalikan emosinya.
Sang bapak langsung memeluk anak itu, dan mengucapkan selamat kepadanya. “Masih ada satu tahap lagi, nak” kata bapak itu. “Mulai sekarang, cabutlah 1 paku dari tembok setiap saat kamu dapat bersabar dan memaafkan orang yang membuatmu marah..”
Anak itu pun segera menuruti perintah bapaknya. Setiap kali ia dapat bersabar dan memaafkan kesalahan orang, ia mencabut satu paku dari tembok. Hari demi hari pun berlalu, hingga tiba saat dimana ratusan paku di tembok tersebut telah habis dicabut.
Anak itu pun kembali pada bapaknya, dan melaporkan keberhasilannya tersebut. “Kamu telah berhasil nak.. kamu telah menjadi seorang anak yang luar biasa.” Bapak itu melanjutkan, “Tetapi coba amati sekali lagi tembok itu”.
Sambil mengelus lubang-lubang bekas paku di tembok, bapak itu kembali melanjutkan kata-katanya. “Lihatlah tembok ini, sekalipun kamu sudah mencabut seluruh paku yang ada, tetapi tembok tidak dapat kembali utuh lagi seperti sedia kala, banyak sekali lubang menganga dan retakan di tembok ini.” Bapak itu kemudian melanjutkan, “Setiap kamu melukai orang lain.. selamanya kamu tidak akan dapat menghapuskan luka itu.. sekalipun kamu sudah meminta maaf dan mencabut semua kemarahan dari orang-orang sekitarmu.”

SUMBER: dari milis motivasi

Kebiasaan Mencatat

Sebuah pepatah bijak mengatakan, ingatan yang kuat masih kalah dengan tulisan yang buram di atas kertas. Ini mengandung makna, bahwa dari catatan-catatan yang kita buat, ada banyak hal yang bisa kita simpan. Dan, sebagaimana sejarah yang tertulis di dinding-dinding gua, kita pun akhirnya bisa belajar kisah-kisah lama dari catatan sejarah tersebut.

Karena itu, kebiasaan mencatat, meski terkesan sepele, namun punya banyak manfaat. Saat ide datang, kita bisa langsung merekamnya dalam kata-kata yang tercatat. Saat berdiskusi dengan banyak pendapat, kita akan bisa memperoleh manfaat dengan mencatat banyak masukan yang didapat. Sehingga, setiap catatan yang kita buat, akan mampu menjadi bahan yang bisa kita olah sesuai bidang yang kita garap.

Tentu, jangan dilupakan satu hal, segera ubah catatan itu jadi catatan yang "hidup". Yakni, dengan menjadikan setiap hal positif yang ada dalam catatan menjadi tindakan nyata. Sehingga, setiap ide akan jadi aksi yang membawa kebaikan, dan setiap hasil diskusi akan jadi solusi nyata.

SUMBER: Andrie Wongso - andriewongso.com

Bunda tolong mandikan aku sekali saja, please…

Dewi adalah sahabat saya, ia adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ”Why not to be the best?,” begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang ”selevel”; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.

Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, “Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?” Dengan sigap Dewi menjawab, “Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna”. “Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !” begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.

Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. “Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda”. Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya dirumah apa bila ia merasa kesepian.

Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ”memahami” orangtuanya.

Dengan Bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Dewi pada saya , Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya,” Bunda aku ingin mandi sama bunda…please…please bunda”, pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.

Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. “Bunda, mandikan aku !” Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja…?” kian lama suara Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.

Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, “Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency”.

Dewi, ketika diberi tahu soal Bayu, sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi langsung ngebut ke UGD. Tapi sayang… terlambat sudah…Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya.. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.

Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata “Ini Bunda Nak…., Hari ini Bunda mandikan Bayu ya…sayang….! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak..” . Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, “Inikan sudah takdir, ya kan..!” Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?”. Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.

Sementara di sebelah kanannya, Suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.

Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, “Inilah konsekuensi sebuah pilihan!” lanjut Dewi, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa di duga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. “Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak…? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Sepanjang persahabatan kami, rasanya baru kali ini saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.

Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris “Bangunlah Bayu sayaaangku….Bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak…..?!?” pintanya berulang-ulang, “Bunda mau mandikan kamu sayang…. Tolong Beri kesempatan Bunda sekali saja Nak…. Sekali ini saja, Bayu.. anakku…?” Dewi merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Bayu.

Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat manusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini…tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting dari pada hanya sekedar memandikan seorang anak.

Kerabat Imelda...semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua yang sering merasa hebat dan penting dengan segala kesibukannya.

SUMBER: kamarsolusi.com

Berlian

Pada suatu hari seorang wanita tua berjalan menyusuri bukit. Tak sengaja, matanya tertuju pada sebuah batu mengkilat yang berada di sela-sela batu besar. Batu itu kurang lebih sebesar kepalan tangan orang dewasa. Dengan berbagai usaha, diraih dan dipegangnya batu gemerlap itu.
Pada saat itu pula, lewat seorang pria muda yang sedang mencari kayu bakar. Tampak sekali dari pakainnya, bahwa lelaki itu adalah orang miskin. Lelaki itu melihat batu mengkilat yang dipegang oleh nenek tua, dan terperanjatlah dia ketika melihat sebuah berlian sebesar itu.
“Apa itu nek?” Lelaki itu bertanya, “Bolehkah aku memintanya?”
“Baiklah..” Jawab nenek itu seraya memberikan batu itu kepada sang lelaki tanpa beban sama sekali.
Setengah tidak percaya, lelaki itu segera menerima dan membawa pulang berlian besar itu. Sesampainya di rumahnya yang mulai reyot, lelaki itu mulai merancang berbagai strategi untuk memanfaatkan berlian besar tersebut agar dapat membuatnya kaya.. tanpa kehilangan batu itu sama sekali.
Besoknya, si lelaki memutuskan untuk menggadaikan berlian miliknya. Uang hasil gadai berlian itu ternyata cukup besar, dan uang itulah yang ia gunakan sebagai modal usaha. Tahun demi tahun dilalui, dan akhirnya lelaki itu tumbuh berkembang menjadi seorang pengusaha yang kaya-raya. Berlian yang dulu digadai itupun sudah dapat ditebusnya kembali.
Tapi entah kenapa, perlahan namun pasti mulai ada perubahan di diri lelaki itu. Ia mulai congkak, suka pamer, dan mulai melarutkan dirinya dalam kehidupan malam yang sangat menjijikkan. Lambat laun, teman-temannya mulai menjauh. Yang ada sekarang hanyalah orang-orang yang mau memanfaatkan dirinya.
Berbagai persaingan dan minimnya dukungan dari orang-orang terdekatnya, akhirnya membuat usaha lelaki itupun jatuh. Ia sekarang tidak mempunyai apa-apa lagi. Bahkan semua orang sudah meninggalkannya. Tetapi, ternyata tidak semua hartanya habis, ia masih memiliki batu berlian besar pemberian seorang nenek yang ia temui beberapa tahun lalu. Entah mengapa, ia mulai merasa menyesal kenapa ia harus meminta berlian tersebut dari nenek tua itu.
Akhirnya, dengan berbagai upaya, ia berusaha mencari kembali nenek tersebut. Setelah berhari-hari mencari, akhirnya lelaki itu menemukan rumah sang nenek, yaitu sebuah gubug kecil di perbukitan.
Sambil sujud tersungkur di hadapan sang nenek tua, laki-laki itu mengembalikan berliannya.
“Kenapa engkau dulu memberikan batu permata ini kepadaku?” kata lelaki itu sambil menangis, “Seharusnya, engkau memberikan sesuatu yang lebih berharga dari ini… yaitu kekuatan untuk memberi batu ini..”
Sambil tersenyum, nenek itu menjawab, “Aku sedang mengajarkannya padamu..”

SUMBER: milis motivasi

Pakis dan Bambu

Alkisah, tersebutlah seorang pria yang putus asa dan ingin meninggalkan segalanya.
Meninggalkan pekerjaan, hubungan, dan berhenti hidup.
Ia lalu pergi ke hutan untuk bicara yang terakhir kalinya dengan Tuhan Sang Maha Pencipta.
“Tuhan,” katanya. “Apakah Tuhan bisa memberi saya satu alasan yang baik untuk jangan berhenti hidup dan menyerah?”
Jawaban Tuhan sangat mengejutkan.
“Coba lihat ke sekitarmu. Apakah kamu melihat pakis dan bambu?”
Ya,” jawab pria itu.
“Ketika menanam benih pakis dan benih bambu, Aku merawat keduanya secara sangat baik.
Aku memberi keduanya cahaya. Memberikan air. Pakis tumbuh cepat di bumi.
Daunnya yang hijau segar menutupi permukaan tanah hutan.
Sementara itu, benih bambu tidak menghasilkan apapun.
Tapi Aku tidak menyerah.
Pada tahun kedua, pakis tumbuh makin subur dan banyak,
tapi belum ada juga yang muncul dari benih bambu.
Tapi Aku tidak menyerah.
Di tahun ketiga, benih bambu belum juga memunculkan sesuatu.
Tapi Aku tidak menyerah.
Di tahun ke-4, masih juga belum ada apapun dari benih bambu.
Aku tidak menyerah,” kataNya.
“Di tahun kelima, muncul sebuah tunas kecil.
Dibanding dengan pohon pakis, tunas itu tampak kecil dan tidak bermakna.
Tapi 6 bulan kemudian, bambu itu menjulang sampai 100 kaki.
Untuk menumbuhkan akar itu perlu waktu 5 tahun.
Akar ini membuat bambu kuat dan memberi apa yang diperlukan bambu untuk bertahan hidup.
Aku tak akan memberi cobaan yang tak sangup diatasi ciptaan-Ku,” kata Tuhan kepada pria itu.
“Tahukah kamu, anak-Ku, di saat menghadapi semua kesulitan dan perjuangan berat ini,
kamu sebenarnya menumbuhkan akar-akar?”
“Aku tidak meninggalkan bambu itu. Aku juga tak akan meninggalkanmu. ”
“Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain,” kata Tuhan.
“Bambu mempunyai tujuan yang beda dengan pakis. Tapi keduanya membuat hutan menjadi indah.”
“Waktumu akan datang. Kamu akan menanjak dan menjulang tinggi.”
“Saya akan menjulang setinggi apa?” tanya pria itu.
“Setinggi apa pohon bambu bisa menjulang?” tanya Tuhan
“Setinggi yang bisa dicapainya,” jawab pria itu.
“Ya, benar! Agungkan dan muliakan nama-Ku dengan menjadi yang terbaik,
meraih yang tertinggi sesuai kemampuanmu,” kata Tuhan.
Nah, Kerabat Imelda, bagaimana cerita tadi? Semoga bisa menjadi cerita motivasi atau inspirasi bagi Anda, yang mungkin sedang mengalami proses seperti yang “pohon bambu” alami.

SUMBER: Anton Huang - antonhuang.com

Tentang Perpisahan

Suatu hari seorang anak muda bertanya kepada gurunya. “Guruku, ceritakan padaku tentang perpisahan.” Mendengar pertanyaan itu Guruku tersenyum. Setelah duduk, meletakkan tongkatnya dan menghela nafas, dengan bijaksana Guruku mulai bercerita.

“Perpisahan adalah awal bagi yang baru. Seperti rajawali saat meninggalkan anak-anaknya. Seperti ular yang membuang kulit luarnya di musim panas. Pun seperti letupan dalam buih, setiap hentakan perpisahan selalu melahirkan pencerahan yang akan terbekal dalam waktu selanjutnya.

Tidak perlu benci, tidak perlu dendam, tidak perlu pembalasan. Seperti air yang selalu mengalir ke bawah, perpisahan adalah alami. Meninggalkan dan ditinggalkan selalu menjadi bagian hidup anak manusia. Sebab, kelak setiap orang pasti akan meninggalkanmu.. atau justru kamu yang akan meninggalkan mereka.
Tidak ada kebersamaan yang abadi, bumi selalu berputar, pagi selalu hadir sebagai titik pisah antara malam dan siang. Seperti anak panah yang melesat dari busurnya, anak panah itu akan berlari menuju sasaran, dan busur pun kembali siap menjadi pelontar bagi yang lain. Itulah proses, itulah roda, itulah waktu.

Perpisahan pasti berbekas. Setiap keratan dan sayatannya adalah hasil dari pisau-pisau tajam kehidupan yang mengukir lembut setiap jengkal tubuhmu. Terima dan resapi itu, kelak karena perpisahan engkau akan menjumpai bahwa setiap helai hatimu telah menjadi lebih indah dari sebelumnya. Bukankah benang sari harus meninggalkan tangkainya – lalu memeluk erat putik bunga – untuk menjadi buah?”
Setelah beberapa waktu meresapi kata-kata gurunya, aura cerah memancar dari wajah anak muda itu. Ia pun undur diri dan mulai melangkah melanjutkan hidupnya.

SUMBER: ceritainspirasi.net

Nasib Dan Koin Emas

Dahulu kala, tersebutlah seorang jenderal Jepang yang terkenal berani dan bijaksana, Jenderal Nabunaga. Sudah ratusan peperangan ia menangkan. Raja dan rakyat sangat memuji dan menghormatinya.

Namun, suatu hari, pertempuran berjalan alot. Sudah banyak korban berjatuhan dari pihaknya. Kini, pasukannya tinggal 10 orang saja. Mereka semua sangat ketakutan dan khawatir. Teringat anak dan istri di desa asal mereka, mereka memohon kepada sang Jenderal agar diperbolehkan pulang saja sebelum mereka tewas di tangan lawan.

Tentu saja jenderal tak mau menyerah begitu saja. Ia berpikir keras bagaimana membuat pasukannya bersemangat dan percaya diri kembali. Lalu, berjalanlah mereka ke sebuah kuil. Di sana, ia meminta para pendeta untuk mendoakan para prajurit dan kemenangan mereka.

Setelah berdoa, Jenderal Nabunaga mengumpulkan anak buahnya, "Sekarang kalian tak perlu takut, karena aku yakin kita pasti menang. Coba, kulemparkan koin ini, jika yang keluar adalah kepala, maka kita semua pasti menang dan tak terkalahkan," teriaknya menyemangati para prajurit.

Dan benar, saat ia melempar koin dan menangkapnya kembali, kepalalah yang keluar. Para prajurit kembali bersemangat, dan tak lagi takut. Mereka berperang sekuat tenaga dan berhasil memenangkan peperangan.

Sekembalinya dari medan peperangan, sang raja bertanya pada Jenderal Nabunaga. "Apa gerangan yang membuat kalian menang wahai jenderal?" tanya raja. Kemudian, Nabunaga menunjukkan koinnya, yang ternyata punya dua kepala di semua sisi.

Jenderal tersenyum puas. Semangat, kepercayaan diri dan kemauanlah yang membuat mereka berhasil. Dan ketiga hal itulah yang menjadi bahan dasar sebuah nasib.

SUMBER: Agatha Yunita - kapanlagi.com

Toloooong

Suatu hari, saya kedatangan seorang teman sekampung beserta istrinya.Keduanya cacat fisik yakni tuna rungu. Dengan komunikasi yang 'seadanya dan sebisanya', saya mendapat informasi bahwa mereka berpenghasilan dari menjual bubur ayam di kantin sekolah tempat anak mereka bersekolah. Beberapa kali kunjungan ke rumah, saya tahu, betapa sulit kehidupan yang harus mereka lalui.

Atas persetujuan suami, kami memutuskan dalam satu tahun ini , dan ternyata berlanjut ke tahun-tahun berikutnya, untuk membantu mereka secara kontinyu sekarung beras 50 kg setiap bulan, selain bisa untuk berjualan bubur, juga untuk makan mereka. Bila persediaan beras menipis, mereka mengirim pesan melalui sms ke HP saya.

Saat seorang saudara membutuhkan bantuan karena usahanya sedang terkena imbas pesaing, setelah mendapat persetujuan dari suami, kami pun mengucurkan dana membantu. Dan ini bukan untuk yang pertama kali.

Bila ada teman atau kerabat atau karyawan mengalami kesusahan, mereka datang ke kami dan meminta bantuan karena menganggap kami orang baik, mampu, bijak, dan bisa diandalkan untuk mendapatkan bantuan.

Meski ada teori yang menyatakan, adalah lebih baik tangan berada di atas, banyak membantu, dari pada meminta bantuan. Benar! Tidak salah sedikit pun!

Tetapi sesungguhnya, jujur saja, sebagai manusia normal yang sering menghadapi urusan begini, saat paling mendebarkan adalah pergumulan batin di detik-detik genting harus memutuskan: haruskah saya bantu orang ini? Pantaskan dibantu? Jangan-jangan, dengan bantuan kita malahan akan merusak mental mereka? Jangan sampai niatnya membantu malah mencelakakan orang, pastilah menyesal di kemudian hari.

Saat niat akan memberi bantuan telah diputuskan, setelah dipikirkan dengan seksama dari berbagai sudut, ulurkan tangan dengan perasaan bahagia. Iringi dengan doa, semoga bermanfaat positif untuk semua pihak.

Jangan kotori perbuatan baik yang telah kita lakukan dengan mengeluarkan kata-kata kasar bahkan kemudian diliputi kebencian bila ternyata bantuan yang kita berikan tidak sesuai dengan kenyataan indah yang kita inginkan. Istilah yang sering saya pakai, kalau mau bantu orang, tutup mata, tutup telinga, tutup mulut, buka hati!.

Kerabat Imelda...Dalam kisah tolong menolong antar manusia, ada sebuah kata indah yang perlu kita cermati, yakni: TULUS! Tulus adalah pemberi yang bersifat netral karena, Orang yang tulus tidak pernah menyesal dalam berbuat baik! Dan perbuatan baik selalu bertujuan untuk mendatangkan kebahagiaan!

SUMBER: Lenny Wongso - andriewongso.com

Kisah Orang Tua Bijak

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah dilihat orang, begitu gagah, anggun dan kuat.

Orang-orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak: "Kuda ini bukan kuda bagi saya", katanya: "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat?" Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh", mereka mengejek dia: "Sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin... Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan".

Orang tua itu menjawab: "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?".

Orang-orang desa itu protes: "Jangan menggambarkan kami sebagai orang bodoh! Mungkin kami bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan".

Orang tua itu berbicara lagi: "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan.Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti ?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol. Kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan: "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami".

Orang tua itu pun menjawab: "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku.

Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu".

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Kerabat Imelda...Jika kita renungi, orang tua tadi memang benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

SUMBER: milis motivasi

Buang Saja Kentang Busuk Itu!

Pada sebuah sekolah, seorang guru mengajarkan sesuatu pada murid-muridnya. Beliau meminta agar para murid membawa sebuah kantong plastik besar dan mengisinya dengan kentang. Kentang-kentang itu mewakili setiap orang yang pernah menyakiti hati mereka dan belum dimaafkan. Setiap kentang yang dibawa, dituliskan sebuah nama orang yang pernah menyakiti hati murid-murid itu.

Beberapa murid memasukkan sedikit kentang, sebagian membawa cukup banyak. Para murid harus membawa kentang dalam kantong itu kemanapun mereka pergi. Menemani mereka belajar, dibawa pulang, dibawa lagi ke sekolah, diletakkan di samping bantal mereka saat tidur, pokoknya, kentang dalam kantong itu tidak boleh jauh dari mereka.

Makin hari, makin banyak murid yang mengernyitkan hidung karena kentang-kentang itu mulai mengeluarkan aroma busuk.

"Apakah kalian telah memaafkan nama-nama yang kalian tulis pada kulit kentang itu?" tanya sang guru.

Para murid tampaknya sepakat untuk belum bisa memaafkan nama-nama yang telah memaafkan mereka.

"Jika demikian, kalian tetap harus membawa kentang itu kemanapun kalian pergi,"

Hari demi hari berlalu. Bau busuk yang dikeluarkan kentang-kentang itu semakin membusuk. Banyak dari mereka yang akhirnya menjadi mual, pusing dan tidak nafsu makan karenanya. Akhirnya, mereka membuang kentang-kentang itu ke dalam tempat sampah. Dengan asumsi mereka juga memaafkan nama-nama yang mereka tulis di atas kulit kentang.

"Nah, para murid, dendam yang kalian tanam sama seperti kentang-kentang itu. Semakin banyak kalian mendendam, semakin berat kalian melangkah. Semakin hari, dendam-dendam itu akan membusuk dan meracuni pikiran kalian," ujar sang guru sambil tersenyum.

Para murid hanya terdiam, meresapi setiap perkataan guru mereka.

"Karena itu, sekalipun kalian menyimpan dendam pada orang lain, atau mereka pernah menyakiti hati kalian, maafkanlah mereka dan lupakan yang pernah mereka lakukan, jadikan hal itu sebagai pembelajaran dalam hidup kalian. Dendam sama seperti kentang-kentang busuk itu, kalian bisa membuangnya ke tempat sampah,"

Para murid tersenyum. Sejak hari itu, mereka belajar untuk menjadi manusia yang pemaaf dan tidak mudah menyimpan dendam. Hidup mereka tenang tanpa terbebani bau busuk yang akan merusak pikiran dan tubuh.

Kerabat Imelda, kisah ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menjadi manusia yang pemaaf. Sekalipun dendam tidak kita rasakan beratnya secara fisik, tetapi secara mental akan melemahkan langkah Anda, membuat hidup Anda tidak nyaman. Maafkanlah mereka yang pernah menyakiti Anda dan hirup udara segar kebebasan.

SUMBER: kapanlagi.com

Ibu

Tangannya menengadah. Tremor kuat sehingga orang-orang menyangkanya ia menderita ayan. Dalam terik dan hujan, ia tetap menengadah. Menanti orang lain yang berbelas kasih untuk memberinya uang, walaupun hanya seratus rupiah saja.

Ia sering diusir satpam. Menganggu pemandangan para nasabah, katanya. Ah.. apa hubungannya para nasabah dengan perempuan itu? Toh perempuan itu tidak masuk ke dalam bank!

Kadang ia didorong, kadang ia ditendang. Enak rasanya bagi orang yang digaji satu juta setiap bulan untuk tidak memikirkan apakah hari ini ia akan makan atau tidak.

Langit mulai gelap disertai rintik-rintik air yang diturunkan dari langit. Aku datangi perempuan itu kemudian mengangkatnya dan membantunya berjalan menuju tempat yang aman dari hujan.

“Berapa penghasilan hari ini, Nak?”

“Sedikit, Bu.”

“Ibu juga hanya sedikit. Malam ini kita tidak bisa makan nasi. Maafin ibu ya?” Dengan tangannya yang bergetar, Ibu membelai lembut pipiku.

“Jangan meminta maaf, Bu..” Aku tersenyum.

“Aku punya sesuatu buat ibu dari hasil tabunganku selama satu tahun.” Aku membuka kantung plastikku. Ku ambil sehelai kain putih bersih tanpa noda yang ku beli dari obralan murah di pasar baru.

“Kerudung ibu sudah rusak. Aku belikan yang baru..”Ibu tertegun melihat kain ditanganku, seolah-olah ia melihat benda yang paling mewah seumur hidupnya.”Alhamdulillah…” Bisiknya sambil meneteskan air mata.

Aku tidak takut miskin, aku tidak takut diusir, aku tidak takut tidak makan, aku tidak takut dibunuh oleh preman pasar, aku tidak takut dirazia oleh polisi, aku tidak takut apapun. Satu-satunya yang paling aku takutkan adalah melihat ibu menangis.

Kucium tangannya. “Aku sayang Ibu…”

Pejuang cantik dari surga itu memelukku erat dalam dinginnya hujan yang pekat. Sayup-sayup terdengar lagu yang dinyanyikan Iwan Fals, berjudul Ibu.

“Ribuan kilo, jalan yang kau tempuh, lewati rintangan, untuk aku, anakmu…

Seperti udara, kasih yang engkau berikan. Tak mampu kumembalas, Ibu…”

Sumber: Perempuan.com