Tuesday, August 23, 2011

13 Alasan Puasa Mengubah Hidup Anda


Ramadhan tahun ini akan segera berakhir, dan kita akan masuk ke bulan Syawal, merayakan Hari Kemenangan. Setelah menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan ini, tentunya ada perubahan yang Anda alami. Tidak hanya belajar sabar dan menahan diri, ada berbagai pelajaran berharga yang tidak kita sadari dari berpuasa. Memang...secara umum tujuan berpuasa adalah untuk membersihkan hati manusia dari dosa, untuk menyucikan kembali jiwa dan hati. Namun ada manfaat, alasan dan tujuan yang lebih praktis, yang bisa membantu Anda lebih mudah meresapi hikmah puasa.

1. Puasa MENDEKATKAN DIRI kita pada Tuhan, dan membuat kita lebih mudah mengungkapkan kesulitan serta merasakan kemurahan hati dari Allah sendiri.

2. Puasa mengajarkan KEPATUHAN. Ketika memutuskan tidak berpuasa, Anda masih bisa melanjutkan hidup seperti biasa. Namun karena Anda mau patuh pada ajaran agama, maka Anda pun bertekad untuk melakukannya.

3. Membantu Anda menemukan KEBAHAGIAAN yang sesungguhnya melalui kesederhanaan, pengekangan diri dan perayaan kebahagiaan yang tidak berlebihan.

4. MEMAHAMI rasanya kehausan dan kelaparan. Bagi Anda yang biasa kelaparan karena diet, penderitaan kaum papa yang kelaparan mungkin tidak menyentuh hati Anda. Saat puasa inilah Anda akan sadar bagaimana rasanya kelaparan dan kehausan sepanjang hari dan setiap hari.

5. Dengan puasa kita belajar untuk MENERIMA keadaan sulit yang harus diterima, yang tidak bisa diubah lagi. Semangat ini sama dengan sikap kita yang tawakal menanti saat berbuka dan menahan diri selama satu bulan penuh.

6. Puasa melatih kita untuk KONSENTRASI dan mau berusaha demi sesuatu yang diyakini. Saat amarah dan emosi datang, kita akan belajar menjadikan moral sebagai prioritas dalam menyelesaikan masalah.

7. Puasa mengajarkan manusia untuk BERSERAH DIRI dan PERCAYA akan kuasa-Nya di saat menghadapi saat-saat sulit. Mungkin Anda memiliki penyakit maag yang sepertinya tidak memungkinkan untuk puasa, namun nyatanya banyak juga yang bisa berpuasa penuh.

8. Sekian jam lamanya tidak makan dan hanya sedikit waktu untuk berbuka mengajarkan untuk BERSYUKUR di saat senang dan sabar serta bertekun di saat sulit. Ini juga mengajarkan agar kita tidak bersenang-senang terus-terusan hingga lupa diri.

9. Selama puasa amarah harus DITAKLUKKAN, bukan DIALIHKAN. Hal ini pelatihan berharga untuk kemudian diterapkan dalam hidup Anda setelah bulan Ramadan.

10. Ada batasan untuk sahur, ada waktu khusus untuk berbuka dan taraweh. Melalui puasa Anda juga diajarkan untuk TEPAT WAKTU dan DISIPLIN.

11. TOLERANSI dan MEMAAFKAN adalah poin klasik yang selalu berlaku sepanjang masa. Puasa mengajarkan dua hal ini yang walaupun klasik, namun tetap saja tidak bisa dilaksanakan dengan baik oleh manusia.

12. Penahanan diri selama puasa juga mengajarkan Anda dalam MENGATUR EKONOMI. Dengan berhemat dan memilah-milah pengeluaran yang tidak berlebihan, kini Anda tahu bahwa sebenarnya selalu ada saja uang yang bisa diamalkan untuk orang lain.

13. Puasa juga MEMATANGKAN pribadi seseorang. Dengan kemauan untuk memaafkan, menahan diri dan bisa membuat prioritas, pribadi Anda akan benar-benar dimatangkan melalui proses puasa.

Bagaimana Kerabat Imelda...sudahkah Anda merasakan segala manfaat tersebut???

SUMBER: kapanlagi.com

Memulai Dari Nol


Seringkali kita dengar kalimat, "dimulai dari angka nol ya..." Ya! betul, memang kalimat ini seringkali diucapkan pria atau wanita berseragam merah yang memberikan senyumnya ramah ketika membantu mengisi bahan bakar kendaraan kita. Mungkin jika hanya didengarkan sekilas saja, kalimat ini tak ada pengaruh dan arti apa-apa selain mengingatkan pada iklan di televisi. Tapi tunggu dulu...coba resapkan lagi maknanya di dalam hati Anda.

Kemajuan teknologi menuntut segala sesuatu harus instan dan serba cepat. Di sana sini kita lihat restoran fast food berdiri tegak memberikan service dan menu makanan yang serba cepat. Ada lagi berbagai makanan instan yang cukup diseduh dengan air panas dan tak sampai 5 menit siap untuk dimakan. Karena kebiasaan tersebut kemudian kita jadi terbawa suasana dan menginginkan segala sesuatu lainnya instan dan cepat.

Sebut saja beberapa keinginan seperti, kenaikan jabatan, prestasi, harta kekayaan, banyak orang menghalalkan segala cara untuk menggapai semua keinginan tersebut, dan tak ingin menghabiskan waktu lama untuk meraihnya. Serba instan dan cepat, kalau bisa sih tak perlu berusaha keras, berangkat pagi dan disiplin kerja supaya bisa menjadi manager. Atau tak usah kerja keras, namun bisa memegang setir Volvo Silver seperti yang dikemudikan Robert Pattinson dalam TWILIGHT, shopping setiap hari, dan menghabiskan waktu di salon atau spa langganan.

Kerabat Imelda, jangan pernah lupakan apabila segala sesuatu itu manis jika kita memulai dengan usaha dan kerja keras kita. Kita tak bisa sampai ke lantai lima tanpa melewati lantai paling dasar terlebih dahulu. Sekalipun The Flash yang memiliki kekuatan supercepat masih harus melewati lantai dasar, beda dengan Superman yang bisa terbang, tetapi kita tidak mungkin terbang untuk mencapai lantai lima bukan? Karena itu hanya terjadi di film kartun dan fiksi lainnya. Jadi mari kita maju dan melangkah bersama, ribuan langkah maju yang akan kita ambil dimulai dari satu langkah yang bersemangat, dan begitulah seterusnya sampai tujuan kita tercapai. Tetap semangat!

SUMBER:Agatha Yunita - kapanlagi.com

Satu Kalimat Sederhana Tapi Kedahsyatannya Sanggup Menjebol Tembok Yajuj & Majuj


Di antara bangsa-bangsa manusia, tidak ada bangsa yang sekuat ya'juj ma'juj, sekejam ya'juj ma'juj, dan sebanyak ya'juj ma'juj. Namun tidak disangka, bahwa kelak yang membebaskan mereka dari tembok kokoh Dzulqarnain adalah kalimat 'Insya Allah'.

Nabi Muhammad SAW pernah ditanya oleh An-Nadhar bin Al-Harits dan 'Uqbah bin Ani Mu'ith sebagai utusan kaum kafir Quraisy. Pertanyaan yang diajukan oleh kedua orang ini adalah bagaimana kisah Ashabul Kahfi?, Bagaimana kisah Dzulqarnain?, dan Apa yang dimaksud dengan Ruh?.

Rasulullah SAW bersabda kepada dua orang itu, "Besok akan saya ceritakan dan saya jawab." Akan tetapi Rasulullah SAW lupa mengucapkan "Insya Allah". Akibatnya wahyu yang datang setiap kali beliau menghadapi masalah pasti terputus selama 15 hari.

Sedangkan orang Quraisy setiap hari selalu menagih janji kepada Rasulullah saw dan berkata "Mana ceritanya? besok..besok..besok.." Ketika itu Rasulullah saw sangat bersedih. Akhirnya Allah menurunkan wahyu surat Al-Kahfi yang berisi jawaban kedua pertanyaan pertama, pertanyaan ketiga berada dalam surat Al-Israa ayat 85.

Allah berfirman pada akhir surat Al-Kahfii :
"Janganlah kamu sekali-kali mengatakan, 'Sesungguhnya saya akan melakukan hal ini besok,' kecuali dengan mengatakan Insya Allah." (QS Al-Kahfi :23-24)

Sebuah kalimat yang sering kita salah artikan tetapi orang yang paling mulia disisiNya, yang telah diampuni dosanya baik yang telah lalu dan yang akan datang pun ditegur oleh Allah SWT karena lupa mengucapkan "Insyaa Allah". Ada rahasia besar apa dibalik kalimat Insya Allah?

Perhatikan petikan ayat tadi, di ayat tersebut Allah memerintahkan manusia ketika semua rencana sudah matang dan pasti janganlah mengatakan “Sesungguhnya aku akan mengerjakan besok” tetapi harus diikuti dengan ucapan Insya Allah.

Sebab ucapan “Sesungguhnya aku akan mengerjakan besok” adalah sebuah 'ucapan kepastian', keyakinan diri jika hal itu benar-benar akan dilakukannya, bukan keraguan-keraguannya.

Benar, Insya Allah adalah penegas ucapan kepastian dan keyakinan. Bukan keragu-raguan. Dari situlah tubuh kita mengeluarkan semacam kekuatan dan kepasrahan total yang tidak kita sadari sebagai syarat utama tercapainya sebuah keberhasilan.

Manusia hanya berencana dan berikhtiar, Allah yang menentukan hasilnya. Manusia terlalu lemah untuk mengucapkan ‘pasti’, karena Allah sebagai sang pemilik tubuh ini dapat berkehendak lain.

Ingat baik baik! Jika kalian tidak yakin atau tidak dapat memastikan sebuah rencana, maka jangan pernah mengatakan Insya Allah, cukup katakan saja “Maaf, saya tidak bisa” atau “Maaf, saya tidak dapat menghadiri …”

Tetapi bila kalian yakin bisa melakukan rencana itu, maka katakanlah “Insya Allah”, niscaya kalian akan melihat sebuah ketentuan Allah sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh-Nya.

"Mereka (bangsa Ya'juj & Ma'juj) berusaha untuk keluar dengan berbagai cara, hingga sampai saat matahari akan terbenam mereka telah dapat membuat sebuah lobang kecil untuk keluar. Lalu pemimpinnya berkata,'Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita pasti bisa keluar dari sini."

"Namun keesokkan harinya lubang kecil itu sudah tertutup kembali seperti sedia kala atas kehendak Allah. Mereka pun bingung tetapi mereka bekerja kembali untuk membuat lubang untuk keluar. Demikian kejadian tersebuat terjadi berulang-ulang."

"Hingga kelak menjelang Kiamat, di akhir sore setelah membuat lubang kecil pemimpin mereka tanpa sengaja berkata, “Insya Allah, Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita bisa keluar dari sini."

"Maka keesokan paginya lubang kecil itu ternyata masih tetap ada, kemudian terbukalah dinding tersebut sekaligus kegaibannya dari penglihatan masyarakat luar sebelumnya."
"Dan Kaum Ya’juj dan Ma’juj yang selama ribuan tahun terkurung telah berkembang pesat jumlahnya akan turun bagaikan air bah memuaskan nafsu makan dan minumnya di segala tempat yang dapat mereka jangkau di bumi."

Jika kaum perusak sekelas ya'juj dan ma'juj saja bisa berhasil meskipun tanpa sengaja mengucapkan Insya Allah, bagaimanakah halnya dengan kita. Apalagi jika disertai dengan kesadaran dan penuh kepastian mengucapkannya. Yakinlah, janji Allah SWT selalu benar, Dia-lah sebaik baik penepat janji.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Harmalah dari bibinya berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Kamu mengatakan tidak ada permusuhan, padahal sesungguhnya kamu senantiasa memerangi musuh, sehingga datanglah Ya'juj dan Ma'juj; yang lebar jidatnya, sipit matanya, menyala (merah) rambutnya, mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi, wajahnya seperti martil."

SUMBER:situslakalaka.blogspot.com

Kisah Tukang Cukur yang Mempertanyakan Adanya Tuhan


Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.

Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang,”Saya tidak percaya Tuhan itu ada”.
“Kenapa kamu berkata begitu ???” timpal si konsumen.

“Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, apa yang terjadi di jalanan itu menunjukkan bahwa Tuhan itu tidak ada? Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, mengapa ada orang sakit??, mengapa ada anak terlantar??"

"Jika Tuhan ada, pastiah tidak akan ada orang sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi.”

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat.

Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar (mlungker-mlungker, istilah jawa-nya), kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata,” Kamu tahu, sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR.”

Si tukang cukur tidak terima,” Kamu kok bisa bilang begitu ??”.
“Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!”

“Tidak!” elak si konsumen.
“Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana,” Si konsumen menambahkan.

“Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!” sanggah si tukang cukur.
”Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya”, jawab si tukang cukur membela diri.

“Cocok!” kata si konsumen menyetujui.” Itulah point utama-nya!.

Sama dengan Tuhan, Tuhan itu juga ada, tapi apa yang terjadi… orang-orang tidak mau datang kepada-Nya, dan tidak mau mencari-Nya. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.”

SUMBER: dari milis motivasi

Mungkin ini Balasan Atas Dosa-dosaku


Hidupku terasa pahit. Sebelum menikah dengan Noval (bukan nama sebenarnya), aku telah menikah dengan seorang pria, sebut saja namanya Narto (bukan nama sebenarnya). Pernikahan kami hanya berumur dua tahun, sebelum akhirnya Narto memergoki aku yang tengah berselingkuh dengan laki-laki lain. Buntut dari semua itu, Narto akhinrya memaksaku bercerai dan membawa serta anak semata wayangku. Maaf, aku tak mau bercerita terlalu banyak tentang masa laluku. Sampai sekarang aku masih terus mengingat dan menangisi anakku. Aku ingin berjumpa dan memeluknya.

Setelah jadi janda, aku kembali ke rumah orang tuaku. Berusaha menghibur diriku, dengan lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Beberapa tahun lamanya aku memilih menjanda. Aku coba berusaha dengan membuka warung kecil-kecilan yang hasilnya hanya cukup untuk keperluan sehari-hari kami. Cap janda membuat aku tak enak hati, dan tak bisa bergaul dengan teman-teman seperti dulu. Teman-teman yang dulu jadi sahabatku, kurasakan menjauh dariku. Ah… mungkin mereka takut suami mereka melirikku, atau aku rebut. Padahal aku pernah bersumpah tak akan pernah menikah dengan pria beristri.

Namun sumpah itu akhirnya kulanggar, Narto laki-laki yang telah memiliki istri akhirnya menaklukan sumpahku Lingkungan rumahku yang padat membuat gosip tentang aku begitu ramai. Bahkan tiap aku lewat di depan ibu-ibu, juga para remaja putri, mereka menyindir dengan suara keras. “Jangan merebut suami orang dong!”

Aku dan Narto akhirnya menikah di Penghulu. Tak ada pesta, yang ada hanya pengajian di malam hari, mengundang para tetangga, namun hanya sedikit yang datang datang, padahal ibuku telah menyiapkan nasi lengkap dengan lauk pauknya dikemas dalam kardus. Aku cuma bisa meneteskan air mata.

Walau aku tak lagi punya muka di kampungku ini, aku tetap tinggal di kampung ini, di rumah kontrakan. Karena penghasilan Narto sebagai kuli tak menentu. Seringkali Narto tak membawa uang. Namun, aku tak pernah marah. Aku tetap berjualan di warung. Walau hasilnya kecil, cukuplah untuk makan sehari-hari. Tak lama kemudian, aku hamil. Aku sangat bahagia. Kerinduanku pada anak dari perkawinan sebelumnya terasa terbayar. Aku sangat menjaga kehamilanku ini. Aku rutin ke bidan kandungan di Puskesmas. Juga mengkonsumi makanan bergizi

Singkat kata aku akhirnya melahirkan. Begitu bayiku lahir suara tangisnya nyaring membahana. Alhamdulillah. “Selamat, Bu. Bayi ibu, laki-laki, sehat,” kata bidan. Kulihat wajah bidan dan ibuku nampak pucat. Tak nampak bahagia. Kenapa? karena kelelahan, kubiarkan diriku tertidur lelap. Begitu bangun tidur, aku mencari-cari bayi laki-lakiku. ‘Mana bayiku? Aku ingin menyusui bayiku,’ kataku.

Bidan dan ibuku nampak bingung, dan saling berpandangan. ‘Lagi tidur nyenyak, Bu. Ibu istirahat saja dulu. Nanti kalau bayinya nangis, saya akan bawa bayi Ibu ke sini,’ ujar bidan. Walau curiga dengan kejanggalan ini, aku berusaha tenang. Ketika terdengar tangis bayi, aku dengan antusias berharap, bayi itu dibawa ke tempatku. Ternyata tidak, tak berapa lama tangis bayi itu terhenti. “Lho, bayiku kenapa nggak dibawa kemari?” tanyaku.

“Kondisi Ibu masih belum fit. Ibu harus banyak istirahat. Bayi Ibu, kami beri susu dalam botol,” jelas bidan.
Aku berusaha mengerti. Walau terasa aneh bagiku. Aku memang lemas. Tapi, bukankah biasa, seorang ibu melahirkan, tubuhnya lunglai? Kerinduanku pada bayiku memuncak. Kenapa bidan itu tak mau memberikan bayiku? Ya Tuhan, ada apa dengan bayiku? Ah… aku tak ingin berpikir yang tidak-tidak. Akhirnya aku cuma bisa menangis. Saat itu, kerinduanku pada 3 anakku lainnya pun menjadi-jadi.

Malamnya, suamiku datang. Dia berusaha tersenyum padaku, dan mengecup dahiku. Lalu dia berkata, “Sabar ya, Bu. Kita sedang dicoba oleh Tuhan,” “Kenapa, Pak?’ tanyaku. “Bayi kita cacat. Dia tak punya tangan,” kata suamiku. Hah? Jadi itu penyebabnya, kenapa bidan dan ibuku merahasiakan kecacatan bayiku. Tubuhku terasa makin lemas. Saat itu juga, aku bangun dari tempat tidur. Bersama suamiku, kami ke kamar tempat bayiku tidur.

Kulihat bayiku nampak tampan, ia terbungkus hangat dalam kain bedong. Tak terlihat bayiku cacat. Aku bongkar kain bedong di bagian tangan. Ya Tuhan, bayiku tak memiliki tangan. Saat itu juga dunia seakan runtuh, jeritan pilu mengantarku dalam kegamangan menghadapi kenyataan ini. namun berikutnya aku mulai sadar dengan apa yang saat ini aku hadapi, aku hanya bisa pasrah. Mungkin ini balasan yang setimpal atas dosa-dosa yang selam ini aku perbuat.

SUMBER:perempuan.com

Bring Cheer to Others


Di saat kita sedang mengalami kejenuhan, bosan, suntuk atau bahkan mengalami masalah yang berat, sering kali kita membangun tembok-tembok yang tinggi bertuliskan "DO NOT DISTURB" (Jangan Mengganggu). Tentu saja, teman-teman dan keluarga kita bisa melihat tembok itu dengan jelas, karena tulisan tersebut melekat pada wajah kita. Dan kita juga menjadi pribadi yang tidak mau peduli dengan sekitar kita. "EGP! Tidak peduli! Saya juga sedang ada masalah!" Begitulah pembelaan yang sering kita lontarkan.

"Saya butuh dihibur!" atau "Saya jenuh, tetapi tidak ada yan peduli pada saya!" Pertanyaannya, bagaimana orang bisa mendekati kita di saat kita tetap memperlihatkan duri di punggung kita seperti landak yang siap menyerang? Dengan tembok-tembok yang bertuliskan "Do Not Disturb!"? Melihat wajah kita yang sedang stres, marah, tidak ada senyum, tentu mereka sudah ketakutan atau menjaga jarak.


Seringkali kita menuntut orang-orang untuk mengerti kondisi kita, perhatian dengan kita karena kita terlalu mengasihani diri sendiri ("Saya kan sedang ada masalah, hidup saya susah," dan sebagainya). Loh, memang yang punya masalah hanya kita sendiri? Semua orang pasti punya masalah.

Dan egoisnya manusia, di saat dia sedang mengalami masalah, di saat dia sedih, dia akan mengatakan, "Bagaimana saya bisa menghibur orang lain, sedangkan diri sayalah yang butuh dihibur?" atau "Bagaimana saya bisa berbagi, sedangkan saya sudah tidak punya apa-apa lagi?"

Beberapa hari yang lalu, saya merasa jenuh dan lelah sekali dengan rutinitas saya. Lalu, saya berpikir untuk me-nonaktifkan BBM saya. Tetapi, saya tidak melakukannya. Saat malam tiba, saya baru saja ingin beristirahat. Tiba-tiba, satu per satu teman saya mengirimkan BBM dan meminta waktu saya untuk mendengarkan curhatan mereka, ada yang merasa kesepian, ada yang merasa jenuh. Saya pun dengan sabar membaca BBM mereka, lalu, menarik nafas dalam-dalam, dan tersenyum, dan membalas BBM mereka dengan memberikan semangat kepada mereka.


Setelah itu, mereka mengucapkan terima kasih atas waktu dan semangat yang saya berikan kepada mereka. Mereka memberikan icon 'tersenyum'. Saya tidak membantu mereka menyelesaikan masalah, tetapi saya mencoba untuk menghibur mereka, bahwa segalanya akan baik-baik saja. Lalu apa yang terjadi? Saya yang tadinya juga merasa jenuh dan tidak semangat, seolah dikembalikan semangatnya dua kali lipat. Mereka mengucapkan terimakasih berkali-kali. Saya tidak merasa berbuat apa-apa, tidak membantu apa-apa. Saya hanya memberikan waktu untuk mendengarkan mereka. Terkadang, tanpa kita sadari, sekecil apapun yang kita lakukan untuk orang lain, itu sangat berarti bagi mereka.

Mungkin teman-teman juga pernah mengalami hal yang sama dengan pengalaman saya ini. Semoga kita selalu belajar untuk berbagi dalam kondisi apapun, karena apa yang kita bagikan akan dikembalikan kepada kita, bahkan dilipatgandakan.


Mark Twain mengatakan "The best way to cheer yourself is to try to cheer someone else up"

SUMBER: Rosita - andriewongso.com

Kekuatan Memberi Seperti Nyala Lilin


Di sebuah kota, tinggal satu keluarga dengan dua orang buah hati, keduanya laki-laki. Si sulung berusia 15 tahun, sedangkan si bungsu berusia 10 tahun. Karena keluarga itu tidak terlalu kaya, kedua anak mereka tidur dalam satu kamar. Mereka selalu akrab, si sulung adalah anak yang cerdas, nilai-nilainya selalu baik dan si bungsu selalu ingin tahu akan segala hal, nilai-nilai sekolahnya juga sama baiknya dengan sang kakak.

Pada suatu malam, si bungsu bertanya pada si sulung, "Kakak, kenapa kita harus berbagi dengan orang lain. Kalau kita sering memberi dan berbagi pada orang lain, apa yang kita miliki akan habis diberikan pada orang lain, iya kan?" ujarnya dengan polos. Sang kakak tersenyum mendengar pertanyaan dari adiknya, dia selalu senang jika mendapat sebuah pertanyaan, berarti dia akan belajar satu hal baru dari pertanyaan tersebut.

"Sebelum kakak menjawab, kita akan melakukan sebuah percobaan kecil," ujar si sulung. Dia langsung mengambil lima batang lilin kecil dan korek api yang tersimpan di dalam meja belajar. Orang tua mereka sengaja menyimpan benda tersebut agar pada saat pemadaman listrik, mereka berdua tidak bingung mencari lilin di dapur. Si sulung membuat empat lilin tersebut berdiri di sudut kamar dan memegang satu lilin. "Sekarang, matikan lampu kamar!" perintah si sulung pada adiknya dengan nada lembut.

Pada saat lampu telah mati, si sulung bertanya pada adiknya, "Apa yang bisa kamu lihat sekarang?"

"Aku tidak melihat apa-apa, kak, kamar kita jadi gelap," jawab si bungsu.

"Baiklah..." si sulung lalu menyalakan lilin yang dia pegang dengan sebatang korek. Ruangan sudah sedikit terang, tetapi belum sepenuhnya terang. "Sekarang, lilin yang aku pegang akan membagikan sinarnya pada lilin yang lain," Si sulung menyalakan satu lilin dengan lilin yang dia pegang. Ruangan lebih terang. Lalu lilin kedua, ruangan lebih terang lagi. Begitu seterusnya hingga lilin kelima menyala.

"Lihat, sekarang ruangan kita sudah terang," ujar si sulung sambil tersenyum. "Kamu bisa menyimpulkan apa yang sudah kakak lakukan?"

Si bungsu mengangguk, "Aku mengerti, jika kakak tidak membagi sinar lilin pada lilin yang lain, kamar kita tidak akan terang. Tetapi karena kakak membagi sinar lilin pada lilin yang masih mati, kakak secara tidak langsung mendapat sinar yang lebih terang. Lilin bisa menyala, dan ruangan semakin terang,"

Sang kakak tersenyum, "Ya, itulah kekuatan dari memberi. Percayalah, kita tidak akan kekurangan karena memberikan sesuatu baik dari segi materi, pikiran atau tenaga pada orang lain. Karena apa yang kita berikan akan menjadi umpan balik yang jauh lebih besar. Tetapi ingat, saat memberi, jangan menghitung apa yang telah kita berikan, karena Tuhan selalu punya perhitungan dengan cara-Nya sendiri,"

Keduanya tersenyum. Malam itu, sang adik mendapat pelajaran baru yang sekiranya bisa menjadi sebuah pelajaran agar kita semua tidak pelit untuk saling berbagi pada orang lain dan lingkungan yang ada di sekitar kita.

SUMBER:Wenny Sri Widowati - kapanlagi.com

Mie Yang Terlalu Matang


Pelajaran tentang membina sebuah hubungan, saya dapatkan dari kebiasaan makan pagi saat masih kecil dulu. Ibu selalu menekankan pentingnya sarapan bersama sebelum berangkat beraktivitas, padahal beliau sendiri harus berangkat bekerja di pagi hari. Untuk itu, ibu bangun lebih pagi dari kami semua dan melakukan beberapa hal sekaligus sambil bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Satu hal yang selalu saya keluhkan saat itu adalah, mie yang dimasak terlalu matang sehingga tidak lagi terasa teksturnya dan membuat menu mie kami terasa memuakkan. Saya tahu Ayah juga tidak suka dengan sesuatu yang lembut seperti itu. Ayah benci bubur, pasta dan mie yang terlalu matang, namun anehnya Ayah tidak pernah sekalipun menegur ibu.

Ketika saya memberanikan diri mengatakannya, Ibu berjanji akan mengurangi waktu memasak mie agar tidak terlalu matang. Namun tidak ada perubahan, walaupun Ibu selalu berkata 'oops.. maaf, mienya terlalu matang lagi' dan Ayah akan berkata 'masih enak kok'. Maka saya berpikir Ayah harus mengatakan pendapatnya agar ibu benar-benar mengusahakan agar mie itu tidak terlalu matang lagi. Lagipula saya penasaran mengapa Ayah nampak tidak keberatan dengan mie itu, padahal dia sendiri pasti tidak menyukainya.

Dalam satu kesempatan, saya pun menanyakan pada Ayah dan dia memegang pundak saya sambil menjelaskan. Ayah berkata bahwa Ibu harus melakukan banyak hal di pagi hari, dan mie itu terlalu matang karena Ibu memberi banyak air dan merebusnya agak lama sehingga Ibu punya waktu yang cukup untuk berpakaian.

Kemudian Ayah melanjutkan, mengapa kita harus mengeluh? Mie yang terlalu matang masih tetap membuat kita kenyang dan tidak membuat sakit. Hidup itu penuh dengan hal-hal dan orang-orang yang tidak sempurna, seperti Ayah dan saya yang sering lupa menutup pintu, lupa membereskan barang-barang dan banyak lagi.

Waktu itu, saya hanya menangkap bahwa kelalaian Ibu harus dimaklumi. Namun seiring usia, saya menangkap makna yang lebih dalam dari itu. Ada banyak ketidaksempurnaan dalam hidup ini, dan ada banyak kesalahan yang kita buat sebanyak orang lain berbuat kesalahan di mata kita. Tidak semua kesalahan ini harus dipermasalahkan dan diselesaikan, banyak di antaranya hanya perlu untuk dipahami dan diterima.

Apa yang Anda lihat sebagai kesalahan, mungkin bukan sebuah kesalahan namun perbedaan. Menerima perbedaan dan memahami ketidaksempurnaan adalah dasar untuk menciptakan hubungan yang sehat, tahan lama dan tidak pernah membosankan.

SUMBER:kapanlagi.com

Everyday is a Miracle

Saya pernah bertemu seorang berusia 65 tahun. Waktu itu saya bekerja sebagai pelayan gift-shop di hotel. Setelah customer selesai berbelanja dan akan meninggalkan toko, biasanya saya mengucapkan salam "have a nice day" dan itu saya ucapkan juga kepada nenek tersebut sehabis ia membayar di kasir.


Nenek itu berhenti dan berpaling ke arah saya sambil berkata, "Anakku, setiap hari adalah miracle day, bukan nice day!"


Lalu ia bercerita bahwa ia telah operasi jantung dua kali. Yang pertama ia menerima donor jantung anak usia 14 tahun tetapi tidak kompartibel dan sempat koma selama tiga hari. Lalu kedua kali ia menerima jantung pria berusia 35 tahun dan ternyata cocok hingga saat itu.


Nenek itu menambahkan sejak peristiwa tersebut ia merasakan hidup yang kedua kalinya. Baginya setiap saat adalah "miracle"; setiap tarikan dan hembusan nafas adalah keajaiban. Jadi hidup bukan hanya "nice day" tetapi hidup adalah "miracle every second".


Pertemuan singkat dengan nenek tersebut telah membuat saya lebih menghargai arti hidup, dan nenek itu datang sebagai guru bagi saya agar lebih menghargai hidup. Hidup akan jauh lebih berarti bila kita bisa memanfaatkannya dengan baik daripada sekadar menghitung hari.


Mengutip kata Tom Hanks dalam film Forrest Gump: "Life is like a box of chocolate, we never know what we gonna get". Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan tetapi dengan mempersiapkan diri dan attitude every day is miracle seperti nenek tersebut mungkin akan membuat hidup kita lebih hidup dan lebih berwarna baik bagi diri kita maupun bagi lingkungan sekitar kita.

SUMBER:Kwan Hartono - andriewongso.com

Tak Berharga Bagiku, Namun Segalanya Bagimu


Bicara tentang konsep berharga, setiap orang pasti memiliki standar 'apa yang bernilai' bagi dirinya masing-masing. Sesuatu hal/ barang mungkin sama sekali tak penting bagi kita, namun bagi orang lain, itu bisa jadi harta karun yang tak ternilai. Bahkan apa yang kita anggap sampah sekalipun, bisa jadi keuntungan bagi orang lain.

Contoh sederhana, makanan sisa. Bagi kita yang berlimpah uang dan makanan, membuang makanan karena merasa kenyang mungkin tak jadi masalah. Namun bagi mereka yang kelaparan dan tak punya uang, mengais dan mendapatkan makanan sisa dari pembuangan bisa jadi merupakan berkah tersendiri.

Selain makanan sisa, kertas, baju, bungkus makanan, koran, atau bahkan mantan pacar sekalipun, semua hal yang tak lagi berarti bagi kita, bisa terhitung penting bagi pihak lain.

Lalu, nilai apakah yang bisa kita petik dari renungan kali ini?

Pertama, semua yang kita miliki hanyalah bagian dari siklus kehidupan saja. Saat seseorang kehilangan, lainnya pasti mendapat. Saat seorang meninggal, ingatlah bahwa selalu ada bayi yang lahir. Ada duka, namun pasti ada tawa, sebab roda kehidupan selalu berputar, sehingga kita bisa merasakan semua sisi hidup.

Kedua, hargai apa yang kita punya, dan relakan yang telah hilang. Uang saku hilang misalnya, memang membuat bete, namun coba pikir, siapa tahu orang yang menemukannya sedang sangat butuh uang...dan batal mencuri hanya gara-gara mendapat uang 'dari' Anda.

Atau, mantan pacar. Dulu penting, sekarang mungkin tidak, namun jelas ia tetap penting bagi keluarga dan pacar barunya. Ehm...

Dengan memiliki hati lapang seluas samudera, maka kita takkan pernah merasa rugi atau dirugikan. Sebab dengan kondisi hati ikhlas dan nerimo, kita bisa lebih mudah untuk mensyukuri segala yang terjadi. Dan akibatnya, hidup pun jadi lebih indah. :)

SUMBER:kapanlagi.com

Fokus dan Nikmati Pekerjaanmu


Alkisah, ada seorang pianis yang sangat piawai memainkan tuts pianonya. Dia telah memenangi banyak kejuaraan dan telah menjalani pertunjukan di berbagai tempat. Tidak peduli penonton yang menyaksikan pertunjukkannya banyak atau sedikit, ataupun dia berhasil memenangkan pertadingan atau tidak, saat bermain piano, wajahnya tampak selalu berseri-seri, enjoy, seakan di sanalah letak segala kebahagiaannya.

Pada suatu hari, saat reuni dengan teman-teman lamanya, seorang sahabat bertanya kepadanya, "Kami perhatikan, saat bermain piano, kamu terlihat begitu senang dan bahagia. Sepertinya tidak ada kesusahan sama sekali!"

"Lho, hidup memang seharusnya dihadapi dengan senang kan?" jawabnya si pianis sambil tersenyum. Lalu ua melanjutkan, "Yah, kalian tahu kan bagaimana masa remajaku dulu. Begitu banyak hobi dan aktivitas yang aku geluti. Mulai dari menggambar, bermain musik, juga berbagai cabang olah raga. Ambisiku satu, yaitu ingin selalu menjadi juara di setiap lomba. Aku rajin berlatih dan berusaha, tetapi karena begitu banyak kegiatan, akhirnya tidak mampu berprestasi secara maksimal dan gagal. Kegagalan-kegagalan itu membuatku kecewa, marah, sedih, dan frustasi pada diri sendiri. Aku pun mulai malas-malasan dan kehilangan motivasi sehingga pelajaran di sekolah pun ikut jatuh."

"Sekarang kamu bisa menjadi seorang pianis hebat yang tampak selalu happy. Bagaimana ceritanya?" tanya temannya penasaran.

"Melihat raporku yang jelek dan kelakuanku yang menyebalkan, ayahku tidak marah dan berusaha menyadarkan aku. Suatu hari, saat kami sedang bersantai, ayah melakukan sedikit eksperimen. Beliau mengambil segenggam jagung dan sebuah corong kecil. Telapak tanganku diletakkan di bawah corong. 'Kamu tangkap jagung ini ya,' kata ayah.Lalu dilepaslah sebiji jagung, yang segera meluncur cepat dan tertangkap di telapak tanganku. Kemudian satu biji lagi, dan tertangkap lagi dengan sempurna.

'Nah, sekarang siap-siap ya!' seru ayah sambil melepas segenggam jagung ke corong. Apa hasilnya? Tidak ada satu biji jagung pun yang jatuh ke tanganku karena lobang corong kecil dan biji jagung tersumbat di situ.

Begini penjelasan ayahku: 'Seperti itulah kehidupan ini; setiap hal atau pekerjaan harus dikerjakan satu persatu, fokus, dan penuh konsentrasi. Maka setiap pekerjaan akan bisa diselesaikan dengan baik dan maksimal, sehingga kamu puas dan merasa bahagia.'"

Kerabat Imelda...Seringkali kita berkeinginan melakukan banyak pekerjaan sekaligus dan mendapatkan hasil yang memuaskan, namun dalam kenyataannya justru kekecewaan yang didapat.

Untuk menghasilkan sukses yang luar biasa, kita harus fokus pada satu titik pekerjaan terlebih dahulu. Lakukan pekerjaan satu persatu dan fokuskan pada apa yang menjadi kelebihan kita. Jika kita melakukan pekerjaan dengan penuh cinta, konsentrasi, dan keyakinan, niscaya hasilnya akan memuaskan, bahkan tidak jarang dampaknya akan mengejutkan!

SUMBER: Andrie Wongso - andriewongso.com

Kasih Sayang Ibu


Sang ibu berdiri di depan hakim menguraikan kisahnya yang pahit dengan anak perempuannya. Anak perempuan satu-satunya. Sang ibu telah mengorbankan masa mudanya, kesenangan dan kebahagiaannya demi anaknya.

Dia berkorban tidak keluar menonton hanya agar anaknya tidak ditinggal sendirian. Dia memakai pakaian yang koyak agar dapat membelikan anaknya gaun baru. Dia selalu mendahulukan anaknya atas dirinya; anak yang makan lebih dahulu dan ibu yang makan sisa anaknya.

Tetapi sang anak mengingkari budi ibu. Dia tidak menyukainya bahkan membencinya. Sang anak menilai ibunya sebagai penjaga penjara yang terbuat dari emas, tetapi melarangnya keluar bersama temannya dan menuntut darinya pertanggungjawaban yang berat setiap hari.

Kalau ia pulang, ibu selalu bertanya, "Dari mana Engkau? Siapa saja yang Engkau temui? Dan apa saja obrolan kalian?" Kalau sang anak duduk terdiam, ibunya bertanya, "Mengapa diam? Apa yang Engkau pikirkan?"

Perintah ibu pun tidak henti-hentinya; Cuci kakimu! Sisir rambutmu! Gosok gigimu! Duduk yang baik! Jangan cibirkan bibirmu ketika bicara! Dan lain-lain.

Sang anak memutuskan bahwa cara satu-satunya untuk bebas dari aneka belenggu itu adalah menghabisi ibunya. Maka setiap hari ia mencampurkan sedikit racun dalam makanan ibunya, yang mengakibatkan kesehatan sang ibu memburuk hingga dimasukkan ke rumah sakit. Para dokter menemukan bahwa ada racun yang diberikan kepadanya sejak tiga bulan yang lalu dan seandainya itu berlanjut selama seminggu lagi, niscaya ibu yang malang itu akan meninggal.

Polisi turun tangan dan akhirnya sang anak mengaku bahwa dialah yang memberi racun itu. Di depan pengadilan sang anak mengaku bahwa ia tidak menyesal atas perbuatannya karena dia tidak menyukai ibunya dan memang ingin melepaskan diri darinya. Hakim peradilan Sheffield Inggris terperanjat dan menyatakan bahwa kejahatan tersebut amat serius.

Ini adalah upaya pembunuhan yang disengaja dan dengan tekad yang kuat. Karena itu sang hakim memutuskan bahwa sang anak harus dimasukan dalam penjara anak-anak, tetapi karena undang-undang dalam kasus semacam ini menetapkan keharusan adanya persetujuan tertulis ibu, maka sang hakim mengharap kiranya sang ibu membubuhkan tanda tangan untuk persetujuannya.

Sang ibu memegang pena dengan tangan gemetar dan mulai menggoreskan tanda tangannya atas putusan itu. Tetapi tiba-tiba dia berhenti dan pena terjatuh dari tangannya. Ia lalu menoleh kepada hakim dengan air mata yang berlinang sambil berkata, "Saya harap berilah aku kesempatan sekali lagi, juga dia."

SUMBER:Buku "Yang Ringan Yang Jenaka" karangan M Quraish Shihab

Tuhan Memberiku Banyak Anugerah


Namaku Aini (nama samaran), aku dilahirkan di sebuah kota besar di Timur Indonesia, usiaku saat ini 27 tahun dan memilki satu adik dan dua orang kakak. Perjalanan hidupku memang mengalami banyak liku-liku, suka duka, bahkan kepahitan hidup yang membuatku terus meneteskan air mata, hingga rasanya pada titik tertentu air mata ini habis terkuras oleh kepedihan hidup.

Pada mulanya kehidupanku terasa berjalan sangat normal. Keluarga kami cukup dihormati, karena ayahku adalah seorang kepala bagian di sebuah BUMN. Ayah adalah seorang sosok yang begitu hangat terhadap keluarga, walau dari mulutnya jarang terucap kata-kata sayang dan cinta, namun dari perlakuannya terhadap kami, aku yakin bahwa ayah amat menyayangi kami sekeluarga. Namun untuk urusan pendidikan, ayah bersikap sangat tegas dan keras.

Kebahagiaan semasa kecil, ternyata berlalu dengan sangat singkat. Semua bermula dengan jatuh sakitnya kakakku yang tertua, Sebut saja namanya Irfan (nama samaran). Irfan adalah anak kesayangan ayah, yang menurut ayah anak terpintar di keluarga dan kelak akan dapat membahagiakan kami semua.

Sakitnya Irfan membuat keluarga terutama ayah, begitu tertekan. Di pagi hari, tiba-tiba rumah kami dipenuhi sanak famili. Dan seorang tante membisikan ketelingaku bahwa Irfan sudah meninggal dunia. Seketika bumi sepertinya hendak runtuh dan aku menjerit histeris. Tak lama berselang mobil jenzah tiba, kulihat tubuh kakakku terbujur kaku.

Beberapa bulan sejak kepergian Irfan, ayah memutuskan untuk pindah tempat tinggal. Menurut ayah kenangan yang ada di rumah selalu mengingatkan ayah pada almarhum Irfan. Setelah menjual rumah dan tanah, ayah lantas mengambil pensiun dini dan mencoba menjadi pengusaha dengan membeli beberapa kios untuk berjualan. Namun usaha yang dirintis ayah tidak membuahkan hasil.

Lambat laun, keadaan ayah semakin melemah. Ayah yang semula kukenal sebagai seorang penuh dengan fitalitas dan semangat, saat itu mulai sering berputus asa. Ia selalu saja mengatakan jika Irfan masih hidup, mungkin kehidupan keluarga tidak akan seperti ini. Setelah itu beliau jatuh sakit. Saat diperiksa dokter yang merawatnya mengatakan bahwa ayah mengalami depresi dan tekanan mental yang luar biasa hingga di otaknya ditemui sesuatu yang ganjil.

Di saat keadaan yang serba sulit itu bertambah sulit saat kakak keduaku mengalami perilaku yang tak lazim. Ia mulai suka menyendiri dan bahkan berbicara sendiri, pergi pagi hari dan puang saat malam menjelang. Semakin lama tingkahnya semakin menghawatirkan, seringkali ia marah-marah tanpa sebab, berteriak dan menangis. Dan semua itu semakin memperparah keadaan ayah.

Dua tahun lamanya kami berjuang untuk kesembuhan ayah dan kakakku. Seringkali ibu harus mondar-mandir dari kamar ayah untuk menghiburnya, lalu ke kamar kakak untuk meredakan emosinya. Itu semua membuat keadaan ekonomi kami semakin hancur, karena ibu terpaksa harus mempergunakan tabungannya untuk keperluan sehari-hari dan pengobatan ayah serta kakakku.

Beberapa minggu kemudian, ayah akhirnya tak kuasa lagi memendam tekanan batinnya, beliau akhirnya menghebuskan nafasnya yang terakhir, dalam kematiannya yang begitu menyedihkan, ayah membawa luka hati karena menyaksikan anak keduanya mengalami gangguan jiwa dan aku hanya bisa menjerit histeris dan sekali lagi air mata ini mengalir deras membasahi seluruh jiwa yang lara.

Namun, hidup memang harus kami lanjutkan. Selanjutnya aku tumbuh menjadi remaja yang yang tak termotifasi dengan hal apapun. Kalaupun aku berkuliah, itu karena aku tak tega dengan ibu yang ingin melihatku berhasil dalam pendidikan. Itupun sering terganggu dengan keadaan kakak yang terus saja membuat ibuku susah bahkan tak jarang ibu menangis dan merintih teramat sedih, menahan beban hidupnya yang demikian pahit.

Dengan susah payah aku mencoba berkonsentrasi menyelesaikan kuliahku. Kadang-kadang aku harus meminjam uang dari teman-teman untuk membayar kembali mata kuliah yang harus kuambil ulang, karena uang kuliah yang diberikan ibu seringkali kupakai untuk hal-hal yang tidak semestinya.

Dan aku harus menerima resiko dari apa yang telah aku lakukan. Satu persatu teman seangkatanku lulus dan mendapat pekerjaan dan aku tertinggal dengan hutang-hutang yang harus aku bayar. Aku hanya bisa memohon kiranya Tuhan memberiku kekuatan agar aku mampu melewati cobaan demi cobaan.

Perlahan-lahan mulai nampak jalan terang. Untunglah Tuhan masih memberiku jalan. Aku mencoba meneruskan usaha yang dirintis ayah dan juga memberikan les privat buat anak-anak tetanggaku, dan mulai mengumpulkan uang hingga aku bisa membayar hutang dan melunasi cicilan uang kuliahku. Dan akupun berhasil menyelesaikan kuliahku walau dengan hasil yang pas-pasan.

Semakin hari aku semakin sadar bahwa hidup tanpa Tuhan adalah kebodohan dan aku lebih baik mati daripada hidup jauh dari Tuhan. Aku yakin bahwa keberhasilanku mengatasi permasalahan hidup adalah juga karena kuasa-Nya. Aku merasa selama ini tak pernah mensyukuri apa yang telah aku dapatkan, padahal masih banyak orang yang lebih menderita dari aku, Dan kini aku sadar, bahwa Tuhan telah memberiku banyak anugerah yang tidak aku sadari.

SUMBER:perempuan.com

Mengapa Berita Buruk Lebih Banyak Daripada Berita Baik?


Mengapa kita lebih banyak menyebarkan berita-berita kejahatan daripada berita-berita kebaikan? Kalau dikatakan ada seseorang yang mencuri, menipu, berkhianat, atau menyogok, atau kecanduan minuman keras atau perjudian, maka berita itu akan tersebar ke semua pelosok di mana terdapat sahabat, kenalan dan teman.

Dan kalau diberitakan bahwa si A adalah seorang yang jujur, suci dan menolak menjual dirinya, maka berita ini akan terhenti dimana dia bermula dan orang-orang akan mengangguk-anggukan kepala mereka sambil mendiskusikannya dan berusaha untuk membantah berita baik itu.

Orang-orang menerima berita keburukan dengan penerimaan yang baik dan tidak membebani diri untuk membahas dan meneliti kebenarannya. Mereka menerimanya seakan-akan sesuatu yang berharga, lalu menyebarluaskannya di semua tempat, bahkan dengan penambahan-penambahan yang dibutuhkan oleh situasi dan kondisi. Jika meluas siklus berita itu, ia menjadi mitos/ berita besar sehingga kalau kadar yang dicuri, misalnya seribu pound, maka pada akhir perjalanan, berita tentang jumlah yang dicuri paling sedikit mencapai sepuluh ribu pound.

Adapun berita yang mengandung sesuatu yang baik, maka dengan sangat cepat dia terkubur akibat kematian mendadak, bagaikan serangan jantung. Kalaupun ia mendapat kesempatan untuk hidup beberapa saat sehingga berkeliling sekali atau dua kali keliling, maka ia menjadi semakin 'kurus' dan lemah, bahkan seringkali beralih dari berita baik menjadi buruk atau disampaikan disertai dengan anggukan kepala, gumam dan cibiran bibir yang mengandung makna keraguan tentang kebenarannya, atau bahwa berita tersebut adalah berita aneh yang sulit dipercaya.

Bagaimana menafsirkan fenomena ini? Penafsirannya adalah: kejahatan terpendam dalam jiwa. Kita semua memiliki kesalahan, keburukan, nafsu yang mendorong kepada kejahatan. Sehingga ketika kita mendengar berita yang sejalan dengan hal-hal di atas, jiwa menjadi senang, bahkan menambahnya karena dia kita anggap sebagai pembenaran atas kelemahan pribadi kita (kalau kita menganggap diri kita lemah), atau pembenaran atas niat memerkenankan kelemahan itu (kalau kelemahan tersebut masih dalam proses), atau sebagai alasan untuk melakukan tindakan kalau kita masih menahan diri dalam koridor yang tertutup oleh akhlak dan kondisi.

SUMBER: dari buku 'Yang Ringan Jenaka' karangan M Quraish Shihab

Perjuangan Keras Si Kupu-Kupu


Suatu hari dalam pelajaran Biologi di sebuah sekolah, seorang guru akan mengajarkan tentang bagaimana proses ulat berubah menjadi kupu-kupu yang cantik. Untuk memberi gambaran langsung dari penjelasan yang akan dia berikan, guru Biologi ini membawa kepompong gemuk yang siap merekah.

Di tengah pelajaran, saat si kepompong belum bereaksi, sang guru mendapat panggilan untuk keluar kelas sejenak. Sebelum pergi, dia berpesan kepada para murid di kelas itu agar tidak mengganggu dan membantu apa pun yang terjadi pada kepompong itu.

Sejenak kemudian kepompong mulai bergerak-gerak, anak-anak pun mengerubung di dekatnya. Sebagian besar dari mereka belum pernah melihat kupu-kupu keluar dari kepompong, sehingga mereka sangat antusias.

Ketika ujungnya telah keluar sedikit, kupu-kupu itu nampak begitu kesulitan untuk keluar. Badannya menggeliat-geliat terus menerus tanpa menunjukkan hasil yang berarti. Ujung sayapnya telah terlihat, namun tidak juga bisa keluar sepenuhnya. Kupu-kupu itu terus berusaha.

Seorang anak berseru, "dia pasti kesakitan!"

Teman-temannya menyahut tanda setuju, namun tidak ada yang bergerak karena ingat pesan guru Biologi itu. Segera anak yang berseru tadi segera maju, dan terdorong rasa kasihan dia mulai membantu kupu-kupu itu keluar dengan menyobek sedikit demi sedikit kepompong pembungkusnya. Akhirnya si kupu pun keluar dengan mudah dan nampak mengepak-ngepak lemah.

Anak-anak kembali ke tempat duduknya dan beberapa saat kemudian guru Biologi itu kembali. Melihat kupu-kupu itu di meja dan bertanya kepada kelas tersebut, siapa yang telah membantu kupu-kupu itu keluar. Anak tadi mengangkat tangannya dan mengaku.

"Baiklah.. sekarang kupu-kupu itu tidak akan bisa terbang selamanya", jawab guru itu sambil tersenyum sabar.

Kemudian dia menjelaskan, perjuangan keras kupu-kupu itu saat keluar dari kepompong justru menguatkan sayap-sayapnya sehingga dia bisa terbang saat sudah bebas nanti. Membantunya keluar dari kepompong memang membuat kupu-kupu itu keluar lebih mudah, namun setelah itu dia tidak bisa ke mana-mana karena tidak mampu menggerakkan sayapnya.

Kupu-kupu seperti halnya diri kita atau orang-orang yang kita sayangi. Bebas dari penderitaan dan membantu orang lain untuk bebas dari penderitaan itu memang harus, namun jangan pernah melompati prosesnya. Jalani semuanya, karena dengan itu Anda akan menjadi pribadi yang lebih kuat.

Kerabat Imelda...Kadang kala kita harus membiarkan kesulitan menyiksa diri kita, atau menyiksa orang-orang yang kita sayangi.

SUMBER:kapanlagi.com

Aku Mau Berubah


Dikisahkan, di sebuah seminar motivasi, setelah mendengar banyak kiat-kiat dan pelajaran di sana, saatnya para peserta pulang dengan membawa kesan dan semangat yang membara untuk dipraktikkan di kehidupan mereka lebih lanjut.

Di antara mereka, beberapa orang yang merasa sangat terbantu setelah mengikuti seminar tersebut, memberitahu teman dan saudara-saudaranya bahwa seminar yang diikutinya sangat bagus dan luar biasa. Kemudian, mereka mulai melakukan anjuran yang diajarkan serta mengalami perubahan cara pandang & kebiasaan. Di kesehariaannya, mereka berusaha terus menyemangati diri sendiri, aktif mengikuti kegiatan yang positif, mengarahkan seluruh perhatiannya pada usaha yang dijalankan, dan hasilnya....perubahan yang luar biasa di kehidupannya! Mereka mengalami kemajuan yang berarti dan mensyukuri hal itu!

Ada kelompok yang lain. Setelah mengikuti seminar, mereka juga tampak bersemangat, bersiap-siap untuk mengadakan perubahan, membuat rencana sedetail mungkin. Sayangnya, setelah beberapa saat, rencana yang dibuat tetaplah rencana. Ada mental block karena kebiasaan yang dijalani selama ini, yakni malas, suka menunda, tidak bisa menerima penolakan, cepat putus asa saat mengalami benturan, serta cara pandang yang negatif terhadap sekelilingnya. Akhirnya mereka kembali ke pola lama dan mulai menyalahkan keadaan di sekelilingnya yang dituduh tidak mendukung.

Akhirnya, saat ditanya, Anda pernah mengikuti seminar motivasi? "Oh ya. Saya pernah mengikutinya, seminar yang bagus, pesertanya banyak dan pembicaranya hebat! Tapi, apa yang diajarkan tidak mudah untuk dijalankan. Karena sukses kan milik orang-orang tertentu dan sayangnya saya bukanlah orang itu."

Ada kelompok yang lain lagi. Setelah mengikuti seminar, mereka pun mulai mencoba membuat perubahan. Sayangnya, upayanya tidak terlalu kuat. Maka, saat orang-orang di sekelilingnya tidak menyukai perubahan yang dicobanya, dia pun merasa dijauhi dan tidak diterima di lingkungannya. Akhirnya, sudah bisa ditebak kan?

Kerabat Imelda....Seminar sehebat apapun, teknik secanggih apapun, rumus teori seampuh apapun, selamanya tidak akan mampu mengubah manusia jika manusia itu sendiri tidak mau mengubah dirinya sendiri!

Bagi saya, kehidupan adalah ruang kuliah atau tempat belajar tanpa batas. Seorang "pembelajar sejati" bisa menjadi guru bagi dirinya sendiri. Sementara seorang "pembelajar tulen" akan cepat sekali menyerap apa yang terjadi di sekelilingnya dan dengan cerdas mampu mencerna sebagai bahan belajar untuk kemajuan karier dan hidupnya.

Jadi akhirnya semua kembali pada diri sendiri;bagaimana kita mengelola pikiran dan sikap mental dalam menghadapi perubahan, sekaligus secara tegas mau berubah hingga mampu mengaktualisasikan diri sampai ke puncak kesuksesan! Salam sukses luar biasa!!


SUMBER:Andrie Wongso - www.andriewongso.com

Resep dari Malaikat


Seseorang yang berputus asa karena kesempitan hidupnya memutuskan untuk bunuh diri. Ia mengambil sebilah pisau untuk menikam jantungnya, tetapi tiba-tiba ia merasa takut mati dengan cara itu, maka ia memutuskan untuk bunuh diri dengan meminum racun.

Cara ini pun dia batalkan karena katanya, "saya akan terlalu lama kesakitan. Manjatuhkan diri dari puncak gunung akan merenggut nyawaku lebih cepat," begitu pikirnya.

Namun setelah sampai dipuncak, ia takut melihat curamnya lembah. Maka ia memutuskan untuk meminta bantuan orang lain agar merenggut nyawanya. Namun, setiap orang yang ditemuinya merasa heran dan enggan memenuhi perminataan tersebut.

Akhirnya ia bertemu 'seseorang' yang dimohonnya agar mencabut nyawanya. Yang ditemuinya bertanya:

"Apakah Anda mengenal saya?"
"Tidak," jawab orang yang ingin bunuh diri.
"Saya adalah Izrail, malaikat pencabut nyawa," ujar sosok itu.
"Aduhai, telah lama saya mencari Anda. Tolonglah cabut nyawaku!!"
"Tidak! Aku hanya mencabut nyawa jika ada perintah Allah, dan aku belum mendapat perintah-Nya menyangkut dirimu," jawab malaikat pencabut nyawa.

Setelah menguraikan sebab keinginannya mengakhiri hidupnya, malaikat memberinya 'resep' agar memperoleh rezeki, berupa ramuan yang dapat menyembuhkan penyakit. Malaikat berpesan, "Berilah pada pasienmu dan perhatikanlah, jika kau melihatku berada pada arah kepala pasien, maka ketahuilah bahwa ia akan segera mati. Engkau tidak perlu mengobatinya, dan bila Engakau melihatku berada di arah kakinya, maka obatilah ia karena ajal yang ditetapkan Allah baginya belum tiba."

Suatu ketika dia sendiri yang sakit. Ramuan malaikat pun disiapkannya untuk mengobati dirinya, tapi ia melihat malaikat berada pada arah kepalanya, maka ia memutar posisinya, namun malaikat ikut memutar posisi sambil berkata, "Dahulu Engkau enggan hidup dan mengharapkan mati, tapi Allah belum menghendaki. Kini Engkau enggan mati, tapi Allah memerintahkanku mencabut nyawamu. Sudi atau tak sudi, Engkau harus kembali kepada-Nya karena ajalmu telah tiba."

SUMBER: Dari buku "Yang Ringan Yang Jenaka" karangan M Quraish Shihab

Rahasia Masakan Ibuku


Selama ini tampaknya para ibu punya rahasia. Setiap kali pergi jauh ke luar kota, rasanya ingin sekali makan masakan ibu. Bahkan, masakan koki di restaurant terkenal belum tentu mengalahkan masakan ibu.

Masakan ibu mungkin sederhana, tetapi di setiap sendok dan cecapan rasanya ada yang berbeda, sungguh istimewa. Apakah mungkin caranya memotong setiap sayuran? Apakah penyedap rasa khusus yang dibeli ibu di pasar? Atau ibu pernah belajar memasak dari koki terkenal?

Dengan senyumnya yang mendamaikan, ibu menggelengkan kepalanya. Ibu tidak punya teknik khusus untuk memotong sayuran. Tidak pula menggunakan penyedap rasa yang dibeli di pasar, apalagi penyedap rasa dikatakan tak baik untuk kesehatan. Ibu tak pernah memakainya. Ibu juga tak pernah belajar dari koki terkenal. Semua masakan ibu dipelajari lewat turun temurun, dan terkadang lewat potongan resep yang dibaca di tabloid.

Lantas apa rahasia di balik masakanmu, bu?

Dikeluarkannya sebuah kotak dari dapur. Kotak itu tak terlalu besar, mungkin berukuran 20 x 20 cm. Tampaknya kotak itu sudah tua usianya, bisa jadi ini adalah warisan nenek moyang yang membuat masakan ibu jadi super lezat. Berbinarlah aku hendak diberi tahu rahasia oleh ibu. Sebentar lagi, masakanku pasti sama lezatnya dengan masakan ibu, pikirku.

Dengan penuh semangat kubuka kotak itu. Matakupun membisu. Dalam bayanganku, ada bumbu rahasia yang digunakan ibu. Namun kotak itu tak lebih dari kotak kayu kosong dengan ukiran indah yang tampak kuno. Ah ibu, aku sedang tak ingin bercanda nih bu. Tunjukkan padaku, apa rahasia masakan ibu?

Masih tersenyum ibu pun memintaku untuk melihat lagi ke dalam kotak tua itu. Kali ini kupejamkan mata terlebih dahulu, berharap setelah ini aku melihat serbuk ajaib dari negeri peri atau semacamnya. Lagi, kubuka mata dan masih kotak kosong di depanku. Aku pun tertunduk lesu. Diraih tanganku oleh ibu, sambil berbisik, diceritakannyalah rahasia masakan ibu.

Cinta.

Rahasia yang selama ini seharusnya aku tahu. Bahkan tanpa membuka kotak itu, dan membayangkan serbuk peri, bumbu rahasia, atau semua khayalan bodohku. Ah, ya benar bu. Cintalah yang ada di setiap menu masakanmu. Yang membuatnya istimewa dan mengalahkan menu koki restaurant terkenal manapun. Akan kubawa rahasia masakanmu ini bu, kelak keluarga dan anak cucuku juga akan selalu merindukan masakanku.

SUMBER:Agatha Yunita - kapanlagi.com

Adzan Itu Terus Terngiang Di Telinganya


Dua bulan lalu saya datang ke Islamic Center. Kedatangan saya tersebut memang atas undangan panitia sebuah acara yang digelar di tempat itu untuk menjadi pembicara mengenai Islam kepada organisasi-organisasi atau forum non muslim. Kebetulan hari itu ada beberapa warga negara asing yang ikut hadir dalam acara tersebut. Dan saya diberi waktu bicara selama hampir dua jam, dan tak ada reaksi berlebihan saat itu.

Namun saat berada dikantor, sekitar pukul satu siang saya didatangi oleh seorang perempuan bule dengan kerudung yang rapih. Saya sedikit terkejut sebab ketika masuk ke ruangan saya dia mengucapkan salam dengan sangat fasih, bahkan hampir saja saya mengira kalau yang bersangkutan itu adalah orang Syam (Palestina, Jordan atau Libanon).

Saya kemudian mempersilahkannya duduk dan menanyakan maksud dan tujuannya serta berasal dari mana. Sesaat kemudian ia menjelaskan tentang dirinya, ia mengaku bernama Helen (nama samaran), ia adalah seorang turis yang berasal dari Amerika Serikat dan bermaksud ingin mengetahui lebih dalam tentang agama Islam. Kebetulan ia turut hadir dalam acara di Islamic Center sehari sebelumnya dan mengetahui dimana saya berkantor dari panitia pelaksana.

Kemudian saya mulai bertanya dari mana ia belajar tentang salam hingga bisa sefasih itu. Helen dengan senyum mengmbang mengatakan bahwa ia sangat fasih berbahasa arab karena ia pernah beberapa tahun tinggal di Arab dan belajar bahasa arab. Mendengar hal itu saya hanya bisa mengangguk-anggukan kepala saya. Tanpa terasa percakapan saya dengannya memakan waktu cukup panjang hingga saya akhirnya tahu persis asal-usulnya.

Saya kemudian beratanya mengapa ia sampai memiliki keinginan untuk mengetahui lebih dalam tentang Islam. Dari mulutnya mengalir cerita, bahwa ia telah lama mengenal Islam, dan sejak sepuluh tahun yang lalu ada sesuatu yang selalu mengganjal dalam hidupnya, dan saat ini ia merasa bahwa gangguan itu bisa dapat teratasi dengan kedatanganya ke tempat saya.

Sejenak saya merasa bingung, dan kembali bertanya, apa yang mangganjal dalam hidupnya dan mengapa ia memiliki keyakinan bahwa ganjalan tersebut akan segera hilang saat ia datang ketempat saya. Tiba-tiba saja Helen yang sejak kedatanganya nampak tegar dan selalu tersenyum, kini meneteskan air mata, dan mengungkapkan ganjalan hidup yang selama hampir sepuluh tahun ia rasakan.

Sebenarnya Helen telah lama memendam keinginan untuk menjadi seorang muslim, namun ada beberapa hal yang ia khawatirkan, terutama tentang karirnya. Ia takut jika masuk Islam karinya akan segera berakhir, karena pengalaman yang dia lihat selama ini di beberapa negara Muslim. Menurutnya, mayoritas wanita Muslim di negara-negara Muslim tidak bekerja dan lebih memperioritaskan dirinya kepada pekerjaan-pekerjaan rumah saja.

Saya kemudian mencoba menjelaskan ke Helen bahwa tidak ada peraturan dalam Islam yang membatasi karir kaum wanita. Walau memang perlu diketahui bahwa karir itu akan dilihat kepada prioritas-prioritas tuntutan hidup. Kalau seandainya menjadi ibu rumah tangga itu menjadi tuntutan utama bagi perempuan, dan ketika dipaksakan untuk meniti karir di luar maka berarti terjadi “kesemrawutan” dalam hidup.

Dari penjelasan-penjelasan yang cukup panjang itu nampaknya Helen sudah banyak tahu. Cuma ada semacam ketakutan tersendiri bahwa nantinya setelah menjadi Muslim dia akan dilarang untuk berkarir. Kini Helen nampak lebih tenang. Hampir tidak berbicara dan bahkan beberapa kali saya pancing untuk bertanya juga tidak dihiraukan.

Tiba-tiba saja sekali lagi nampak berlinang airmata dan mengatakan: “Ada sesuatu yang harus saya katakan kepada anda,” katanya sambil mengusap air matanya yang mulai menetes. Sepuluh tahun lalu ia mendengar suara azan saat ia berada di Suriah dan saya mengatakan bahwa suara Adzan orang-orang suriah itu sangat indah, tapi kemudian ia menatap mata saya dengan sungguh-sunguh, sambil mengatakan bahwa suara Azan yang indah tersebut tak pernah mau hilang dari telinganya dan ia merasa bahwa ia harus mendengarkan ajakan itu setiap saat.

Tanpa sadar, saya langsung mengatakan “Subhanallah!”. Ternyata dia juga sudah tahu maknanya. Saya kemudian berkata “Sister, God is loving you. Your heart is being attached to the divine inspiration, and I am sure you are being blessed with that”. Nampak Helen hanya menangis mendengar nasehat-nasehat saya itu. Akhirnya, setelah memanggil dua saksi, Jemie dengan berlinang airmata secara resmi menerima Islam sebagai jalan hidupnya yang baru. Allahu Akbar.

SUMBER:perempuan.com

Kisah Pencari Kayu Bakar

Alkisah, di sebuah desa di pinggiran hutan, ada tiga anak muda yang pekerjaan sehari-harinya mencari kayu bakar di hutan. Potongan kayu-kayu kecil yang ada di hutan itu dikumpulkan untuk dijual ke desa lain.Hasilnya, digunakan untuk membeli kebutuhan hidup mereka dan keluarganya.

Suatu hari, ketika sedang mencari kayu bakar, ketiganya menemukan sebuah kotaknya yang aneh. Ketika dibuka, mereka sangat terkejut! Rupanya di dalam kotak itu terdapat begitu banyak perhiasan yang terbuat dari emas. Lalu mereka bertiga berembuk dan keputusannya adalah perhiasan yang mereka temukan itu akan dibagi tiga sama rata.

Namun sebelum perhiasan itu dibagi, ketiga pemuda itu sepakat untuk makan siang terlebih dahulu. Lalu pemuda yang usianya paling muda diminta mengambil sebatang emas dan pergi ke desa terdekat untuk membeli makanan yang paling enak.

Ketika dia pergi meninggalkan teman-temannya, kedua temannya menyusun rencana untuk membunuhnya agar perhiasan itu bisa dibagi untuk berdua saja; dengan begitu masing-masing akan mendapatkan bagian lebih banyak.

Sewaktu pemuda yang berangkat pergi untuk membeli makanan, tiba-tiba dia juga terpikir suatu pikiran negatif! Dia berpikir, "Jika makanan yang saya beli ini diberi racun, kedua temanku pasti akan meninggal setelah memakannya. Dengan demikian perhiasan itu akan menjadi milikku sepenuhnya!" Maka, setelah membeli makanan, dia lalu mampir ke sebuah kedai yang menjual racun serangga dan diam-diam menaburkannya pada makanan yang baru dibelinya itu. Kemudian, dia bergegas kembali ke hutan.


Ketika sampai di tempat perhiasan itu ditemukan, tanpa disangkanya, kedua temannya ini langsung melampiaskan niatnya untuk membunuh, dan pemuda malang itu pun meninggal. Jenazahnya kemudian disingkirkan, dibuang di sebuah semak-semak yang lain. Puas karena niatnya terlaksana, serta merasa sangat lapar, kedua pemuda itu sepakat untuk menikmati makanan yang tadi dibeli oleh temannya. Dengan rakus, mereka malahapnya sampai habis dan akhirnya meninggal karena keracunan.


Singkat kata, ketiga pemuda ini tewas karena pikiran negatif yang mereka pikirkan.


Kerabat Imelda, jika kita berpikiran negatif pada seseorang, tentu ada orang lain yang juga akan berpikiran negatif pada diri kita. Inilah hukum timbal-balik; memang tidak kelihatan, tetapi bisa terjadi kapan saja.

Pikiran negatif yang dikembangkan tidaklah membawa kebaikan pada diri kita; sebaliknya justru akan membawa kehancuran bagi diri sendiri. Olah karena itu, berpikirlah positif terhadap orang lain, agar ada orang lain yang berpikiran positif terhadap diri kita. Jangan mudah untuk menuduh, menghakimi, dan menilai seseorang sebelum kita mengetahui lebih dekat. Lebih baik kembangkan pikiran netral, yaitu lihatlah dahulu, dengarkan, dan kemudian baru memberikan respons. Ini lebih tepat.


SUMBER:Soegianto Hartono - andriewongso.com

Kebaikan Lewat Segelas Susu


Cerita ini disarikan seperti tulisan asli di sebuah blog, seperti dikisahkan oleh seorang dokter bernama Howard Kelly.

Suatu hari, seorang anak laki-laki berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengantarkan koran seperti biasanya. Karena dari keluarga kurang mampu, ia harus terbiasa bekerja sejak kecil untuk membiayai sekolahnya sendiri. Bekerja sepanjang hari terkadang ia harus menahan lapar, tanpa makan dan tanpa minum. Hal itu sudah biasa ia rasakan, sampai suatu saat ia tak mampu menahan rasa lapar di perutnya.

"Oh, tidak. Aku harus makan sesuatu, perutku terasa sangat sakit," katanya bergumam pada diri sendiri.

Ia pun memutuskan, di rumah terakhir nanti ia akan memberanikan diri meminta makanan untuk ia sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Ia pun mulai melatih setiap kalimat yang akan ia katakan. "Permisi, saya hendak mengantarkan koran. Bolehkah saya meminta sesuatu untuk dimakan?" gumamnya lagi. Berulangkali kalimatnya dibenarkan dan disusunnya ulang. Dalam hatipun ia berdoa, semoga pemilik rumah terakhir nanti berbaik hati memberikannya sepiring nasi goreng untuk mengenyangkan perutnya.

Tak disangka, begitu pintu dibuka, sang anak tersebut justru gugup. Ia takut bahwa ia akan diusir dan dimaki. Alhasil, dari bibirnya ia hanya dapat berkata, "bolehkah aku meminta segelas air putih. Aku haus," katanya. Namun wanita muda yang membukakan pintunya tahu benar, anak kecil itu tampak lemah dan kelaparan. "Harus bangun sepagi ini dan mengantarkan koran, kau pasti kelaparan," kata wanita itu sambil menyodorkan segelas penuh susu kental. Diminumnya susu itu perlahan, "berapa aku harus membayarnya?" tanyanya polos. Wanita itu menjawab, "tak ada yang harus kau bayar. Ibuku mengajarkan untuk tidak mengharapkan apapun saat berbuat kebaikan." Setelah hari itu, Howard Kelly, anak kecil pengantar koran itu selalu hidup dalam semangat dan tak kenal menyerah. Ia berjuang keras untuk mencukupi kebutuhan sekolahnya, serta tak menyia-nyiakan kesempatannya bersekolah.

Bertahun-tahun kemudian, Dr. Howard Kelly mendapat panggilan kritis dari salah seorang pasien yang baru saja dibawa dengan ambulan. Melihat kota asal pasien wanitanya yang merupakan kota kelahirannya, ia pun bergegas dengan penuh rasa penasaran. Memeriksa dengan cermat, Dr. Howard Kelly tak akan pernah lupa tatapan lembut wanita yang lekat dalam ikatannya. Ya, belasan tahun lalu, wanita itu telah menyodorkan segelas susu hangat kental agar ia tak kelaparan. Dan kali ini, tiba giliran Howard membalas ketulusan dan kebaikan hatinya.

Dr. Howard Kelly, memutuskan menyembuhkan wanita tersebut sepenuh hati. Menanggung semua biaya rumah sakit dan memeriksa setiap inci tubuh wanita tersebut untuk memastikan ia sudah sehat dan siap pulang ke rumah. Wanita tua itupun cemas, memegang sebuah amplop tagihan rumah sakit. Dan saat membaca isi amplop tersebut ia hanya bisa takjub, air mata perlahan menetes di pipinya.

Dr. Howard Kelly berkata "Paid in full with one glass of milk"

Kebaikan dalam segelas susu, dibalas beratus kali lipat dengan sebuah jasa tak terkira.

SUMBER:kapanlagi.com

KACA JENDELA YANG KOTOR

Ada sebuah quote dari William Blake yang berbunyi: "If the doors of perception were cleansed, everything would appear as it is – infinite. – Jika pintu persepsi dibersihkan, segala hal akan nampak sebagaimana adanya – sangat luar biasa."


Baiklah...sebelum saya menjelaskan maksud dari quote tadi, saya akan menceritakan sebuah peristiwa yang dialami sepasang suami istri. Pasangan tersebut baru pindah ke sebuah kontrakan baru di kampung padat penduduk. Setiap pagi di depan rumah mereka banyak orang sibuk mencuci dan menjemur pakaian.

Pada hari I, sang istri berkomentar, "Aneh ya, kenapa orang-orang kalau mencuci pakaian sama sekali tidak bersih. Kotorannya masih tebal begitu."

Seminggu berlalu, dan sang istri selalu berkomentar bahwa cucian warga yang dijemur di depan kontrakan mereka itu masih sangat kotor. Selama seminggu sang suami hanya diam saja mendengar komentar-komentar istrinya. Lalu pada hari ke-8, si istri memberikan komentar lagi seperti biasa.

"Nah, itu baru bersih. Pak, lihat cucian mereka sekarang menjadi bersih sekali. Tapi kenapa kemarin-kemarin cucian mereka begitu kotor ya?" gumam si istri.

"Tadi pagi saya bangun pagi-pagi sekali. Saya bersihkan semua kaca jendela rumah kita sampai betul-betul bersih," jawab suaminya seraya pergi meninggalkan si istri yang masih terperangah.

Kehidupan ini berkaitan erat dengan persepsi, yaitu cara pandang berdasarkan pola pikir dan perilaku individu masing-masing. Setiap orang dapat mendeskripsikan situasi atau kejadian secara berbeda berdasarkan penglihatan mereka. Persepsi itu akan mempengaruhi pola pikir serta tindakan kita selanjutnya.

Realitas kehidupan ini terbentuk oleh persepsi kita atau cara pandang kita terhadap segala sesuatu. Apa yang Anda yakini, itulah yang Anda terima. Tetapi seandainya kita mampu mengubahnya (persepsi) menjadi positif, maka segala sesuatu dalam kehidupan ini akan nampak lebih menyenangkan.

Dr. Wayne Dyer mengatakan, "When you change the way you look at things, the things you look at change. – Ketika Anda mengubah cara pandang terhadap sesuatu, maka apa yang Anda lihat akan berubah." Inilah beberapa hal pokok untuk menghancurkan persepsi negatif dan menciptakan kehidupan yang seharusnya Anda nikmati.

Pertama adalah selalu berusaha membiasakan diri fokus pada nilai-nilai positif, maka persepsi kita menjadi lebih positif. Contoh ketika kita fokus pada kekurangan seseorang, maka kita akan terus mencari kekurangannya. Tetapi jika kita fokus pada kebaikan seseorang, maka kita akan terus berusaha mencari kebaikan di dalam dirinya dan semakin tertarik pada orang tersebut, bahkan terinspirasi olehnya.

Mungkin sama seperti awal orang sedang dalam masa pacaran, pasti masing-masing memandang pasangan serasa tak memiliki kekurangan karena yang terlihat kelebihannya saja. Hari-hari senantiasa romantis, sebab dalam hubungan itu masing-masing hanya fokus pada sifat-sifat yang positif dan menarik. Semakin ia fokus pada kualitas positif, maka ia pun melihat pasangan semakin menakjubkan sehingga makin jatuh cinta. Begitupun sebaliknya.

Cara lain untuk menjaga persepsi Anda tetap positif adalah dengan selalu berpikir dan bersikap optimis. Saya sangat sependapat dengan Henry Ford yang pernah mengatakan, "If you think you can or if you think you can't either way you're always right. – Jika Anda berpikir Anda bisa atau jika Anda berpikir tidak bisa, itu pasti terjadi." Berpikir dan bersikap optimis tentu membantu persepsi Anda lebih jernih, sehingga nampak jelas peluang-peluang baru yang dapat menolong situasi Anda atau memandu Anda menuju sukses dan kebahagiaan.

Berpikir terbuka dan bersedia belajar tentang banyak hal merupakan salah satu upaya untuk menjernihkan persepsi. Kehidupan ini sangat lengkap artinya terdiri dari beragam situasi, sebab, macam, dan lain sebagainya. Tidak mungkin seseorang menguasai semua ilmu atau menyelami pikiran banyak orang di dunia. Jadi sebaiknya jangan terburu-buru menciptakan kesimpulan, melainkan mencari pelajaran positif yang dapat dipetik sebagai bekal untuk berpikir dan bertindak lebih bijaksana.

Kalau Anda masih ingat.Beberapa waktu yang lalu, media cetak maupun elektronik di tanah air bahkan luar negri sedang dihebohkan video asusila artis papan atas. Jika benar mereka melakukan tindak asusila itu, bukan berarti semua perilaku mereka negatif. Alangkah bijaksana jika kita menjadikan hal itu sebagai pembelajaran untuk tidak mencoba melanggar norma susila, agama maupun hukum, apapun profesi yang kita jalani, karena dampak buruknya sangat luar biasa tak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga keluarga dan masyarakat.

Jika saya perhatikan, orang-orang yang hidupnya cukup sukses di dunia ini senantiasa menjaga persepsi mereka tetap positif. Sehingga sikap dan tindakan mereka juga positif, contohnya tekun berusaha, rendah hati, disiplin, cermat atau berhati-hati dalam segala hal dan lain sebagainya. Disamping itu, mereka mampu melakukan tanggung jawab dengan baik dan menghasilkan karya luar biasa.

Persepsi seumpama `kaca jendela' untuk melihat segala sesuatu nampak baik atau buruk. Ketika Anda mampu menjadikan persepsi selalu positif, maka Anda juga mempunyai kekuatan untuk melihat segala hal dengan lebih jernih, penuh optimisme, semangat, kasih sayang dan cinta, dan lain sebagainya, sehingga membantu Anda selalu bersikap positif dan tidak menyerah pada keadaan sesulit apapun untuk meraih sukses dan kebahagiaan. Oleh sebab itu, jika Anda ingin mencapai hasil akhir yang menyenangkan, maka jangan pernah membiarkan 'kaca jendela' Anda kotor.

SUMBER:Andrew Ho - motivatorindonesia.com

Senang di Dunia, Senang di Akhirat


Hampir setiap malam, di teras rumah yang berada di depan rumah saya —maksud saya: rumah kontrakan saya— di daerah pinggiran Jakarta, beberapa pemuda selalu menghabiskan waktu selama beberapa jam untuk bersenang-senang: menikmati lintingan ganja. Duduk melingkar sambil membicarakan apa saja.

Wajah-wajah mereka kusam. Mata di wajah mereka merah. Suara-suara mereka terdengar berat khas orang mabuk. Terkadang tertawa terbahak-bahak. Kencang. Dalam kondisi seperti itu tentu saja mereka tidak bisa diharapkan untuk memahami suasana. Justru kami —saya dan beberapa penghuni kontrakan lain, para pendatang— seolah-olah yang diharuskan memahami kesenangan para pemuda setempat itu.

Membiarkan mereka meski kegaduhan mereka terkadang mengganggu. Apalagi rumah yang terasnya mereka tempati untuk nongkrong, penghuninya adalah keluarga muda yang memiliki bayi baru berumur sekian bulan. Mungkin, para pemuda itu berpikir: kami tidak akan berbuat macam-macam jika kalian membiarkan kami menikmati kesenangan kami. Padahal dengan seperti itu pun mereka sudah berbuat macam-macam.

Mereka akan bubar jika lintingan-lintingan ganja itu telah habis. Setelah itu mereka melanjutkan dengan kesenangan yang lain, yaitu bermain remi sambil berjudi kecil-kecilan, sampai dini hari. Hampir setiap hari mereka seperti itu. Kecuali jika mereka kehabisan 'bekal'. Untuk beberapa hari, teras rumah yang berada di depan rumah saya itu akan sepi. Setelah bekal kembali terkumpul, mereka pun melanjutkan kesenangan mereka.

Setiap kali melihat para pemuda itu menikmati kesenangan mereka, saya selalu teringat kisah dalam al-Risslah al-Qusyayriyyah fi 'Ilm al-Tashawwuf, sebuah kitab tentang tasawuf yang telah berusia lebih dari seribu tahun karya Abu Qasim al-Qusyairi.

Suatu ketika, seorang sufi bernama Ma'ruf al-Kurkhi sedang duduk-duduk bersama murid-muridnya. Kemudian, lewatlah rombongan yang tampaknya sedang merayakan sesuatu. Mereka memainkan alat-alat musik dan bernyanyi-nyanyi sambil meminum minuman keras.

"Lihatlah orang-orang itu," kata salah seorang muridnya. "Mereka berbuat maksiat secara terang-terangan. Mereka tidak malu kepada Tuhan. Maka, apalagi kepada sesama manusia."

"Doakanlah mereka agar celaka," kata si murid kepada Ma'ruf.

Di mana-mana, guru akan selalu lebih bijak daripada murid-muridnya. Sebab itulah orang Jawa mengatakan, 'guru' adalah singkatan dari 'digugu lan ditiru' yang artinya 'dituruti dan diteladani'. Jika ada orang yang dianggap guru tapi tak berperilaku selayaknya guru, sehingga tak patut digugu lan ditiru, ia akan tetap menjadi guru, hanya saja dengan singkatan yang berbeda, yaitu 'guru' singkatan dari 'wagu tur saru' yang artinya 'tak pantas dan cabul'.

Ma'ruf al-Kurkhi kemudian mengangkat tangannya. Ia berdoa, "Ya Tuhanku! Seperti mereka bisa bersenang-senang di dunia ini, buatlah mereka bisa bersenang-senang di akhirat nanti."

"Kami tidak memintamu berdoa seperti itu," kata si murid.

Ma'ruf al-Kurkhi menjawab, "Jika di akhirat kelak mereka bisa bersenang-senang, artinya Tuhan mengampuni maksiat mereka di dunia."

Ma'ruf ingin mengajarkan kepada para muridnya bahwa dunia adalah tempat kemungkinan-kemungkinan. Apa yang tampak buruk tidak selalu akan berakhir tetap dalam kondisi buruk. Sebab itu, ia tak perlu dikutuk.

Kerabat Imelda/ Itulah yang disebut dengan al-raja' dalam ilmu tasawuf, yaitu mengharap segala sesuatu menjadi baik, atau berakhir dengan kebaikan. Orang yang menjaga al-raja' dalam dirinya tidak akan pernah merasa puas dengan kebaikan, dan sebab itu ia tidak mengutuk keburukan, tapi berharap keburukan itu akan menjadi atau berakhir dengan kebaikan.

SUMBER:Juman Rofarif - detikramadan.com