Friday, February 26, 2010

Habis Itu? (AKHIR dari SEBUAH PERJALANAN)




Di suatu Pagi yang segar pada musim semi,
Sebuah perahu pesiar berlabuh di sebuah kota kecil di Mexico,
seorang turis Amerika keluar dari perahu itu dan langsung tertarik dengan
seorang nelayan yang sedang asyik memancing di pinggir pelabuhan yang tenang itu
Lalu dia bertanya tentang berapa lama nelayan itu memancing setiap harinya.
"Tidak terlalu lama", jawab orang Mexico itu
"Tetapi, kenapa kamu tidak memancing lebih lama lagi sehingga bisa mendapatkan ikan lebih banyak?" tanya Turis Amerika itu.
Orang Mexico itu menjelaskan bahwa tangkapan sejumlah itu sudah cukup untuk kebutuhan dian dan keluarganya.
"Lalu habis itu kamu ngapain?"
"Setelah pagi hari memancing sebentar lalu aku mengantar anak-ku sekolah, bermain bersama anak-anak, bergembira dengan istri di rumah, lalu menikmati sore bersama sahabat, dan mendekatkan diri kepada Tuhan dalam Ibadah rutin hingga malam"
"Hemm…, saya MBA dari Harvard University, aku bisa membantumu! Kamu harus bekerja lebih lama sehingga bisa menjual ikan lebih banyak. Dengan pendapatanmu yang berlebih kamu bisa membeli perahu yang lebih besar." orang Amerika yang bertubuh jangkung itu memberi nasehat...
"Habis Itu?" tanya orang Mexico
"Dengan perahu besarmu, kamu akan memiliki pendapatan yang dobel dan segera bisa membeli perahu ke dua, ketiga dan seterusnya.
"Habis Itu?"
"Kamu menjadi pengusaha Ikan yang kaya raya, dan mungkin sudah mempunyai sebuah pabrik pengepakan ikan"
Habis Itu?" sang nelayan terus mengejar
"Habis itu kamu bisa menghabiskan waktumu memancing seharian di sebuah pelabuhan yang tenang dan mengantar cucumu sekolah, bergembira bersama keluarga, bahkan menikmati sore hari bersama sahabat dan terus mendekatkan diri kepada Tuhan di masa tuamu"
"Menurutmu kapan aku bisa seperti itu?"
"yahhh, 10-20 tahun dari sekarang?" jawab sang MBA dari Harvard itu mantab
"Hemmm… untuk yang kamu sebutkan tadi AKU BISA MENIKMATINYA HARI INI… kenapa harus menunggu 10-20 tahun lagi…" ujar sang nelayan tak kalah mantabnya sembari asyik memainkan pancingnya.
Demikianlah KI/… kadang kita berlari mengejar kebahagiaan hingga ke ujung dunia
Bahkan ada sebagian kita berlari mengejar harapan yang tak berujung'
Bahkan ada sebagian kita tak tahu mengejar apa
Sementara kebahagiaan itu adalah ketika kita MENIKMATI dan MENSYUKURI apa yang sudah di tangan kita
… jadi silahkan
"make your day"
"celebrate your day"
"menikmati dan mensyukuri semua pencapaian hari ini
Lalu kembali mengejar impianmu dengan tenaga lebih…."


dari milis motivasi

Saturday, February 20, 2010

Apel Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

"Seperti pohon Apel selalu berbuahkan Apel, kebiasaan baik Anda tidak
akan pernah menghasilkan sesuatu yang buruk."

Anton dan Nia adalah sepasang suami isteri. Mereka berencana untuk
menikmati liburan berdua ke Bali, karena kebetulan Anton ada tugas
dari kantornya. Mumpung ke sana, Anton bermaksud memperpanjang masa
tinggalnya sekaligus liburan bersama isterinya. Puteri mereka yang
sudah menginjak usia remaja tidak diajak serta karena waktu
perjalanan mereka bukanlah hari libur sekolah.

Pagi hari itu, beberapa saat setelah puteri mereka berangkat ke
sekolah dengan kendaraan umum, mereka juga segera berangkat dengan
menggunakan taksi. Nia marasa senang karena bisa ikut serta suami
untuk refreshing. Ia sudah membayangkan suasana santai, lepas dari
kesibukan sehari-hari, paling tidak untuk beberapa hari nanti.
Persiapan sudah ia lakukan sebaik-baiknya. Mulai dari baju renang
sampai kacamata hitam. Lalu lintas tidak begitu padat pagi itu,
sehingga taksi yang mereka tumpangi bisa berjalan dengan lancar.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba laju taksi melambat karena padat.
Rupanya di sisi kiri jalan, terjadi kecelakaan. Sebuah mobil Angkutan
Perkotaan terguling dengan posisi terbaring. Kerumunan orang yang
bermaksud menolong para penumpang yang masih terjebak di dalam mobil
membuat lalu lintas terhenti. Termasuk taksi Anton dan Nia.

Tentu saja Nia menjadi senewen, "Waduh, bisa ketinggalan pesawat
kita!" katanya. Anton diam saja, karena ia justru tergerak untuk ikut
turun dan membantu orang banyak itu mengeluarkan penumpang dari dalam
Angkutan Kota yang malang itu. "Sebentar ya Ma!" katanya sambil
membuka pintu taksi dan beranjak keluar. "Hey, mau kemana?! Sudah
banyak yang menolong, nggak usah ikut-ikutan! " kata Nia berusaha
mencegah Anton turun. Namun Anton tetap bergegas, tanpa menghiraukan
teriakan isterinya. "Ton, kita ketinggalan pesawat nanti!" teriak Nia
kembali, namun percuma karena Anton segera hilang di tengah
kerumunan.

Nia tentu saja kesal. Anton memang tipe orang yang ringan tangan.
Kalau melihat orang lain dalam keadaan kesulitan pasti dia akan
berusaha menolong, bahkan dalam keadaan yang sulit sekalipun,
termasuk saat itu, ketika mereka sebenarnya harus mengejar pesawat
mereka ke Bali.

Tiba-tiba dari kerumunan itu muncul Anton sambil memapah dua orang
gadis yang kepalanya berlumuran darah. Astaga! Salah satu dari dua
gadis itu ia kenal betul! Ia adalah Dinda, puterinya sendiri yang
tadi berangkat lebih dulu menggunakan kendaraan umum!

"Ya Tuhan!" teriaknya sambil meloncat keluar taksi mendapatkan Anton,
Dinda dan teman sekolah yang rupanya berangkat bersama-sama pagi itu.
Mereka segera melarikannya ke Rumah Sakit terdekat untuk mendapatkan
perawatan yang memadai. Ada cedera kepala Dinda yang harus ditangani
sesegera mungkin. "Untung anak ini mendapatkan pertolongan pertama
yang cepat dan tepat, " kata dokter yang menangani Dinda, "Kalau
tidak bisa fatal." katanya.

Anton dan Nia memutuskan untuk membatalkan perjalanan mereka ke Bali.
Meskipun perjalanan ke Bali sungguh-sungguh Nia inginkan, tetapi ia
bersyukur bahwa kebiasaan baik Anton menolong dan membantu orang
lain, ternyata juga telah menyelamatkan puterinya sendiri dari cedera
yang serius. Nia bersyukur kepada Tuhan karenanya, dan
merasa malu dengan dirinya sendiri karena sering ia begitu egois.

dari milis motivasi

Tuesday, February 16, 2010

SIMPHONI CINTA

CINTA LAKSANA MEGA

LEMBUT DITERPA, HANGAT DISAPA

BAGAI ORKESTRA…

MENGIRINGI RASA & SUASANA



CINTA LAKSANA REMBULAN

INDAH BAGAIKAN HIASAN

KU RANGKAI BAYANGAN

UNTUK WUJUDKAN SEJUTA HARAPAN



CINTA LAKSANA MENTARI

MENUSUK SEJUK DI SANUBARI

LUKA RINDU YANG SAKIT HATI

MENJADI SATU DALAM DIRI



CINTA ADALAH KENANGAN

RASANYA TAK BISA DILUPAKAN

RIANG CANDA DAN TANGISAN

MENYATU DALAM RINDU DI ANGAN


oleh Tata Sutabri
dari milis motivasi

Tuesday, February 09, 2010

Kisah Sekeping Talenta Emas

Lelaki berjanggut panjang keperakan itu memang memancarkan kewibawaan yang besar. Ia tampak duduk tenang dengan mata terpejam. Tangan kirinya terlihat menggenggam sebuah tongkat kayu bersisik berwarna coklat kehitaman. Dihadapan lelaki berjubah putih itu, sekumpulan orang-orang yang membentuk setengah lingkaran, duduk berkeliling. Mereka semua tampak menundukkan kepala.

Azarya, sang guru nan bijaksana, pengajar para raja dan pejabat istana, kembali mengumpulkan murid-muridnya. Tetapi tidak seperti hari-hari yang lain, dimana mereka biasa berkumpul di pinggir sungai, bukit atau pelataran istana. Hari ini mereka berkumpul dekat sebuah kandang ternak. Tidak ada seorang pun yang tahu rencana hati Azarya. Diantara lenguhan dan bau ternak, guru dan murid itu, terdiam dengan penuh hikmat.

Perlahan-lahan sang guru mengangkat tangannya. Satu keping talenta emas tampak di terjepit diantara ibu jari dan telunjuk beliau. Benda itu terlihat semakin berkilau ditimpa cahaya matahari. Para murid bergumam tidak mengerti.

“Anak-anak ku”, sang guru pun mulai bersabda, ”Siapakah dari antara kalian yang menginginkan benda ini, jika saja aku mau memberikannya ?”.

Kini semua mata memandang kearah ujung jari Azarya. Sekeping talenta emas. Nilainya setara dengan bayaran seratus hari kerja orang upahan. Sama sekali bukan jumlah yang sedikit. Serta merta belasan orang dalam kumpulan itu mengangkat tangannya. “Saya guru…saya guru …!!”, seru mereka.

Sesaat Azarya tersenyum mengelus janggut nya. “Hanya orang yang telah kehilangan akal sehatnya yang akan menolak pemberian satu keping talenta emas ini”, lanjut nya sambil menurunkan tangan.

Kemudian tangan kiri Azarya bergerak mengambil sebuah mangkuk kecil didepannya. Cairan kermizi yang berwarna merah pekat tampak mengisi separuh mangkuk itu. Perlahan-lahan keping emas itu dicelupkannya ke dalam mangkuk, hingga beberapa saat.

“Masihkah kalian menginginkan benda ini ?”, tanya Azarya sambil kembali mengacungkan keping emas yang telah berubah warna itu.
“Tentu, guru !”, jawab para murid serempak.
Azarya memandangi kepingan berwarna merah pekat di tangan nya, tiba-tiba ia membuang keping emas itu kepermukaan tanah sepelempar batu jauhnya. Beberapa muridnya terlihat menggeser tempat duduknya menjauh.

“Kau !”, tunjuk sang guru ke arah salah satu muridnya,”Tampillah ke muka”. Orang yang ditunjuk segera menaati perintah gurunya.

”Ludahi keping emas itu !”, perintah sang guru.

Murid itu tampak ragu, ia memandang bergantian ke arah keping emas itu dan guru nya memastikan apa yang didengarnya.

”Lakukan apa yang ku perintahkan”, kata Azarya sambil tersenyum.
Segera setelah muridnya meludahi keping emas itu, Azarya kembali bertanya, “Masihkah kalian menginginkan talenta itu ?”.
“Tentu saja guru”, kembali terdengar jawaban dari arah para murid.

“Jika demikian baiklah, kau bertiga ludahi lagi dan injak-injak keping emas itu !!”, perintah Azarya.

Ketiga orang itu pun melakukan persis seperti yang gurunya perintahkan. Sekarang eping emas itu telah berubah rupa. Permukaannya yang tadinya berkilau kini tak lebih merupakan benda kotor yang sangat menjijikkan. Azarya berdiri, mengibaskan jubahnya, kemudian berjalan menghampiri keping emas itu. Sesaat ia memandangi benda itu, kemudian ikut meludahinya.

“Anak-anakku, lihatlah benda yang menjijikkan itu.”, kata Azarya sambil memandangi wajah-wajah mereka,”Masihkah ada seseorang diantara kalian yang menginginkannya ?”.

Murid-murid saling berpandangan satu sama lain, beberapa diantara mereka tampak mengangguk-angguk. “Tentu Guru kami semua masih menginginkannya” , jawab mereka serempak. Mendengar jawaban para murid, Azarya mengambil sebuah capit dari kayu. Ia memungut benda itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

“Kini dengarkanlah anak-anakku”, sang guru pun bersabda,”kalian dan siapa pun akan tetap menginginkan keping emas itu, karena apapun keadaan yang mata kalian lihat, sekeping talenta emas, tetaplah sekeping talenta emas !”

Murid-muridnya terlihat saling berpandangan, sebagian dari mereka tampak mengangguk-angguk membenarkan perkataan sang guru.

“Serupa dengan keping talenta emas ini”, Azarya melanjutkan,” diri kalian pun, senista, secacat, sehina apapun, tetaplah mulia dan berharga. Kemiskinan, kecacatan, keadaan terkeji sekalipun tidaklah sanggup mengubah nilai seorang manusia. Manusia telah diciptakan demikian mulia !”
Azarya memandangi murid-murid nya lekat-lekat, setelah itu ia berjalan ke arah kandang ternak yang berada tak jauh dari mereka. Murid-muridnya segera bangkit, mengikuti guru mereka dari belakang.

“Seperti apa yang ku janjikan kepada kalian.”, kata Azarya sambil menoleh,”Aku akan memberikan keping talenta emas ini kepada siapa pun yang mengingingkannya. “

Mata murid-murid Azarya tampak berbinar.

”Ambilah !”.

Dengan satu gerakan, Azarya melemparkan keping emas itu ke dalam tumpukan kotoran ternak yang tampak menggunung. Segera saja keping talenta emas itu membenam tak terlihat.

Belum lagi Azarya menjauh dari tempat itu, murid-muridnya yang berjumlah belasan itu merangsek masuk ke dalam kandang. Mereka saling mendorong, berdesakan, saling himpit. Tidak sedikit dari mereka yang terinjak-injak oleh temannya sendiri Beberapa orang malah terlihat bergulat diantara kotoran ternak. Yang lain terlihat saling tinju dan saling hantam. Bak dihajar angin puting beliung, serta merta kandang yang semula aman damai itu jadi begitu berantakan. Lembu, kambing, domba berlarian keluar. Pagar kayu dan dinding kandang rusak berat.

Azarya sesaat membiarkan kerusuhan itu terjadi, hingga ia merasa waktunya cukup.
“Hentikan !”, seru sang guru.

Dan perkelahian itu pun serta merta berhenti.

“Rupanya kalian belum juga mengerti. Barangsiapa bertelinga hendaklah mendengar ! Camkanlah apa yang ku katakan kepadamu hari ini dan belajarlah darinya.”
Azarya segera menghampiri murid-muridnya yang berlumuran kotoran hewan.

”Sang Khalik, Pencipta kita, mengerti benar betapa berharga diri kita, manusia-manusia ini. Begitu juga dengan iblis-iblis jahat penghuni kegelapan, mereka juga tahu persis betapa mulianya kita. Satu-satunya yang sering tidak mengerti akan tingginya harga itu adalah kita, manusia itu sendiri. Manusia sering tidak mengetahui betapa mulianya ia dicipta. Bahkan tidak jarang, karena kebodohannya, manusia menukar kemuliannya dengan sesuatu yang sama sekali tidak berharga.”

Azarya melemparkanpandanga nnya kearah tumpukan kotoran hewan didekatnya, lalu meneruskan perkataannya. “Jadi mulai saat ini, jangan biarkan apapun, siapapun, bahkan hidup ini, mendustai kalian, dan membuat kalian seolah-olah sesuatu yang tidak berharga.”

Sang Guru menarik nafas panjang, lalu berteriak lantang, ” Karena kalian jauh lebih mulia dari ribuan keping telenta emas !!”. (***)


ditulis oleh : Made Teddy Artiana, S. Kom
dari milis motivasi

Saturday, February 06, 2010

MEJA MAKAN

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.

Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh Ke bawah.

Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan sesuatu," ujar sang suami. "Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini."
Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski tak ada gugatan darinya. Tiap kali nasi yang dia suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi.

Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. "Kamu sedang membuat apa?".

Anaknya menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan." Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki.

Mereka makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.

Kerbat Imelda/ anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.

Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa" yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.
Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk merekalah
kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.
Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk.
Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi.
Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu.
Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah.
Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar.
Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri.
Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi.
Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan.
Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin.
Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri.
Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.

Betapa terlihat di sini peran orang tua sangat penting karena mereka diistilahkan oleh Khalil Gibran sebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak dalam menapaki jalan masa depannya. Tentu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini dan tentu kita selalu berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita....

dari milis motivasi

Tuesday, February 02, 2010

MENCINTAI TANPA SYARAT

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun
Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan pak suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan pak suyatno memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata " Pak kami ingin sekali merawat ibu semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak..... bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu" .
dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian".
Pak suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka."
Anak2ku .... Jikalau pernikahan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah......tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian..
sejenak kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti Ini.
kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih sakit."
Sejenak meledaklah tangis anak2 pak suyatno merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu suyatno.. dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu..
Sampailah akhirnya pak suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa2..
disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah pak Suyatno bercerita.
"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam pernikahannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian ) adalah kesia-siaan.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya,dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2..
Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama.. dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"

dari milis motivasi