Friday, July 30, 2010

Rules for a Happy Marriage (Sepuluh Kebajikan untuk Pernikahan Bahagia)

1. Never both be angry at the same time.
Jangan pernah marah berdua pada waktu yang bersamaan.

2. Never yell at each other unless the house is on fire.
Jangan pernah berteriak kepada satu sama lain kecuali rumah Anda kebakaran.

3. If one of you has to win an argument, let it be your mate.
Jika salah seorang dari kalian harus menjadi pemenang dalam suatu argumen, biarlah pasangan Anda yang menang.

4. If you have to criticize, do it lovingly.
Jika Anda harus memberikan kritik, lakukanlah dengan kasih sayang.

5. Never bring up mistakes of the past.
Jangan pernah membawa-bawa kesalahan masa lalu.

6. Neglect the whole world rather than each other.
Lebih baik mengacuhkan seluruh dunia daripada mengacuhkan satu sama lain.

7. Never go to sleep with an argument unsettled.
Jangan pergi tidur dengan argumen yang belum diselesaikan.

8. At least once every day try to say one kind or complimentary thing to your life’s partner.
Setidaknya satu kali dalam sehari, cobalah untuk mengatakan sebuah kalimat pujian / penghargaan kepada pasangan hidup Anda.

9. When you have done something wrong, be ready to admit it and ask for forgiveness.
Ketika Anda melakukan kesalahan, bersiaplah untuk mengakui kesalahan Anda dan minta maaf.

10. It takes two to make a quarrel, and the one in the wrong is the one who does the most talking.
Membutuhkan dua pihak untuk bertengkar, dan pihak yang salah biasanya adalah pihak yang berbicara paling banyak


dari milis motivasi

Wednesday, July 28, 2010

Menentukan Tujuan Hidup

Tujuan hidup adalah keyakinan, moral, atau standar yang akan mengendalikan
hidup kita, sebab ia (tujuan hidup) memandu pola pikir dan perilaku kita.
Contoh seorang ayah ingin meluangkan waktu bersama anak lelakinya. Ia
merencanakan nonton pertandingan sepak bola. Tetapi ia kecewa karena
mobilnya terjebak macet parah.

Sesaat kemudian ia segera melupakan rasa kecewa dan kembali ceria, sebab ia
ingat tujuannya adalah meluangkan waktu bersama anak tersayang. Nonton bola
hanya sarana untuk mencapai tujuan dan bisa diganti dengan cara lain. Lalu
ia mampir ke sebuah kafe di pinggir jalan dan ia merasa senang karena
benar-benar mencapai tujuannya yaitu menghabiskan waktu berdua dengan
anaknya sepanjang hari.

Itulah mengapa tujuan hidup begitu penting, sebab tujuan hidup menjadikan
sikap, perkataan, dan perbuatan kita tetap fokus dan kosisten. Tak jarang
segala macam kejadian yang kita alami mempengaruhi emosi dan pengambilan
keputusan, sehingga kondisi dan tujuan ikut berubah. Dengan kembali
memikirkan tujuan hidup maka kita dapat menemukan makna dan kepuasan dari
segala sesuatu yang kita lakukan.


Untuk menentukan tujuan hidup, Anda juga harus menggunakan akal sekaligus
hati nurani. Sebab kehidupan yang terbaik adalah selaras dengan pikiran dan
hati. Banyak orang lebih bahagia dan sukses, karena mereka hidup dalam
keseimbangan; dalam arti menjalankan moral-spiritual, mendapatkan ketenangan
dan kepuasan batin, memiliki bisnis, karir dan keuangan yang baik,
keharmonisan keluarga, kebugaran fisik, kehidupan sosial menyenangkan, dan
lain sebagainya.

Menentukan tujuan hidup adalah langkah hidup terbesar yang akan membuat Anda
mencapai kepuasan dan kebahagiaan. Sebab tujuan hidup yang jelas menjadi
sebuah peta untuk membimbing Anda tiba tepat pada tujuan. Jadi jangan tunda
lagi, segera tentukan tujuan hidup Anda, sekarang!

*) Andrew Ho
dari milis motivasi

Jelek gini koq dapet E ???

> Lima belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellent) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali.

> Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji.

> Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

> Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. "Maaf Bapak dari mana?" "Dari Indonesia," jawab saya. Dia pun tersenyum.

> BUDAYA MENGHUKUM

> Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat. "Saya mengerti", jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu.

> "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini," lanjutnya. "Di negeri Anda, guru sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! "

> Dia pun melanjutkan argumentasinya. "Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat", ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.
>
> Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita. Saya teringat betapa mudahnya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor.
>
> Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam.
>
> Saat ujian doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah. Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya.

> Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

> Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

> Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian. Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan kebaikan itu ada udang di balik batunya.

> Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement.

> Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.
>
> Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat : karakter yang membangun, bukan merusak.
>
> Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan.
>
> Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal. Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut.
>
> "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah
> menunjukkan kemajuan yang berarti."
>
> Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia pernah protes menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
>
>
> MELAHIRKAN KEHEBATAN
>
> Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan atau rasa takut?
>
> Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman : gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman : Awas...; Kalau...; Nanti...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
>
> Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di pihak lain dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat.
>
> Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya.
>
> Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh. Tetapi ada juga orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.
>
> Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.
>
> by Rhenald Kasali.
> Sumber : Sindo, Kamis 15 Juli 2010.

Friday, July 23, 2010

Ketika Hidup Berlaku Tidak Seperti yang Kita Inginkan

Ini adalah sebuah kisah nyata dari salah satu client yang sedang kami tangani profile nya. Farah (bukan nama sebenarnya) adalah wanita berdarah Bugis Gorontalo yang bersuamikan seorang Arab Saudi, bernama Hasan (juga bukan nama sebenarnya). Keduanya adalah pengusaha berdarah dingin. Seperti Raja Midas dalam hikayat Yunani kuno, apapun yang tersentuh oleh tangan mereka berubah menjadi emas. Dari bisnis travel dan penerbangan hingga money changer dan salon kecantikan, kesemuanya itu tentunya mengisi pundi-pundi mereka dengan berlimpah-limpah, yang kemudian menempatkan mereka dalam strata sosial yang demikian tinggi. Tetapi bukan hanya itu yang menarik perhatian ku.

Mengenal kehidupan Farah dan Hasan menjadi begitu menarik manakala aku mengetahui betapa dashyat perjalanan pahit getir kehidupan yang sudah dilalui oleh pasangan luar biasa ini. Episode yang amat sangat berkesan adalah ketika Farah bercerita tentang bagaimana mereka pernah kehilangan kelima bayi mereka nyaris dalam tahun-tahun yang berurutan. Ijinkan aku memperjelasnya. Bukan satu atau dua anak, tetapi lima !

Siapapun pasangan suami istri yang masih berakal waras, tidak akan pernah mau membayangkan ini terjadi dalam kehidupan rumah tangga mereka. Buah hati yang telah ditunggu-tunggu dan menjadi pusat suka cita seluruh keluarga besar mereka, lewat berbagai sebab, diambil kembali (secara paksa) oleh Sang Pencipta.

Pada waktu itu, ujian berat yang berturut-turut ini tentu bak Angin Tornado yang sempat meporak-porandakan kehidupan rumah tangga mereka. Membuat tidak hanya Farah sebagai ibu yang mengandung sang buah hati, melainkan juga Hasan mengalami tekanan kejiwaan yang luar biasa berat. Habis sudah persediaan air mata. Akal sehat, yang menjadi modal bagi kebanyakan orang pun nyaris lenyap. Bahkan, doa marah penuh kepedihan pun telah diteriakkan berkali-kali dalam suara parau.

“Mengapa KAU menimpakan semua ini kepada kami !?”

“Apa salah ku ?!!”

“Apa maksud TUHAN menyiksa kami”
"Begitu banyak orang jahat, tetapi mengapa justru aku yang KAU siksa ?!!"

dan segudang pertanyaan lain sudah terlalu lemah untuk didengar telinga. Reaksi yang sangat manusiawi dan sangat dapat dimaklumi siapapun juga.

Waktu berjalan, hingga tragedi mengerikan itu menghantarkan keduanya pada saat-saat kritis. Ambang batas kemanusiawian. Sekaranglah saat yang ditunggu-tunggu itu. Jam pasir milik TUHAN telah mengisyaratkan : sudah genap. Untuk ini hanya Dia yang tahu kapan masanya. Maka badai yang kelam itu disuruh-Nya berlalu. Pertolongan dari TUHAN pun datang. Janji bahwa : manusia tidak akan dicobai melampaui kekuatan mereka, tak pernah dikhianati oleh Nya.

Orang, keadaan dan segala yang diperlukan -yang jelas-jelas bukan merupakan kebetulan- diutus untuk menolong hamba-Nya. Ujian kehidupan yang dijalani oleh pasangan Farah dan Hasan pun usai. Mereka lulus. Kini saat-saat pemulihan itu.

TUHAN memulihkan keadaan mereka. IA menganugrahi mereka dua orang anak, putra-putri yang tampan, cantik dan manis. Laksana oasis ditengah berhektar-hektar gurun pasir yang terik.

Tetapi sebuah pertanyaan tersisa. Apakah TUHAN kemudian sudah menjawab tuntas semua tragedi masa lalu yang diijinkan-Nya dialami oleh Melani dan Hasan ? Bisa jadi belum. Segalanya masih menjadi sebuah misteri ilahi yang menunggu waktu untuk terungkap.

Kini bandingkan kisah nyata diatas dengan sebuah kisah nyata pula yang terjadi pada zaman dahulu, di daerah Timur Tengah sana, hiduplah seorang lelaki kaya raya bernama Ayub. Namanya termasyur diseluruh negeri bukan hanya karena kekayaannya, namun juga karena Ayub adalah orang yang dermawan, baginya tiada hari berlalu tanpa bersedekahan. Setiap hari sekumpulan orang miskin selalu berbondong-bondong memenuhi halaman rumah Ayub untuk turut mencicipi kekayaan dan kemuliaan yang diberikan TUHAN kepadanya. Tidak hanya dermawan, Ayub terkenal juga sangat saleh. Paduan yang sangat lengkap. Kaya, baik dan saleh. Karena kesalehan ini pula kemudian agama-agama Semetik –Yahudi, Islam, Kristen- mempercayai bahwa Ayub adalah seorang nabi yang dipilih oleh TUHAN untuk memberikan sebuah tauladan bagi umat manusia.

Namun sesuatu yang dashyat kemudian terjadi. Segala kemuliaan dalam hidup Ayub, sekonyong-koyong dirampas dari kehidupannya. Kekayaannya dijarah, anak-anaknya dibunuh, tubuh Ayub pun dipenuhi oleh borok dan nanah. Itu belum cukup. Istri yang adalah satu-satunya orang yang diharapkan menjadi tempat penghiburan, pergi meninggalkan Ayub seorang diri.

Kini Ayub, orang mulia itupun terduduk putus asa membisu hanya beralaskan debu dan tanah yang kotor. Seluruh negeri tercengang tak mengerti. Bahkan TUHAN, Sang Sutradara kehidupan terkesan membiarkan kengerian ini tanpa secuil petunjuk yang diharapkan akan memberi jawaban.

Ada apa gerangan ? Orang kaya, baik hati dan saleh yang seharusnya diganjar dengan berlipat kemuliaan, kini justru berselimut aib yang menjijikkan seorang diri.

Waktu berlalu, hingga TUHAN memandang ‘pendidikan’ yang dikenakan pada ‘orang pilihan-Nya’ ini cukup. Dan Ia pun mengembalikan keadaan Ayub seperti sediakala. Tapi tunggu…! Itu bukan skenario Beliau. Bukan ‘seperti sediakala’, namun sepuluh kali lipat dari keadaannya semula ! Sepuluh kali lipat kekayaan. Sepuluh kali lipat kesehatan. Sepuluh kali lipat kemuliaan.

Inilah letak kemuliaan kehidupan. Bukan hanya ketika kita mendapat rejeki berlimpah, kesuksesan, kekayaan, kemuliaan dan lain-lain sebagainya yang adalah impian siapapun dimuka bumi ini, tetapi juga ketika TUHAN dalam pertimbangan- pertimbangan yang Maha Misterius mengijinkan kita masuk kedalam sebuah kondisi yang tidak dapat kita pahami. Tanpa jawaban. Tanpa sebab. Tanpa petunjuk yang dapat dikenali oleh logika manusia. Saat dimana hidup mengirimkan hal-hal yang bukan saja tidak kita inginkan, tetapi lebih dari itu, sebuah tragedi yang seakan-akan merampas cita-cita, keinginan dan kebahagiaan kita.

Sebagian besar dari kita memilih meninggalkan ‘tempat pendidikan’ itu. Berontak pada TUHAN dan memaki-maki keadaan. Sekali lagi, reaksi yang sangat manusiawi. Tetapi sebagian yang lain justru bereaksi sebaliknya. Duduk diam merendahkan diri. Taat menjalani proses walau air mata hampir kering, berjalan maju dengan langkah tertatih gemetar. Dan walaupun berkali-kali jatuh tersungkur dengan wajah babak belur, tetap memutuskan untuk berdiri dan kembali berjalan. Bahkan dengan tanpa diperlengkapi logika sama sekali.

Percaya IA tetap TUHAN yang Maha Kasih, yang selalu memberi yang terbaik untuk hamba-hamba Nya.

Percaya bahwa segala penderitaan yang jelas-jelas berawal ini tentunya berujung pula.

Percaya bahwa tidak ada seorang ayah yang memberikan ular kepada anaknya ketika mereka meminta ikan dan memberikan batu ketika buah hati mereka meminta roti.

(bahkan saat ini, ketika sedang menulis dengan mata berkaca-kaca aku harus menarik nafas sedalam-dalamnya)

Dan ketika proses pendidikan itu telah usai dan jawaban atas segunung pertanyaan dan ganjaran pemulihan dari TUHAN sudah diberikan, lalu kesemuanya itu –seperti Ayub- akhirnya mengangkat taraf hidup dan kemuliaan kita menjadi lebih tinggi- kita dapat berkata dengan rendah hati, “Jika kita masih ada sampai sekarang, semata-mata karena kasih dan kemurahan-NYA belaka”. Segala kemuliaan bagi Sang Khalik, Raja Manusia, Dia yang berkuasa memuliakan dan menghinakan, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.

oleh Made Teddy Artiana, S. Kom
dari milis motivasi

Kepedulian dari titik nol

Berbagi saat kita mempunyai kelebihan memang sesuatu yang sangat dianjurkan.
Tapi berbagi saat kita sendiri mengalami kekurangan, mungkin suatu hal yang
sulit dilakukan. Pada saat kekurangan itulah, keikhlasan dan kesabaran kita sesungguhnya diuji. Dan bukankah kesabaran seorang diuji di saat mereka berada dalam
kekurangan?

Berbagi di kala kekurangan merupakan esensi dari sebuah pertolongan. Saat
kita merasa tak berkecukupan, namun bisa memberikan pertolongan pada orang
yang membutuhkan, akan menimbulkan rasa bahagia yang tak terkira. Disanalah
kita akan merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang mengalami kesulitan
tersebut. Sadar atau tidak, kita telah melakukan empati. Melakukan empati,
pada dasarnya kita mencoba ’mendengarkan’ seseorang hingga ke dasar terdalam
cara berpikirnya. Kita pun mencoba mendalaminya, dan mencoba melihat dari
sudut pandang pemahamannya. Termasuk juga dapat memahami apa yang
dirasakannya. Apa yang dirasakan orang yang kesulitan dan membutuhkan uluran
tangan kita itu pulalah yang saat itu kita rasakan. Singkat kata, empati
adalah bersatunya rasa.

Kebahagiaan memang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Memberi dalam
keadaan berkelimpahan atau mampu, mungkin merupakan suatu kebahagiaan
tersendiri bagi sang pemberi. Tapi, kebahagiaan memberi di saat kekurangan,
bisa jadi merupakan sesuatu hal yang sungguh-sungguh indah. Patut diingat,
bahwa memberi tentu saja tak harus berupa materi. Ia dapat berupa apa saja.
Memberi senyum dikala hati seseorang sedang gundah tentu memberi makna yang
berbeda dikala ia tersenyum dalam keadaan hatinya riang gembira.

Nah, mulai saat ini, tak perlu ragu untuk memberi. Memberi apa pun. Memberi
senyuman. Memberi kebajikan. Memberi materi. Dan tak perlu melihat lagi
berapa isi dompet Anda untuk menghitung uang yang akan tersisa. Orang bijak
berkata, saat berbuat kebaikan pada orang lain, sesungguhnya kita sedang
membantu diri sendiri, agar menjadi lebih bahagia. Bukan begitu sahabat?

*) Sonny Wibisono

Friday, July 16, 2010

Seorang Ibu yang Menangis

Kertas koran itu teronggok. Ia telah lusuh akibat campuran remasan dan airmata. Sedikit bergerak karena terpaan angin dari arah pintu yang terbuka lebar. Pada halaman yang terbuka, sedikit terbaca adanya berita tentang seorang oknum PNS yang tertangkap karena kasus korupsi. Lagi-lagi negara ini telah melahirkan generasi muka badak. Ingin badan besar tapi tak ingin sakit jika dicubit. Mencoba mematikan rasa sensitif di sekujur kulitnya, terutama di daerah wajah.

Sementara di teras, seorang ibu menangis. Airmatanya telah menganaksungai di wajahnya, hingga menetes tepat di bagian bawah dagunya. Tatapannya kosong, padahal pekarangan rumahnya adalah taman yang paling indah di kompleks perumahan itu. Dan jika kamu saat itu berada di dekatnya, jangan kaget kalau menyentuh kulitnya adalah seperti kamu membuka pintu lemari es dan membiarkan hawa di dalamnya menyebar ke kulitmu. Begitu dingin!

Koran yang lusuh itu adalah hasil perbuatannya. Tak lebih dari setengah jam yang lalu ia begitu bersemangat membaca koran, sama semangatnya setiap hari saat membuka lembaran demi lembaran koran langganannya. Itulah pekerjaan yang bisa dilakukannya untuk mengisi hari-harinya yang semakin senja. Dan koran itu pun lusuh, saya ia mengetahui kalau oknum PNS yang dimaksud adalah anaknya. Anak tersayangnya.

Seorang ibu menangis. Namun ia tidak menangisi kelakuan anaknya yang sudah pasti mencoreng-moreng keluarga besarnya. Biarlah itu menjadi tanggung jawabnya sendiri. Toh, ia bukan saja sudah baligh, tetapi juga sudah menjadi kepala keluarga di rumah tangganya sendiri. Sudah punya dosa yang harus ditanggung sendiri. Ia menangisi dirinya sendiri.

Ya, seorang ibu menangis karena dirinya sendiri. Ia seperti tersadar bahwa anaknya bisa seperti itu karena kelakuan dirinya sendiri. Ia sendiri yang telah membentuk anaknya menjadi seperti itu, melalui pendidikan sekolah yang tidak berkah. Seorang ibu menangis, saat ia melihat dirinya sendiri sedang mengantar anaknya masuk ke SD favorit. Ia menyuap pihak sekolah agar anaknya bisa masuk dengan selamat. Ia pun melakukannya lagi saat anaknya masuk ke SMP, SMU, dan perguruan tinggi favorit. Dan pada akhirnya, ia pun hanya bisa menangis.[]

Bang Aswi (28 Juni 2010)
dari milis motivasi

Setiap Wanita adalah Cantik Adanya

Setahun yang lalu. Seorang teman berdiri tegak dihadapan saya.
“Aku cantik kan Gik? Aku gak gendut kan?” Saya hanya terdiam
memandangnya. Bagi saya dia adalah sosok yang menawan. Wajah manis
dengan tubuh berisi tapi bukan gendut. Bagi saya tidak ada manusia
gendut, hanya lebih berisi saja dari ukuran proposional. Saya enggan
untuk menggunakan label negative pada seseorang. Dia adalah wanita
matang yang selalu ceria dan energik. Senyum tak pernah lepas dari
wajahnya. Kulitnya sawo matang dipadu dengan wajah bulat yang njawani,
yang membuat dia semakin eksotik.

“Kamu itu nggak cantik. Tapi mempesona.” Saya menariknya ke cermin
besar. Menariknya dan memperlihatkan kecantikannya. Dia tetap saja
menyangkal. Yang pipi tembem lah. Hidung besar lah dan banyak lagi.
saya tidak menyalahkan sahabat saya ini. Dia baru saja di tolak mantan
calon suaminya. Dengan alasan dia gendut dan tidak putih. Meski saya
tahu bagaimana remuk redam hatinya. Tapi saya sangat bahagia mereka
tidak jadi menikah. Sahabat saya tak layak mendapatkan pria seperti
itu. Seornag pria yang hanya menilai seseorang hanya dari kulit
luarnya saja. meski saya harus bersusah payah membangkitkan
kepercayaan dirinya yang jatuh puluhan derajat di bawah nol. Selama 1
tahun dia berjuang, hingga dia bisa berdiri tegak dengan kepercayaan
diri penuh seperti sedia kala.

Saya tidak menyangka hanya karena 2 kata itu. Saya melihatnya
terperosok dalam jurang rendah diri yang dalam dan tak berujung. Saya
saksi hidup yang melihatnya berjuang. Sedikit demi sedikit dia mulai
membangun kepercayaan diri. Meski beberapa kali saya melihatnya jatuh
tersuruk. Dia menatap saya dan berbicara dengan keras. Dia diet dan
olah raga mati-matian serta melakukan berbagai perawatan wajah. Namun
tetap saja dia merasa masih tetap gemuk dan tidak cantik. Saya merasa
ngeri dengan apa yang dia lakukan. Dia menjadi sosok yang sangat tidak
menawan. Saya seperti melihat boneka hidup. Seperti seonggok tubuh
dengan daging tanpa ada aliran kehidupan didalamnya. Tidak ada cahaya
sama sekali dalam dirinya. Dia menjadi terobsesi dengan tubuhnya.

Saya merindukan sosoknya yang dulu. Yang selalu ceria dan mempesona.
Yang selalu bersinar dengan senyuman yang tak pernah hilang. Dia
terlalu sibuk dengan jadwal senam, pil-pil pelangsing dan juga urusan
salon dan make up. Saya selalu tak berhenti memanjatkan doa, agar dia
kembali seperti dulu. Untunglah tidak sampai 1 bulan kemudian doa saya
terjawab. Kami sedang kencan di Zangrandi. 2 porsi ice cream kesukaan
kami ada di depan mata. Saya agak kaget waktu dia mengajak makan ice
cream. Apa kabar diet? Dia hanya tersenyum.

“Meskipun aku kurus dan cantik. Gak jaminan dia bakal kembali ke aku.
Oke lah. Meski aku kurus dan cantik. Kalau misalnya nih… nauzumindalik
yah. Aku kecelakaan trus cacat, gak bisa jalan. Apa dia akan tetap
bersamaku? Aku ragu. Aku dalam kondisi sehat dan tanpa cacat saja dia
masih belum menerima aku sepenuhnya. Cantik atau gemuk itu kan hanya
urusan selera. Perspektif saja. belum tentu orang lain akan
berpendapat sama.” Saya ingin berteriak dan memeluknya erat-erat.
She’s back. Huaa andai saja ini bukan di tempat umum. Yang bisa saya
lakukan hanya menggenggam tangannya dan mempersembahkan senyuman
paling manis yang saya punya hehe.

Beberapa bulan berselang. Allah menunjukkan kasih sayangnya pada umat
yang selalu penuh cinta itu. Dia yang gemuk, tidak putih dan tidak
cantik. Dia yang setelah diet mati-matian tapi tetap saja gemuk. Telah
dipinang oleh seorang yang nyaris sempurna luar dalam. Ternyata Allah
sengaja menyingkirkan lelaki itu agar sahabat saya tercinta ini bisa
dipersandingkan dengan yang lain. Sangat jauh berbeda dari lelaki yang
sudah menolak sahabat saya itu. Saya tahu bahwa setiap manusia tidak
ada yang sempurna. Tapi biarkan saja hanya sedikit ketidak sempurnaan
yang dimiliki suaminya.

Saya terperajat ketika mengetahui bahwa sang suami telah lama menaruh
hati pada sahabat saya. Tapi ada beberapa hal yang membuat beliau
menunda untuk melamar. Dengan sabar dan perasaan cemas beliau menunggu
saat yang tepat untuk mengajukan lamaran. Allah Maha Berkehendak. Yang
buruk digantikan dengan yang lebih baik. Sesuatu yang seakan indah
dihapuskan lalu diganti dengan yang jauh lebih indah.

“Tahu gak? Suami gak suka klo aku kurus hihihi.” Saya hanya bisa
tertawa. Hati saya riang bukan kepalang. Sahabatku, sudah selayaknya
engkau mendapatkan anugerah indah ini. Kesabaranmu berbalas tunai saat
ini. Seperti mimpi rasanya. Seperti cerita sebuah novel romantis. Tapi
ini adalah benar adanya. Sebuah keajaiban yang datang setelah banjir
air mata yang tiada henti.

Tak peduli apakau kau gendut, berkulit hitam ataupun merasa
tidak cantik. Yakinlah bahwa diluar sana. Ada seseorang yang selalu
merindukanmu dan tak sabar untuk segera menjemputmu. Dia yang selalu
melihatmu dari jauh dan menunggu dengan sabar hingga saatnya tiba. Dia
yang selalu menyematkan namamu dalam setiap doa-doanya. Dia yang
selalu menempatkan dirimu sebagai prioritas. Dia yang menempatkan
kebahagianmu sebagai impiannya. Dia yang sudah disiapkan oleh Allah,
untuk menemanimu. Seumur hidupmu. Dia yang akan melengkapi segala tawa
dan tangismu. Dia yang selalu menunggu senyuman di wajahmu. Karena kau
harus tahu. setiap wanita adalah cantik adanya. Bagi dia, engkau
wanita yang paling cantik. Meski bagi yang lain tidaklah demikian.

By Ugik Madyo
dari milis motivasi

Masa Lalu, Kini dan Mendatang

Aku membuka mata dan tersenyum simpul. Huah, kenangan memang sering tampak begitu menggoda untuk kita datangi lagi. Malah jika tidak berhati-hati, kita bisa terperangkap selamanya disana.

Tapi, masa lalu sudah tersimpan abadi, dengan segala keindahan dan kesedihannya. Takkan ada seorang pun yang mampu mengusiknya lagi, jadi mengapa harus kupikirkan? Ia sudah tersimpan aman dalam kotak kenangan…

Masa kini pun, seberat apapun jika memang terasa sulit, seindah apa pun jika memang terasa manis, toh akan segera aku tinggalkan seiring dengan sore menjelang..

Masa depanlah tempat kita berada. Detik demi detik yang kita lalui adalah sedang menuju perjalanan menuju masa depan tersebut…

Jadi, lebih baik sekarang sibuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan..

Jangan terlalu berkutat dengan masa lalu dan terlalu asyik menikmati masa sekarang.

Jika saat ini kita sedang jatuh, bangkitlah…

JIka saat ini kita sedang dipuncak, jangan terlena..

Karena, masa lalu sudah terpahat abadi, masa kini hanya sejenak dan sudah segera kita tinggalkan. Masa depanlah tempat kita melanjutkan hidup…

Seperti kata Albert Einsten, ‘hidup seperti orang naik sepeda, harus terus bergerak maju. Jika kita berhenti, kita akan terjatuh’

Seperti yang dicontohkan oleh alam semesta, mereka terus bergerak, terus berputar. Bumi pada porosnya, bulan pada bumi, planet pada matahari, matahari pada pusat galaksi, begitu seterusnya. Terus bergerak jangan pernah berhenti…

Jangan pernah berhenti teman, atau kita akan terjatuh…

Written by : Ruli Amirullah
dari milis motivasi

“Kapan Batu-Batu ini akan Menjadi Madu ?!!”

Tersebutlah seorang guru yang tengah mengadakan perjalanan dengan murid-muridnya ke sebuah gunung. Ia memerintahkan para murid untuk membawa batu. Ukuran batu diserahkan pada kesanggupan masing-masing murid. Perintah yang sedikit membingungkan ini ditaati dengan beragam oleh mereka. Alhasil batu yang mereka bawapun jadi sama sekali berbeda.

Murid yang agak bodoh namun taat, menyusahkan diri dengan membawa batu yang cukup besar. Pokoknya : aku dengar- aku taat, begitu pikir mereka. Sedangkan mereka yang merasa diri lebih cerdas, memilih membawa batu kegenggaman tangan, lengkap dengan semboyan : tulus seperti merpati, cerdik seperti ular. Sisanya, kaum kritis dan pesimis, memasukkan kerikil kedalam kantung mereka. Yang penting khan batu ?

Setelah melalui perjalanan panjang yang cukup melelahkan, akhirnya merekapun tiba dipuncak gunung. Lalu segera setelah itu. “Bim Salabim ! Abrakadabra !!!”. Sang Guru pun mengubah batu-batu yang dibawa oleh murid-muridnya itu menjadi madu. Madu hutan yang begitu manis dan menyegarkan.

Beberapa hari kemudian, perjalanan yang sama pun berulang. Sang Guru menyuruh mereka mendaki gunung yang sama, kali ini Sang Guru akan menyusul kemudian.

Belajar dari sebuah pengalaman, sebagian besar para muridpun memutuskan untuk membawa batu sebesar-besarnya. Kali ini tidak ada yang membawa batu segenggaman, apalagi kerikil dalam kantung. Namun aneh, murid-murid yang bodoh, tidak membawa secuil pasirpun.

“Kok nggak bawa ?”, tanya murid yang lain pada mereka.

“Habis, nggak disuruh”, jawab kelompok yang bodoh.

“Awas ya, jangan minta !”, timpal yang lain dengan senyum sinis.

Merekapun tiba dipuncak gunung. Setelah tiba disana, beberapa jam kemudian, Guru merekapun tiba. Sang Gurupun menyuruh para murid beristirahat sejenak, untuk kemudian melanjutkan perjalanan turun gunung dan kembali kerumah masing-masing.

Maka batu-batu besar itu tetap tinggal sebagai batu besar. Tidak ada madu, batu tetap batu. Menyakitkan bahu, memegalkan pinggang, membuat lutut gemetar, bibir menggerutu, serta menguras keringat dan nafas.

Segala kesuksesan dan pencapaian, kerap kali membanggakan dan membuat manusia lupa diri, begitu juga dengan diri ku pribadi. Hingga suatu saat seorang tua bijaksana namun nyentrik dan kaya raya, membisikkan wejangan ini padaku.

“Made, Anda lihat semua ini ? Seluruh pabrik, deretan mobil jaguar, super market ternama, berhektar-hektar tanah dan properti mewah. Semua kekayaan ini adalah pemberian.. Kerja keras, kecerdasan, ide-ide brilian dan keseluruhan yang orang namakan sebagai sebuah kesuksesan, bukanlah faktor penentu semua itu. Semua ini adalah sebuah pemberian dari NYA“

Apa ???!! Pemberian ? Yang bener aja !!

Baru saja orang tua itu bicara soal bagaimana ia terpaksa harus menjadi tukang batu untuk memberikan sepiring nasi untuk istrinya. Lalu betapa susahnya menjajakan telur, hasil ayam-ayam piaraannya, dari pintu-kepintu kepada para ekspatriat di Kemang sana. Kemudian tentang beberapa pelajaran dan kerugian yang harus ia tanggung, sebelum akhirnya kembali bangkit dan mengerjakan segala sesuatu dengan lebih berilmu. Dan sekarang beliau menyimpulkan semua ini adalah sebuah pemberian ???!!

Sebuah bahan renungan yang pantas untuk dikontemplasikan. Memang seringkali tangga kedewasan yang lebih tinggi akan menertawakan kekerdilan yang kita lakukan ditangga-tangga terbawah.

Apakah penambahan harta akan membawa bertambahnya kebahagiaan ?

Apakah seluruh pengejaran akan kesuksesan akan membawa ketentraman lahir bathin ?

Apakah ketenaran akan membawa kedekatan dann keteduhan dalam rumah tangga ?

Apakah kesibukan dan kerja keras akan membawa kesehatan ?

Sejak saat itu paradigma kesuksesan, keterkenalan dan kekayaan yang ku miliki mengalami revolusi luar biasa. Titik-titik beratnyapun berpindah tempat sedemikian rupa. Sehingga ide dasar yang dikatakan oleh orang tua itupun terkuak semakin jelas untuk dipahami.


Bahwa memang benar segala rejeki, kemuliaan dan harta yang berkah adalah pemberian dari NYA. Manusia sama sekali tidak pantas membusungkan dada akan segala yang ia miliki karena itu semua diijinkan mendekat dan kita miliki. Bahkan jika saat ini masih ada pelukan sayang yang teduh dari suami, istri, anak, ibu dan ayah, yang dapat kita rasakan adalah juga merupakan sebuah pemberian dari NYA

Dengan begitu, hidup ini akan menjadi serangkaian perjalanan yang begitu mengasyikkan ditemani Sang Pencipta, bukan sebuah pendakian gunung yang traumatis dan menegangkan, dengan memikul batu besar yang begitu berat dipundak. (*)

oleh Made Teddy Artiana
dari milis motivasi

Spercik Pagi


Karena hidup selalu menawarkan kegembiraan dan kesedihan setiap harinya, maka cobalah memilih kegembiraan dalam memulai aktivitas harimu. Itu akan berguna untuk membangun keseluruhan hari ini yang mungkin saja akan silih berganti moodnya, ujiannya, tantangannya dan termasuk godaan dan medan-medan terberatnya.


Kita tidak tahu akan seperti apa ujung dari hari ini, atau jangan-jangan tak sampai di ujungnya kita sudah harus 'menghadap' kepada Sang Pemberi Hidup yang memiliki kekuasaan tak terbatas itu, karenanya memulai dengan doa dan kebaikan-kebaikan kecil itu juga sangat baik sekali untuk menambah rasa optimis dan lapangnya hati kita. Dengan kebaikan-kebaikan yang tulus itu, hati kita juga lebih mudah bergembira, lebih mudah berempati dan tentu saja akan menimbulkan efek beruntun berupa aura kebaikan yang akan timbul dari lingkungan sekitar kita. Dan tahukah anda? aura semacam itu mahal sekali harganya.


Ada orang yang sengaja melakukan perubahan tata letak ruangan secara periodik setiap beberapa bulan sekali, agar mood kebaikan dan aura positif lebih mudah datang dalam pikiran dan perasaan sang empunya, padahal kita bisa mendapatkan hal itu setiap hari andai kita mau berbagi kebaikan-kebaikan kecil kepada orang-orang di sekitar kita di awal hari. Padahal kreatifitas itu akan mudah muncul pada kondisi batin yang riang dan terbuka daripada mudah suntuk dan selalu berprasangka buruk.


Betapa penting permulaan itu sebelum kita menyambut langkah-langkah berikutnya. Sebagaimana pentingnya setiap perencanaan dalam semua kerangka aksi organisasi sekecil atau bahkan sebesar apapun.


Betapa berartinya senyum tulus dari orang-orang sekitar kita untuk membangun hari kita menjadi jauh lebih baik. Sebelum kita terlalu banyak berharap dari orang lain membangun kondisi itu, tentu akan lebih mudah bila kita sendiri yang memulainya dengan menarik 2 sudut bibir kita dengan senyum yang tulus kepada orang-orang terdekat dan ucapkan salam hangat dan sesuatu yang baik yang membuat mereka bahagia.


Percayalah bukan hanya mereka yang akan senang dengan sambutan pagi anda, akan tetapi anda sendiri juga akan jauh lebih berbahagia karena sudah memberi dengan tulus, tanpa perlu dibuat-buat dan berlebihan seperti bergosip atau membicarakan hal tak penting lainnya mengenai orang lain.


Bukankah kita semua akan menuai apapun yang kita tanam?

oleh : Epri Tsaqib
dari milis motivasi

5 Hal untuk menjaga harga diri

Tulisan ini terinspirasi
karena membaca buku PKN kelas 3 SD
Hal hal yang harus diperhatikan untuk menjaga harga diri

1. Pandai / banyak tahu / tidak bodoh
banyak pertanyaan yang dijawab dengan benar.

2. Trampil / tidak banyak termenung /
banyak kegiatan yang menjadikan sesuatu menjadi lebih berguna

3. Tidak mengganggu orang lain / tidak bermental kriminal
tidak suka dengan hal-hal yang membuat masyarakat jadi susah.

4. Berpenampilan baik / tidak suka penampilan yang norak & lebay
tidak suka berpenampilan membuat orang lain nafsu/muak/risih

5. Sehat / tidak sakit2an / menjaga kesehatan
tidak suka meminta bantuan orang untuk ngurus diri kita.

jika 5 hal itu terjaga insyaAllah orang itu memiliki
harga diri yang tinggi

dari milis motivasi

Wednesday, July 14, 2010

Awalnya adalah niat

Sebelum melangkah yang harus diluruskan adalah niat. Maksudnya meluruskan kembali apa yang menjadi penyebab anda ingin sukses dalam mencari nafkah. niat yang salah akan membuat anda merasa mtidak nyaman dan tidak bahagia, yang akhirnya menimbulkan kesulitan dalam menjalani kehidupan.

Niat merupakan sesuatu yang sangat penting dan menjadi pembeda antara seorang yang taat dan yang tidak. Dalam setiap aktivitas kehidupan,niat merupakan penentu dari hasil yang akan dicapai. Nabisangat memperhatikan masalh niat ini.
Niat adalah sebuah kekuatan yang sangat hebat. Niat merupakan langkah awal memusatkan pikiran menuju suatu target. NIat adalah suatu kekuatan yang mempengaruhiperoses mencapa tujuan dan juga mempengaruhi tujuan itu sendiri. Ada sebuah kisah yang menggambarkan apa yang dimaksud dengan niat mitu.

Seoran pengembara tiba di sebuah lokasi proyek dan melihat dua orang sedang mengankut bebatuan. Orang yang pertama bekerja tanpa semangat, wajahnya cemberut, sementara yang lainnya bekerja sambil bersenandung saat dia sibuk mengangkuti batu demi batu. "Apa yany sedang Anda kerjakan?" tanya mengembara itu kepada pekerja yang murung. "Memasan batu" begitu jawabnya. "Apa yang Anda sedang kerjakan?" ia bertanya lagi kepada pekerja yang penuh semangat. "Membangun gedung perpustakaan yang bisa membuat banyak orang menjadi pintar" begitu jawabnya. ini menujukan niat dalam bekerja.

Niat muncul sebelum ada visi dan akan merumuskan visi tersebut. Niat berada dalam wilayah diantara potensi dan tindakan, mengatur energi yang ada pada sebuah potensi dan membawanya menuju realitas. Niat juga adalah kemampuan untuk tetap berada dalam konteks visi, da n didalam konteks itulah kita menata semua visi yang sepesifik
Pikirkanlah niat sebagai cara yang menyeluruh untuk mencapai suatu tempat yang dituju, bukan sebagai peta yang mendetail. Niat adalah bagaimana kita menginginkan akhir dari sebuah permainan,baik dalam hasil maupun proses. Niat akan Menciptakan keajaiban yang terus bergulir. Jika kita memutuskan untuk menentukan keputusan, alam bawah sadar kita akan membuka jalan untuk sampai ke keputusan itu///

ditulis oleh Chandra Kurniawan dari buku "Mencari Nafkah"

Tuesday, July 06, 2010

Cinta di Persimpangan Hati

Mungkin saja Anda pernah mendengar atau menyangkal hal ini kepada pasangan.
Ya, emotional affair (perselingkuhan hati) kenyataannya memang sangat
menyakitkan. Ia tak hanya melibatkan keintiman fisik, namun telah juga
melibatkan emosi dan hati.

Perselingkuhan hati seakan mendapatkan tempat pemaklumannya. Karena tak
perlu ada sentuhan dan keintiman fisik yang terjalin, sehingga jejak
mencurigakan itu tak akan berbekas dan berpotesi merusak hubungan Anda
dengan pasangan resmi di rumah. Toh, biarkan saja hati yang bicara. "Kita
simpan sendiri saja dan tak perlu ada yang tahu", begitulah kira-kira bunyi
suara hati para pecinta yang tengah asik dimabuk perselingkuhan.

Dan sebelum Anda terlanjur melewati garis batas dan kemudian terjatuh pada
perselingkuhan hati, berikut tujuh poin yang bisa Anda tanyakan dalam diri
saat Anda berada di persimpangan hati dan bingung memutuskan, apakah jalan
terus atau berhenti saja memanjakan perasaan?

1. Anda mulai mencoba menyembunyikan segala yang buruk tentang diri
Anda. Tak ada lagi kealamian yang Anda tampilkan didepannya. Anda merasa
harus tampil sesempurna mungkin, dan ingin membuatnya terpesona.

2. Tanpa sadar, ia mulai hadir dalam mimpi-mimpi indah Anda. Saat
percintaan terlarang telah melibatkan emosi dan hati, pikiran pun seakan
memberi peluang menghadirkan nama dan segalanya tentang dia di dalam otak,
di sepanjang hari. Anda pun mulai jatuh merindu setengah mati padanya.

3. Ada kejujuran dalam batin yang menyeruak, sebuah perasaan cemburu dan
tak senang yang menjalar ketika melihat kedekatan dia dengan orang lain yang
begitu terlihat nyata di depan Anda. Dunia tempat Anda berpijak pun seolah
bergetar, hancur dan lalu berantakan berkeping-keping.

4. Sebuah jalan terbuka lebar, saat teman-teman di sekitar Anda memberi
"tanda" yang mendukung kedekatan Anda dan dia, si teman selingkuh. Disinilah
awal itu dimulai. Bahwa "tanda" itulah yang Anda butuhkan untuk mengukuhkan
hubungan terlarang itu untuk bertahan abadi.

5. Tak ada lagi ruang privasi yang Anda berikan untuknya. Anda membuka
hati dan membiarkannya masuk, memporak porandakan bilik hati Anda, dan Anda
justru merasa senang dan terbuai.

6. Kesamaan selera dan aktivitas serta berada di lingkungan yang sama
telah menumbuhkan perasaan sehati. Anda pun senang membagi kesamaan itu
dengannya, membagi cinta berbekal kesamaan rasa. Dukungan emosional yang
tidak Anda dapatkan dari pasangan resmi pun telah berhasil Anda dapatkan di
luar hubungan.

7. Ketertarikan seksual tak dipungkiri mengambil peranan pula. Meski
hati berkata "tidak" untuk sebuah seks, tapi ketika emosi dan hati telah
terlibat disana, apapun bisa terjadi, bukan?

Jika Anda jujur membenarkan tujuh poin diatas, inilah saatnya Anda untuk
memutuskan jalan mana yang Anda pilih ketika berada di persimpangan hati.
Ini belum terlambat, jika Anda bersedia berhenti dan mundur teratur, bukan
untuk meyerah kalah tapi untuk menang. Ya, menang melawan hasrat. Dan
bersiaplah menguatkan kembali bangunan cinta Anda yang hampir runtuh. Karena
memang tak ada kata terlambat untuk sebuah cinta sejati.


dari milis motivasi

Sunday, July 04, 2010

The Power of "Ojo Dumeh"

Di antara filosofi hidup orang jawa yang paling terkenal mungkin adalah "ojo
dumeh". Bahkan filosofi ini sudah mulai digunakan oleh kalangan yang lebih
luas, tidak terbatas pada orang jawa saja. Ojo dumeh yang dalam bahasa
sekarang mungkin bisa diterjemahkan langsung sebagai "jangan
mentang-mentang" ini dianggap filosofi yang aplikatif sepanjang masa dan
sangat powerful.

Ajaran ojo dumeh menyarankan kepada kita agar jangan sampai kelebihan
ataupun kehebatan yang kita miliki justru menjadi bumerang, membunuh diri
sendiri. Kelebihan seseorang bisa dalam bentuk kekayaan, keahlian, jabatan,
ketampanan atau kecantikan, kepopuleran, ataupun keturunan.

Dalam hal kekayaan misalnya, jangan mentang-mentang kaya kemudian tidak
menghargai yang miskin, apalagi melecehkan ataupun menghina. Ojo dumeh!
Kekayaan yang kita miliki tidak bisa dijamin akan abadi. Bisa saja hari ini
kita kaya tetapi malam nanti kekayaan kita dirampok orang dan ludes semua
kekayaan kita. Kalau hal seperti itu terjadi, mau apa? Ini adalah refleksi
dari realita kehidupan di mana ada kaya ada miskin, ada yang pintar ada yang
bodoh, dan sebagainya. Yang kaya bisa saja menjadi miskin dan yang miskin
bisa saja menjadi kaya.

Untuk itulah maka kearifan jawa ini selalu mengingatkan kita untuk ojo
dumeh. Jangan mentang-mentang memiliki kelebihan kemudian menjadi sombong,
tidak terkendali, lupa diri, bahkan kemudian merendahkan orang lain.
Kearifan untuk ojo dumeh inilah yang mengantar banyak orang menjadi sukses.
Bahkan ojo dumeh dapat melipat gandakan kekuatan dan kelebihan kita sehingga
kita lebih powerful. Mengapa demikian?

Terdapat beberapa alasan mengapa ojo dumeh menjadikan kita lebih powerful.
Yang pertama, ojo dumeh selalu mengingatkan kita agar kita tidak tergelincir
kemudian jatuh dari posisi kita sekarang. Hal ini dikarenakan dengan selalu
ingat pada adanya posisi yang berada dibawah kita, memberikan sinyal bahwa
kalau tidak berhati-hati kita bisa terpeleset dan jatuh ke posisi tersebut.
Jadi ojo dumeh menciptakan kehati-hatian. Dengan kita berhati-hati, maka
pijakan kita menjadi lebih kuat. Kita tidak akan terpeleset, apa lagi jatuh.

Yang ke dua, ojo dumeh akan menyenangkan orang lain. Orang lain senang
karena kita tidak mentang-mentang, tidak merendahkan mereka. Saat kita
menyenangkan orang lain, orang-orang tersebut akan senang berada di sekitar
kita. Mereka tidak ingin kita jauh dari mereka. Apa lagi lepas dari mereka.
Artinya, mereka akan menjaga kita untuk stay in our position. Tetap di
posisi kita di sini bukan berarti kita tidak mereka inginkan untuk menapak
ke posisi yang lebih tinggi. Mereka justru berharap agar kita lebih membuat
mereka senang. Pada posisi yang seperti ini saja kita menyenangkan mereka,
sehingga pada saat kita berhasil berada di posisi yang lebih tinggi mereka
berharap bahwa kita akan lebih menyenangkan mereka.

Yang ke tiga, ojo dumeh menunjukkan bahwa kita adalah orang yang bersyukur.
Dengan tidak `mentang-mentang' berarti kita memberi pernyataan pada diri
sendiri bahwa posisi kita yang seperti ini cukup untuk kita dan wajib kita
syukuri. Kalau kita diberi lebih dari yang sekarang ini tentunya kita akan
lebih bersyukur lagi. Dengan demikian kita bisa menikmati apa yang sudah
kita miliki dan yang sedang kita alami.

Ke empat, ojo dumeh membuat kita hemat energi. Merendahkan orang lain,
mengumpat orang lain, dan berfikir negatif tentang orang lain hanya akan
menguras energi kita. Lebih baik kita menempatkan segala sesuatu pada
porsinya saja. Setiap orang mendapatkan rejekinya sendiri-sendiri. Ada yang
banyak, ada yang sedikit. Yang banyak bisa menjadi sedikit, dan yang sedikit
bisa menjadi banyak. Jadi, yang punya kelebihan bersyukur saja tanpa harus
mengecilkan orang lain. Berfikir positif seperti ini akan menghemat energi
kita. Apalagi orang yang merasa kita hargai tersebut juga kemudian
menghargai kita, hal tersebut justru akan me-recharge energi kita.

Ke lima, ojo dumeh merupakan pengendalian diri. Yang dimaksud pengendalian
diri disini adalah membawa diri kita kepada keadaan yang kita inginkan. Ojo
dumeh akan selalu mengingatkan kita bahwa ternyata disekitar kita banyak
sekali hal-hal yang berbeda dengan kita dimana perbedaan tersebut bukannya
sesuatu yang kita inginkan. Saat kita diberi kelebihan dalam hal kekayaan
misalnya, kita akan melihat bahwa di sekitar kita masih banyak orang yang
tidak seberuntung kita. Selama kita menyadari hal tersebut, dan kemudian
tidak mengecilkan orang-orang yang kurang beruntung, maka kita justru akan
diarahkan oleh keadaan untuk lebih baik dari keadaan kita sekarang dan
terhindar dari keadaan yang tidak kita inginkan. Kalau kita mengecilkan
orang lain, atau menghina, hal tersebut sama saja dengan kita menyamakan
posisi kita seperti posisi mereka. Sama halnya kalau kita marah pada orang
gila dan mengumpat orang gila, maka bukankah kita menjadi sama saja dengan
orang gila tersebut? Sudah tahu dia gila kok kita marah kepada mereka?
Demikian pula saat berhadapan dengan orang-orang yang tidak seberuntung
kita. Kalau kita merendahkan mereka juga sama saja kita down grade, sama
saja dengan mereka. Yang benar adalah saat kita lebih beruntung kita
membantu dan mengangkat orang yang kurang beruntung tersebut ke posisi yang
lebih baik. Kita boleh merendah, tetapi jangan merendahkan. Begitu kurang
lebih yang terkandung dalam ojo dumeh.

Yang ke enam, ojo dumeh menjadikan kita tidak "over valued" terhadap diri
sendiri. Kalau kita mentang-mentang, dan keadaan membiarkan kita terbuai
dengan ke"mentang-mentang"an kita, maka kita bisa lupa diri. Sebagai contoh,
mentang-mentang kita pandai kemudian kita membodohi orang lain. Orang lain
mungkin diam. Kita yang sedang membodohi rasanya tiba-tiba menjadi lebih
pandai, melayang tinggi lebih pandai lagi. Itu perasaan yang menipu. Kita
justru akan tertipu oleh "mentang-mentang" kita. Untuk itulah maka kalau
kita memegang kearifan "ojo dumeh" kepalsuan perasaan tersebut dapat kita
hindari. Hati-hati, kita bisa over valued terhadap diri sendiri, yang apa
bila kita tidak kuat bertahan, hal tersebut justru akan berbalik menjadi
menurunkan value kita.

Mari kita bawa kearifan "ojo dumeh" ini ke tempat kerja kita. Bayangkan kita
bekerja keras untuk menciptakan kinerja yang kita targetkan. Kemudian kita
bisa menapak satu posisi ke posisi berikutnya yang lebih tinggi, yang
akhirnya kita mencapai posisi puncak. Tetapi kita tetap rendah hati. Kita
tetap menghargai pendapat orang lain walau yang posisinya lebih rendah dari
kita. Kita tidak "mentang-mentang" mempunyai kekuasaan kemudian kita
sewenang-wenang dengan kekuasaan kita. Kita tidak mentang-mentang
berpenghasilan tinggi kemudian membelanjakan uang kita semau kita sampai
lupa berderma. Kita tetap mendengarkan teman kerja kita seperti apapun
posisi mereka. Kita tetap hemat dan semakin banyak berderma. Bagaimana
dengan profil seperti itu? Kita ingin orang tersebut lengser? Tentunya
tidak.

Untuk itulah maka kearifan "ojo dumeh" banyak dipelajari, dan diparaktekkan
orang di jaman modern seperti ini. Ojo dumeh mendorong kita untuk semakin
memanusiakan manusia (dalam istilah jawa disebut nguwongake). Ojo dumeh
tidak akan mengerdilkan diri sendiri, justru akan membuat kita menjadi besar
karena berjiwa besar. Ojo dumeh.


Oleh: Agung Praptapa*
*) Agung Praptapa, adalah seorang dosen, pengelola Program Pascasarjana
Manajemen di Universitas Jenderal Soedirman, dan juga sebagai konsultan dan
trainer profesional di bidang personal and organizational development.

dari milis motivasi