Saturday, August 11, 2012

Bahagia Menjadi Seorang Guru

Quote dari Storm Jameson : "Happiness comes of the capacity to feel deeply, to enjoy simply, to think freely, to risk life, to be needed. - Kebahagiaan berasal dari kapasitas untuk merasakan, menikmati, berpikir bebas, menghadapi risiko hidup, dan menjadi dibutuhkan." Kerabat Imelda...Kebahagiaan adalah ide yang sangat abstrak dan bersifat sangat subyektif. Kebahagiaan dapat terkait dengan tercapainya suatu keinginan atau kebutuhan kita. Tetapi kebahagiaan seorang guru menurut saya sangat terkait dengan tanggung jawabnya mendidik dan mengajarkan nilai-nilai penting dan inspiratif terhadap para siswanya. Ketika seorang guru dapat melakukan beberapa hal berikut ini kemungkinan besar ia dapat memiliki semua sumber kebahagiaan bahkan lebih dari semua yang dipaparkan oleh Storm Jameson tersebut. Seorang guru bahagia karena ia mencintai profesi sebagai pendidik. Ia mendapatkan kepuasan tersendiri ketika dapat mendidik para murid, walaupun mungkin kehidupan pribadi mereka sederhana dan jauh dari kemewahan. Seorang guru akan jauh lebih bahagia, jika apa yang telah mereka lakukan tak hanya membuat para murid pintar melainkan menginspirasi bahkan menggerakkan para murid untuk mengubah diri mereka menjadi lebih baik. Mencintai proses pembelajaran dengan memperluas wawasan ilmu pengetahuan melalui berbagai macam buku, seminar, kaset, radio dan lain sebagainya adalah sumber kebahagiaan seorang guru. Karena tanggung jawab seorang guru bukanlah sekadar menjelaskan subyek atau materi pelajaran, melainkan memberikan contoh sikap bahwa kemauan untuk terus belajar dapat meningkatkan kreatifitas dan memaksimalkan potensi diri. Seorang guru akan semakin bahagia jika mampu menginspirasi para siswa belajar lebih giat. Rasa syukur yang besar terhadap Tuhan YME mendatangkan keindahan dan kebahagiaan. Rasa syukur membuat guru lebih bahagia, karena rasa syukur itu membuatnya dapat menjelaskan ilmu pengetahuan kepada para muridnya dengan bahasa yang positif pula. Ia akan lebih bahagia jika sikap yang positif serta ilmu pengetahuan yang ia sampaikan menginspirasi para muridnya untuk lebih kreatif dan positif dalam menggunakan ilmu pengetahuan tersebut. Seorang guru akan bahagia jika tidak membebani hidupnya dengan orientasi mendapatkan imbalan. Ia bahagia karena tidak pernah mengharap balas jasa dari murid atas semua yang diberikannya. Ia sudah cukup senang dapat mengabdikan diri untuk membentuk para tunas bangsa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. guru Guru akan bahagia jika berhasil membangkitkan semangat para murid yang nyaris terpuruk karena kehilangan jati diri. Untuk semua itu ia akan rela melakukan apapun, walaupun harus menghadapi banyak kesulitan. Mendampingi dan membentuk anak-anak didik menjadi tegar dan optimis, baginya jauh lebih menyenangkan dibandingkan apa pun juga. Seorang guru bahagia, jika ia menjadi diri sendiri dan tidak membandingkan dengan orang lain. Ia bebas berekspresi sebagai diri sendiri dalam menyampaikan ilmu pengetahuan agar terserap dan bermanfaat bagi anak didiknya. Ia akan berbahagia jika etika yang ia tunjukkan itu dapat menumbuhkan keberanian para murid untuk menjalani kehidupan dengan jujur dan menghargai diri sendiri. Guru bahagia karena ia mencintai murid-muridnya, bagaimanapun keadaan mereka. Ia menikmati saat bersama-sama berjuang melawan keterbatasan diri dengan ilmu pengetahuan dan budi pekerti. Sebagaimana M. Scott Peck mengatakan, "When we love something it is of value to us, and when something is of value to us we spend time with it, time enjoying it and time taking care of it. - Ketika kita mencintai sesuatu maka itu akan berarti bagi kita. Ketika sesuatu berarti bagi kita, maka kita akan senang menghabiskan waktu untuknya, menikmatinya, dan memeliharanya". Guru yang bahagia adalah guru yang terus memperkaya ilmu pengetahuannya. Dengan demikian ia dapat mengkreasikan metode mengajar, sehingga para murid dapat dengan mudah menyerap ilmu pengetahuan yang ia sampaikan. Semakin luas ilmu yang ia miliki, semakin mudah baginya mengubah kesulitan hidup menjadi anugrah yang membahagiakan. Seorang guru bahagia, karena kehidupannya berjalan seimbang. Keseimbangan tersebut dikarenakan ia mampu memanajemen waktu. Ia dapat menggunakan waktu secara efektif dan proporsional untuk diri sendiri, keluarga, profesi, kegiatan sosial, belajar dan beribadah. Sumber kebahagiaan seorang guru berasal dari dalam dirinya sendiri. Ia bahagia ketika mampu menginspirasikan harapan, kebahagiaan, kekuatan sekaligus nilai-nilai moralitas kepada generasi masa depan. Ia akan lebih bahagia jika para anak didik itu mampu melakukan hal serupa dengan dirinya. SUMBER:Andrew Ho - andriewongso.com

Doa Seorang Anak

Alkisah suatu hari di sebuah sekolah, ada lomba mobil balap mainan. Pada babak final, tersisa 4 orang anak. Salah satunya bernama Benny. Dibanding semua finalis, mobil Benny paling tidak sempurna. Saat pertandingan akhir akan dilangsungkan, Benny meminta waktu sebentar. Ia tampak komat-kamit berdoa. Lalu, tak lama kemudian, ia berkata, "Ya, aku siap!" Dor! Tanda lomba dimulai. Dengan satu hentakan kuat, semua mobil itu pun meluncur cepat, dibantu dorongan tangan anak-anak itu. Ternyata, pemenangnya adalah Benny! Benny maju dengan bangga saat pembagian piala. Dia sempat ditanyai pak guru, "Hai jagoan :) Kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, kan?" Benny terdiam sejenak, lalu menjawab. "Bukan, Pak. Saya merasa kurang adil meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan teman-teman lain. Aku hanya mohon pada Tuhan, supaya aku tidak menangis jika aku kalah." Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan. Kerabat Imelda.. Kita sering meminta pada Yang Maha Kuasa untuk menghalau semua halangan dan menjadikan kita "nomor satu". Mungkin kita kurang percaya bahwa kita itu sebenarnya cukup kuat (dalam berjuang dan mampu menerima setiap kekalahan tanpa menangisi terlalu lama). Ada baiknya, memanjatkan doa dalam ketegaran yang berserah, yakin bahwa hasil apa pun yang didapat, itulah yang terbaik saat ini-bagi kita dan di hadapanNya. SUMBER:Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Bekerja Untuk Belajar

Setiap orang pasti memiliki motivasi tertentu dalam setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukannya, entah itu bersifat materi maupun nonmateri. Begitu pula dalam bekerja. Orangtua kita dulu sering kali memberikan nasihat yang secara langsung memberikan motivasi kepada kita. "Nak, kamu belajar yang rajin dan tekun agar kelak bisa cepat dapat kerja dan mendapat uang yang banyak." Demikian salah satu kalimat yang mungkin pernah kita terima. Sepintas, tidak ada masalah dengan nasihat tersebut karena memang orang yang bekerja pastilah mendapatkan imbalan dalam bentuk uang. Namun, menjadikan uang sebagai satu-satunya alasan atau sebagai motivasi utama dalam bekerja, menurut saya, adalah sebuah masalah besar. Kenapa? Karena orang bisa menghalalkan segala cara dalam bekerja demi mendapatkan sejumlah uang yg diidamkannya. Dalam konteks yang berbeda, seseorang bisa merasa kecewa dan frustrasi apabila imbalan uang yang diterimanya tidak sesuai dengan harapannya. Akibatnya, ia malah menjadi malas-malasan dalam bekerja dan cenderung tidak berprestasi. Kalau begitu, apa motivasi lain yang perlu kita kembangkan selain uang? Belajar. Ya betul, belajar adalah salah satu motivasi yang sangat baik bagi siapa pun dalam posisi apa pun dan di mana pun ia berada. Apalagi bagi seorang karyawan yang masih relatif muda secara usia dan pengalaman. Sekolah atau kuliah memang mengajarkan banyak hal, namun hampir sebagian ilmu yang kita pelajari di meja sekolah/kuliah terkadang "hilang" begitu saja ketika kita masuk dunia kerja. Apalagi bila kita bekerja dalam bidang yang tidak relevan dengan bidang sekolah/kuliah dulu. Oleh karenanya, saya sering mengatakan bahwa bekerja adalah lahan belajar yang sebenarnya. Bekerja adalah dunia belajar yang sesungguhnya yang sangat penting dalam mengasah ilmu dan skill seseorang. Seseorang yang punya motivasi belajar dalam bekerja, akan cenderung ingin melakukan hal-hal sebagai berikut: - mengetahui banyak hal baru, bukan hanya bidang yang digelutinya saat ini. - mencoba banyak hal lain, dengan tujuan untuk menambah pengalaman. - secara sukarela membantu rekan kerjanya baik sesama bagian maupun berbeda departemen. - menantang dirinya sendiri untuk mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sebenarnya. Seseorang yang memiliki motivasi belajar dalam bekerja tidak akan pernah merasa rugi, apa pun kondisi yang dialaminya, berapapun imbalan yang diterimanya dan bagaimanapun kondisi perusahaannya. Ia akan tetap menatap dengan penuh optimis dan antusias. Cara belajar terbaik adalah dengan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan atau dengan kata lain dengan cara bekerja, sebagaimana pesan dari Benjamin Franklin (seorang tokoh ternama dunia; pemimpin revolusi AS), yaitu "Tell me and I forget, teach me and I may remember, involve me and I learn." SUMBER:Nasrul Chair - andriewongso.com

Pelecut Sukses

Alkisah, ada seorang perempuan muda yang bekerja di salah satu salon kecantikan papan atas di New York, yang sering dikunjungi oleh kalangan atas dan selebritis. Suatu hari dia terkagum-kagum melihat pakaian seorang pelanggan kaya yang sedang berkunjung ke salon tempatnya bekerja. Rasa ingin tahunya langsung muncul, dan lalu bertanya dengan pertanyaan spontan, "Di mana Ibu membeli pakaian Ibu ini, ya?" Pelanggan kaya itu menatap dirinya dengan sikap dingin dan tatapan tajam. Dan dengan ketus, dia menjawab, "Untuk apa kamu mau tahu di mana saya membelinya? Kalau saya katakan, toh kamu tidak akan sanggup membelinya." Mendengar kata-kata hinaan itu, si pekerja salon melangkah pergi dengan wajah merah padam. Perasaannya terluka, tapi batinnya berbicara, "Saya berjanji suatu hari saya pasti bisa mendapat semua seperti yang dipunya wanita kaya itu: perhiasan, rumah mewah, uang yang banyak. Mulai sekarang tidak akan ada lagi orang yang berkata seperti itu pada saya." Tahun demi tahun pun berlalu. Di berbagai surat kabar mulai terpampang foto-foto si pekerja salon tadi bersama orang-orang top dunia, seperti Pangeran Charles, Putri Grace dari Monaco, Rose Kennedy, TC Cooke, dan lainnya. Pekerja salon itu adalah Estee Lauder (1906-2004). Bisa dibilang, pada masa hidupnya, ia adalah salah satu wanita terkaya di dunia dan merupakan pionir dalam industri kecantikan dunia. Perusahaan Estee Lauder Companies miliknya dibangun pertama kali bersama suaminya Joseph Lauder. Perusahaan ini adalah induk dari berbagai merek kosmetik dan fashion bergengsi. Contohnya, Donna Karan Cosmetics, Tommy Hilfiger Toiletries, Aramis, Clinique, dan Mac. Produk-produk Estee Lauder Companies dijual di lebih dari 130 negara di lima benua. Mengenai kisah suksesnya, Estee berulang kali mengatakan, "Saya bisa berhasil tidak hanya dengan berdoa atau berharap, tapi juga dengan bekerja." Kerabat Imelda..Kisah Estee Lauder tadi menegaskan betapa sebuah hinaan atau cercaan itu sebenarnya bisa memberikan manfaat besar bagi hidup kita. Estee Lauder telah membuktikannya. Dia mampu mengubah perasaan negatifnya terhadap wanita yang menghinanya menjadi motivasi besar dirinya untuk meraih sukses. Jika ada orang yang meremehkan atau menghina kita, biarkan saja. Tapi, jangan sampai kita kehilangan rasa percaya diri dan meratapi diri kita atas hinaan itu, apalagi menyimpannya menjadi dendam hingga mengharapkan hal-hal buruk terjadi pada orang yang menghina kita. Seperti yang dilakukan Estee Lauder, kita juga bisa mulai belajar untuk mengubah kata-kata negatif sebagai "pelecut" semangat kita untuk meraih keberhasilan yang lebih besar. SUMBER: Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Aura Kehidupan

Saya pernah merasakan hal yang tidak mengenakan dalam hidup ini dan ingin berbagi pengalaman kepada Sahabat semuanya. Suatu waktu saya merasa asing di lingkungan yang saya tempati. Seakan-akan semua orang yang ada di lingkungan saya tidak menganggap saya ada. Di kampus, di rumah, dan di jalan saya merasa sendiri. Dan memang benar orang-orang pun sedikit enggan untuk menyapa dan berbicara dengan saya, mereka menjauhi saya. Saya tidak tahu kenapa hal ini terjadi, pada saat itu yang ada di pikiran saya hanya segudang masalah yang menumpuk. Masalah yang membuat pikiran terasa buntu, membuat napas terasa sesak. Dalam hal ini, saya tidak bisa menceritakan masalah apa yang saya hadapi karena saya malu. Saya malu karena setelah benar-benar saya renungkan ternyata masalah yang saya hadapi sangatlah sepele, hanya saja pikiran saya yang terlalu mendramatisir keadaan sehingga seakan-akan sayalah orang yang paling menderita di dunia. Kejadian ini saya renungkan baik-baik, kenapa lingkungan yang kudiami seakan-akan menjauh dari kehidupanku? Dan setelah beberapa hari membuat catatan harian tentang keluh-kesah saya, saya baca kembali dan ternyata hampir 90% isinya tentang perasaan negatif. Saya pun sadar dan menarik sebuah pelajaran penting akan hal ini. Ternyata, ada dua faktor yang bekerja dalam keadaan ini. Faktor itu adalah faktor internal dan faktor eksternal diri saya. Faktor internal yang berpengaruh adalah "aura" tubuh. Saya sadar ketika seseorang mengalami kesedihan yang didramatisir, maka kesedihan itu akan terpancar ke dalam tindakan kesehariannya. Kepala akan tertunduk ke bawah, berjalan dengan gaya yang lunglai, berbicara hanya sepatah dua patah kata, punggung membungkuk dan yang menjadikan masalah saya semakin buruk adalah saya menutup diri dari lingkungan. Dari semua gerak-gerik tubuh yang seperti ini, akan mendapatkan respons dari orang yang melihat. Dan saya yakin sekali respons yang didapat pun merupakan respons yang negatif. Sebagian orang akan merasa bosan dan malas apabila berbicara dengan orang yang memiliki aura negatif seperti ini. Mungkin inilah yang menyebabkan orang-orang menjauhi saya. Yah, apabila kita memancarkan aura negatif, kebaikan akan menjauh dari kita. Namun apabila kita memancarkan aura positif, maka kita akan menjadi orang yang menyenangkan. Berbicara tanpa beban, berjalan dengan percaya diri. dan orang lain akan merasakannya, sehingga mereka akan memberikan respons yang juga positf kepada kita. Faktor kedua adalah faktor eksternal, yaitu hal-hal yang terjadi di luar tubuh kita, seperti kondisi psikologis orang lain, kondisi cuaca, perekonomianm dan lain-lain. Orang lain atau lingkungan akan menganggap kita ada, ketika kita memberikan manfaat kepada mereka. Kita tidak bisa memaksakan apa-apa kepada orang lain. Yang saya sadari adalah lingkungan itu bersifat pasif terhadap kita, maka itu kitalah yang harus aktif. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk menyayangi kita, tidak bisa memaksa mereka untuk memberikan apa yang kita inginkan. Yang hanya bisa kita lakukan adalah mencoba memperbaiki diri agar bisa bermanfaat bagi lingkungan dan mendapatkan respons yang baik dari mereka. Dari dua faktor yang berpengaruh tadi, yang paling bisa saya pengaruhi adalah faktor internal diri saya. Dan saya pun fokus untuk mengubah aura negatif saya menjadi aura positif. Saya awali dengan mengubah sudut pandang perasaan saya. Apabila sebelumnya dalam menghadapi masalah, saya fokus kepada keluhan/kesedihan, maka sekarang saya fokus pada manfaat yang ada di dalamnya. Saya belajar untuk mensyukuri apa yang saya miliki. Setelah beberapa hari memperbaiki aura tubuh, saya pun merasa lebih bahagia. Dan ketika bertemu orang lain pun saya merasa lebih santai untuk menyapa mereka. Akhirnya perlahan-lahan lingkungan yang sebelumnya saya rasakan sepi berubah menjadi ramai. Ternyata, saya sendirilah yang menciptakan masalah tersebut. Jadi ternyata, "Lingkungan sangat bergantung pada sikap kita terhadapnya. Jika keberadaan kita ingin diakui oleh orang lain, maka berikan manfaat bagi mereka. Buatlah diri kita menjadi individu yang simpatik; apabila tidak ada kita dirindukan, dan apabila ada kita didengarkan." Yang saya lakukan untuk mengubah aura negatif menjadi positif: 1. Ubah makna dari sudut pandang kejadian. Dari makna negatif menjadi makna yang lebih bermanfaat. 2. Mensyukuri apa yang dimiliki. 3. Memperbanyak gerakan tubuh/olahraga untuk memperlancar aliran darah. 4. Sering-seringlah tersenyum bahagia. 5. Belajar untuk memahami kesulitan orang lain untuk mengasah empati dan meningkatkan rasa syukur. 6. Tidak menutup diri ketika menghadapi masalah yang pelik, sebaiknya diskusikan dengan orang yang dipercaya. 7. Fokus pada perbaikan diri. 8. Mendekatkan diri pada Tuhan. "Tidak ada jalan yang terbaik dalam menghadapi kesulitan hidup selain tetap berpikir dan bertindak positif dalam menghadapinya. Bukan dengan cara menyalahkan hal di luar tubuh, melainkan memperbaiki apa yang terjadi pada diri kita." SUMBER: Firman Erry PRobo - andriewongso.com

Arti Hidup

Alkisah, ada seorang gadis yang bisa melakukan apa saja yang dia inginkan. Yang perlu dilakukannya hanya memilih hal yang ingin dikerjakan dan berfokus. Suatu hari, duduklah dia di depan sebingkai kanvas kosong dan mulailah dia melukis. Setiap goresan di atas kanvas terlihat lebih sempurna, lambat-laun membentuk sebuah mahakarya yang tanpa cacat. Saat lukisannya selesai dikerjakan, gadis itu memandang hasil karyanya dengan bangga dan tersenyum puas. Lukisan yang baru saja dibuatnya menegaskan bahwa si gadis memang punya bakat melukis. Dia seorang seniman, dan dia sendiri juga menyadarinya. Tapi sesaat setelah lukisannya jadi, si gadis menjadi cemas dan cepat-cepat bangkit berdiri. Karena dia sadar meski dia mampu berbuat apa pun di dunia ini sesuai keinginannya, dia hanya menghabiskan waktunya menggerakkan dan menggoreskan tinta di atas sebingkai kanvas. Dia merasa masih ada banyak hal di dunia ini yang bisa dilihat dan dilakukannya-ada begitu banyak pilihan. Dan jika akhirnya dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang lain dengan hidupnya, maka waktu yang dihabiskannya untuk melukis akan menjadi sia-sia. Si gadis melihat sekilas hasil karyanya untuk terakhir kalinya, dan berjalan keluar di tengah cahaya bulan. Ketika dia berjalan, dia juga berpikir. Lalu, dia berjalan lagi dan lagi. Selagi berjalan, si gadis tidak memperhatikan awan dan bintang di langit yang berusaha memberi isyarat padanya, karena dia terlalu sibuk dengan keputusan penting yang harus dibuatnya. Dia harus memilih satu hal yang akan dikerjakannya di antara banyak kemungkinan yang ada di dunia. Haruskah dia belajar kedokteran? Atau mendesain bangunan? Atau mengajar anak-anak? Dia benar-benar bingung. Dua puluh lima tahun kemudian, gadis itu mulai menangis. Karena dia menyadari selama ini dia sudah menempuh perjalanan yang sangat panjang. Selama bertahun-tahun itu pula, dia menjadi begitu tergoda pada segala kemungkinan yang bisa dilakukannya tapi akhirnya tak satu pun yang berarti yang telah dilakukannya. Dan akhirnya, dia menyadari bahwa hidup itu bukanlah tentang kemungkinan (segala hal itu mungkin). Hidup itu tentang menentukan sebuah pilihan (memutuskan melakukan sesuatu yang benar-benar disukai). Maka gadis itu, yang sudah bertambah dewasa, membeli sejumlah kanvas dan cat lukis dari toko barang kerajinan. Lalu, dia mengarahkan mobilnya menuju taman terdekat, dan mulai melukis. Satu goresan dengan indah berlanjut ke goresan berikutnya sama seperti yang pernah dihasilkannya bertahun-tahun lalu. Siang berganti malam, dan si gadis masih saja terus melukis. Karena dia akhirnya sudah membuat suatu keputusan. Dan masih ada cukup waktu yang tersisa untuk bersuka-ria dengan keajaiban dalam hidup ini. Sama seperti gadis dalam kisah tadi, sebagian kita sering kali hanya berjalan keliling tanpa tujuan. Kita seakan sibuk dengan berbagai hal, tapi tak satu pun yang benar-benar berarti dan bermakna. Akhirnya, apa pun yang kita peroleh terasa hampa dan tidak memuaskan hati. Maka, mari kita berhenti sejenak untuk merenungkan apa tujuan sejati kita dalam hidup ini? Apa yang benar-benar menggerakkan hati kita? Jika sudah mendapatnya, berfokuslah pada tujuan itu. SUMBER:Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Kisah Rahasia Kebahagiaan

Alkisah, ada lelaki tua yang berjalan masuk ke sebuah restoran dengan langkahnya yang terseret-seret. Dengan kepala yang dimiringkan dan bahunya yang berposisi agak membungkuk ke depan, lelaki itu bersandar pada tongkat andalannya dengan langkah-langkah yang tidak terburu-buru. Jaket kainnya yang terlihat sobek-sobek, celana panjangnya yang bertambal, sepatunya yang usang, dan kepribadiannya yang hangat membuatnya tampil berbeda dari pengunjung lainnya di Sabtu pagi itu. Yang tak terlupakan adalah kedua matanya yang berkilau bagai intan, pipinya yang lebar dan kemerahan, serta bibir tipisnya yang membentuk senyuman hangat. Langkahnya terhenti, dan ia pun membalikkan badan, berkedip pada seorang anak kecil yang duduk di dekat pintu. Anak itu membalasnya dengan cengiran lebar. Seorang pelayan muda bernama Nina memperhatikannya berjalan terseret-seret menuju sebuah meja di samping jendela. Nina menghampiri lelaki tua itu, dan berkata, "Mari, Pak, saya bantu Anda duduk." Tanpa berkata apa pun, lelaki tua itu tersenyum dan mengangguk sebagai ucapan terima kasih. Nina menarik kursi dari meja. Dengan satu tangannya, Nina membantu lelaki itu duduk di kursi hingga merasa nyaman. Lalu, si pelayan menarik meja ke dekat lelaki tua itu, dan menyandarkan tongkatnya pada meja agar mudah dijangkaunya. Dengan suara yang jernih dan lembut, lelaki itu berkata, "Terima kasih, dan semoga kamu mendapat berkah atas kebaikanmu." "Sama-sama, Pak," jawab si pelayan. "Nama saya Nina. Saya akan kembali sebentar lagi dan kalau perlu sesuatu, panggil saja saya." Setelah lelaki tua itu menghabiskan makanan dan minumannya, Nina membawakan uang kembalian. Lelaki itu meletakkannya di atas meja. Nina membantu lelaki itu bangkit dari kursi dan keluar dari mejanya. Nina memberikan tongkatnya dan menggandengnya hingga ke pintu depan. Sembari membukakan pintu, Nina berkata, "Silakan datang kembali, Pak!" Lelaki tua itu berbalik, berkedip dan tersenyum, lalu mengangguk sebagai ucapan terima kasih. "Tentu saja," katanya lembut. Ketika Nina membersihkan meja yang tadi dipakai lelaki itu, ia hampir saja pingsan. Di bawah piring, ia menemukan sebuah kartu nama dan pesan di sebuah tisu dengan tulisan tangan yang agak acak-acakan. Di bawah tisu itu terselip lima lembar uang seratus ribu rupiah. Pesan pada tisu itu berbunyi demikian: "Dear Nina, saya sangat menghormati kamu dan saya bisa lihat bahwa kamu pun menghormati diri sendiri. Itu terlihat dari caramu memperlakukan orang lain. Kamu telah menemukan rahasia kebahagiaan. Sikap hangatmu itu akan terpancar ke semua orang yang kamu jumpai." Ternyata setelah diselidiki, lelaki tua yang dilayani Nina tadi adalah pemilik restoran tempatnya bekerja. Inilah kali pertama Nina dan juga para karyawan lainnya melihatnya secara langsung. Temukan kebahagiaan sejati dari cara kita memperlakukan orang lain! Luar Biasa! SUMBER: Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Kebahagiaan Ada di Mana-mana

Alkisah, ada seorang pemuda duduk di tepi telaga. Matanya mengarah ke hamparan air telaga, tapi tatapannya kosong. Dia sudah mendatangi berbagai tempat di seluruh penjuru mata angin, tapi belum ada satu pun yang memuaskannya. Kesunyian mulai muncul, hingga terdengar suara memecah kediaman itu. "Sedang apa kau di sini, anak muda?" tanya seorang kakek. Anak muda itu menoleh ke samping. "Aku lelah, Pak Tua. Aku sudah menempuh perjalanan berkilo-kilo meter jauhnya untuk mencari kebahagiaan, tapi perasaan itu tak kunjung kudapatkan. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda-tanda kebahagiaan hadir dalam diriku. Ke mana lagi aku harus mencarinya?" tanya si anak muda yang putus asa itu. "Di depan sana ada sebuah taman. Pergilah kau ke sana. Tangkaplah seekor kupu-kupu untukku, nanti kau akan mendapat jawaban dari pertanyaanmu itu," pinta si kakek. Meski merasa ragu, anak muda itu akhirnya menuruti permintaan itu. Dia pun segera melangkah menuju taman seperti yang ditunjukkan si kakek. Sesampainya di sana, sebuah taman yang sangat indah terhampar di hadapannya. Taman itu penuh dengan pohon dan bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak pula kupu-kupu yang beterbangan di sana. Diam-diam si kakek memperhatikan gerak-gerik si pemuda itu dari kejauhan. Dilihatnya si pemuda mengendap-endap menuju sasarannya. Hap! Sasaran itu luput. Dikejarnya kupu-kupu ke arah lain. Hap! Lagi-lagi gagal. Dia pun akhirnya mulai berlari tak beraturan. Menerjang segala benda yang ditemuinya di taman itu demi mendapatkan kupu-kupu itu. Rerumputan, tanamana, semak, perdu dan lainnya. Meski sudah bergerak ke sana kemari, tak satu pun kupu-kupu berhasil ditangkapnya. Dia mulai kelelahan. Akhirnya si kakek berteriak menghentikan kegiatan si pemuda. Disuruhnya si pemuda untuk beristirahat sejenak. Si kakek berjalan mendekat, dan terlihat ada sekelompok kupu-kupu beterbangan di sekitar kakek itu. Sesekali ada dua-tiga kupu-kupu hinggap di tubuhnya yang renta itu. "Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" tanya si kakek. Sang kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu ibarat menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu. Tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari ke mana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri." Kakek itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya. Percayalah, kebahagiaan itu ada di mana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah mempedulikannya. Mungkin juga, rasa bahagia itu beterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya. Maka itulah, mulai sekarang mari kita memperhatikan lebih saksama apa yang terjadi di sekitar supaya kita tidak melewatkan kebahagiaan yang menghampiri kita. SUMBER:Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Kebahagiaan Ada di Mana-mana

Alkisah, ada seorang pemuda duduk di tepi telaga. Matanya mengarah ke hamparan air telaga, tapi tatapannya kosong. Dia sudah mendatangi berbagai tempat di seluruh penjuru mata angin, tapi belum ada satu pun yang memuaskannya. Kesunyian mulai muncul, hingga terdengar suara memecah kediaman itu. "Sedang apa kau di sini, anak muda?" tanya seorang kakek. Anak muda itu menoleh ke samping. "Aku lelah, Pak Tua. Aku sudah menempuh perjalanan berkilo-kilo meter jauhnya untuk mencari kebahagiaan, tapi perasaan itu tak kunjung kudapatkan. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda-tanda kebahagiaan hadir dalam diriku. Ke mana lagi aku harus mencarinya?" tanya si anak muda yang putus asa itu. "Di depan sana ada sebuah taman. Pergilah kau ke sana. Tangkaplah seekor kupu-kupu untukku, nanti kau akan mendapat jawaban dari pertanyaanmu itu," pinta si kakek. Meski merasa ragu, anak muda itu akhirnya menuruti permintaan itu. Dia pun segera melangkah menuju taman seperti yang ditunjukkan si kakek. Sesampainya di sana, sebuah taman yang sangat indah terhampar di hadapannya. Taman itu penuh dengan pohon dan bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak pula kupu-kupu yang beterbangan di sana. Diam-diam si kakek memperhatikan gerak-gerik si pemuda itu dari kejauhan. Dilihatnya si pemuda mengendap-endap menuju sasarannya. Hap! Sasaran itu luput. Dikejarnya kupu-kupu ke arah lain. Hap! Lagi-lagi gagal. Dia pun akhirnya mulai berlari tak beraturan. Menerjang segala benda yang ditemuinya di taman itu demi mendapatkan kupu-kupu itu. Rerumputan, tanamana, semak, perdu dan lainnya. Meski sudah bergerak ke sana kemari, tak satu pun kupu-kupu berhasil ditangkapnya. Dia mulai kelelahan. Akhirnya si kakek berteriak menghentikan kegiatan si pemuda. Disuruhnya si pemuda untuk beristirahat sejenak. Si kakek berjalan mendekat, dan terlihat ada sekelompok kupu-kupu beterbangan di sekitar kakek itu. Sesekali ada dua-tiga kupu-kupu hinggap di tubuhnya yang renta itu. "Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" tanya si kakek. Sang kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu ibarat menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu. Tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari ke mana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri." Kakek itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya. Percayalah, kebahagiaan itu ada di mana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah mempedulikannya. Mungkin juga, rasa bahagia itu beterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya. Maka itulah, mulai sekarang mari kita memperhatikan lebih saksama apa yang terjadi di sekitar supaya kita tidak melewatkan kebahagiaan yang menghampiri kita. SUMBER:Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Karena Berlari Menyelamatkan Hidup dan Cintaku

Panggil saja aku Shinta, usiaku sekarang 25 tahun. Bekerja di sebuah perusahaan sebagai sekretaris dengan mobilitas yang tinggi. Di waktu luang aku menyalurkan hobby yang juga menambah penghasilan, menjadi model. Sebenarnya, pekerjaan sampingan ini adalah cita-cita dan impianku sejak kecil, namun aku memutuskan menjadikannya sebagai sampingan saja, karena aku tahu benar bahwa ada yang jauh lebih penting dari itu. Kembali ke 7 tahun lalu, di mana aku masih duduk di bangku sekolah dan tak punya banyak teman. Satu-satunya teman yang kumiliki bernama Yuni, dan yang aku tahu juga bukan teman yang baik (pada akhirnya). Tinggiku 160 cukup ideal untuk ukuran wanita, namun beratku saat itu 80 kg. Aku memang lahir di keluarga yang bertubuh besar. Kata ibuku, yang penting sehat dan tidak sakit-sakitan. Tapi aku tak pernah sependapat dengannya, menurutku kami sama sekali tidak sehat dengan berat badan dan bentuk tubuh yang seperti saat ini. Sejak kecil aku selalu mendapat olok-olok dari teman di sekolah, dari orang-orang yang kutemui di jalan, juga termasuk sepupu-sepupuku. Aku tak pernah merasakan indahnya cinta pertama. Yang justru sering kurasakan adalah cintaku bertepuk sebelah tangan. Dan, apakah aku sudah pernah menyebutkan patah hati? Ya benar. Aku sering sekali patah hati. Celakanya, saat aku merasa kecewa dan sedih, aku akan mencoba menenangkan diriku dan mengembalikan mood dengan semua makanan favoritku. Ibu dan ayahku sendiri justru semakin memanjakan aku dengan semua makanan enak-enak. Ya.. ya.. itu semua dilakukan karena mereka begitu menyayangi aku. Tak ingin melihat aku bersedih dan kecewa. Hans, seorang keturunan Manado yang sejak dulu menjadi sosok yang kukagumi. Dia sosok yang manis, pendiam dan sopan. Di antara semua teman sekelasku, mungkin hanya dia yang selalu memperlakukan aku dengan baik. Sayangnya, karena pengalaman-pengalamanku sebelumnya, aku tak pernah berani berbicara dan menyapanya. Kalau ketemu, aku hanya menunduk dan mungkin hal yang paling berani kulakukan di depannya adalah tersenyum. Berbeda dengan pria-pria lain yang pernah menyakitiku, yang sering mengirim pesan jahat lewat secarik kertas, Hans selalu terlihat sempurna di mataku. Pelajaran olahraga adalah yang paling kubenci. Dengan tubuh XXL ini aku sulit sekali bergerak. Sekali aku bergerak, serasa sekitarku ikut berguncang. Dan mulai deh, teman-teman pria sekelasku langsung menertawakan aku. Suatu kali, aku merasa tubuhku kurang nyaman. Namun kupaksakan diriku berangkat ke sekolah juga. Dan tepat di pelajaran olahraga, tubuhku limbung. Masih terdengar sayup-sayup suara teman-teman wanita sekelasku yang berteriak-teriak. Terbangun dari pingsan, ternyata aku sudah berada di rumah sakit. Dengan oksigen di hidung dan infus di tangan. Hah, kenapa ya aku? Untungnya aku tak harus menginap. Malam harinya aku diperbolehkan pulang dan melakukan rawat jalan. Yang kudengar dari ibu, ada banyak lemak yang membungkus jantungku, membuat terkadang rasanya nyeri. Ah, seharusnya bukan hal yang mengherankan dengan tubuh sepertiku. Yang membuat aku terkejut sebenarnya, ternyata beratku sudah mencapai nyaris 100 kg. Oh tidak, Shinta... mau jadi apa kamu? Dokter juga mengatakan, yang wajib kulakukan adalah diet dan berolahraga. Aku harus benar-benar memperhatikan setiap menu makanku. Mengisi aktivitas dengan olahraga rutin dan benar sehingga berat badanku bisa turun. Hanya itulah satu-satunya jalan, karena sebenarnya problem utama kesehatanku adalah terlalu banyak kandungan lemak di tubuhku. Kematian, itulah ancamannya jika aku tidak segera menurunkan berat badanku. Sesuatu yang jauh lebih menyakitkan ketimbang sendirian, patah hati, dan tak punya teman. Aku sempat menceritakan kondisiku pada Yuni. Dan jawabannya di luar dugaanku, ia tidak menyemangatiku, tidak mendukungku, dan malah menyalahkan aku atas kondisi tubuhku. Hmm... Dia mungkin tak sepenuhnya salah, hanya aku saja yang terlalu berharap ada orang yang mau berteman dan memberikan dukungannya kepadaku (hiburku). Berjalan dalam kegundahan, diam-diam semua teman-teman di sekolah tahu kondisiku. Hahh... sudah bisa ditebak kan siapa yang menyebarkan berita tentang kondisi kesehatanku. Aku semakin malu, dan semakin merasa bersalah karena aku tak tahu harus berbuat apa. Di situlah awalnya, Hans mendekatiku. Setiap sore hari, aku membagi waktu antara les pelajaran dan jadwal olahragaku. Partner yang membantuku berolahraga sungguh di luar dugaan. Dia adalah Hans, yang menawarkan bantuan tulus untukku. Katanya, ia ingat dengan kondisi salah seorang keluarga dekatnya, yang mengalami kasus sama sepertiku. Sayangnya pertolongan itu datang terlambat. Kini, ia tak mau kejadian serupa terulang lagi, sehingga ia bersedia membagi waktunya dan menemaniku berlatih. Suatu keajaiban menurutku, bisa berbincang, bercanda dan melakukan kegiatan bersama Hans. Hal yang tak pernah kuduga sebelumnya akan terjadi. Latihan yang kulakukan sebenarnya simple, berlari. Kata Hans, lari adalah olahraga yang murah, efektif dan mudah dilakukan. Awalnya, kami berlari memutari blok rumah. Semakin lama, jarak tempuhnya ditambah, kamipun seringkali menyelingi dengan menambahkan tantangan waktu sehingga kami bisa balapan di tempat yang kutuju. 1 bulan... 2 bulan... tak terasa hal itu sudah terjadi selama 1 tahun. Dan tebak saja, beratku saat ini sudah 60 kg. Yang mungkin bagi beberapa orang aku masih terlihat gemuk, tetapi bagiku ini adalah pencapaian luar biasa dari berat yang semula hampir 100 kg. Lulus dari SMA, akupun masih melanjutkan kebiasaanku. Masih ditemani Hans dan dilakukan dalam jadwal yang rutin. Targetnya kini meraih berat badan idealku, agar aku bisa masuk ke kelas model seperti idamanku. Hans, kini menjadi kekasihku. Mengubah statusnya dari seseorang yang kukagumi menjadi kekasih. Bukan karena berat badanku yang sudah turun lho. Jauh sebelum jarum di timbangan menunjuk ke angka 60, Hans sudah terlebih dahulu 'menembakku', memintaku menjadi kekasihnya dan menyatakan perasaannya padaku. Menurutnya, aku cantik, dan aku memiliki kepribadian yang menyenangkan, tulus, tak seperti wanita-wanita lain di kelasku. Hingga saat ini, aku berhasil menyelamatkan hidupku, meraih cintaku, dan juga berat badan idealku. Banyak hal penting yang kupelajari dan selalu kuingat adalah aku tak pernah menyesali berat badanku, justru di sana aku bertumbuh dan belajar banyak hal baru. Aku juga tak lantas sombong karena memiliki badan yang ideal, karena aku pernah berada di posisi mereka yang dicibir dan diolok-olok. Dan aku juga tahu bahwa sebenarnya melarutkan diri dalam kegemukan dan makanan tidak akan membuat tubuh jadi sehat, justru mengundang ragam penyakit datang mengancam. Terima kasih Hans, terima kasih lari yang menyenangkan, keduanya telah mengubah hidupku. Pesanku, kepada teman-teman yang mungkin memiliki problem yang sama sepertiku, olahraga termurah dan efektif adalah berlari. Larilah demi kesehatanmu, demi impian dan cintamu. SUMBER:vemale.com

Ayah, Peganglah Tanganku Dan Jangan Lepaskan

Di alam liar, anak-anak dapat belajar banyak hal secara langsung tanpa membuat mereka bosan. Bahkan pelajaran-pelajaran tersebut umumnya tak ditemuinya di sekolah, namun sangat penting di dalam kelangsungan hidupnya kelak. Dan, tak hanya anak-anak saja yang bisa memetik pelajaran, orang tua juga banyak belajar hal-hal penting dalam hidupnya, lewat hal-hal kecil yang mungkin sering dilewatkannya dalam keseharian. Seperti cerita, berikut ini... Suatu hari, seorang ayah mengajak anaknya bermain ke alam liar tak jauh dekat rumahnya. Dengan membawa bekal secukupnya, mereka berencana bermain di sebuah sungai indah yang airnya sangat jernih. Uniknya, di sana banyak batang-batang dan akar-akar pohon yang menjuntai di atas air. Menjadikannya sebuah tempat yang sangat unik dan menarik. Di bawahnya, berlarian ikan-ikan kecil berwarna-warni. "Ini adalah sebuah pelajaran yang tepat sekaligus hiburan untukmu, anakku," ungkap ayahnya. Si kecil, Dewy-pun berlarian ceria di pinggir sungai itu. "Ayah, mari kita menyusuri sungai ini. Di seberang sana banyak bunga-bunga indah. Aku ingin memetiknya untuk ibu," kata Dewy. Sang ayah mengangguk, "sebentar coba ayah lihat dulu apakah benar pohon ini kuat menahan kita berdua.." sang ayahpun kembali, menyetujui saran Dewy dan mengajaknya menyeberang sungai. "De, coba pegang tangan ayah agar kamu tidak jatuh," "Tidak ayah. Kaulah yang seharusnya memegang tanganku," "Lho, apa bedanya?" "Beda ayah. Jika aku yang memegang tanganmu, bila sesuatu terjadi padaku, maka tanganku bisa terlepas. Tetapi, bila kau memegang tanganku, aku percaya kau tak akan melepaskan aku sampai kapanpun, tak peduli apapun yang terjadi padaku..." Dan begitulah, setiap anak-anak percaya bahwa setiap orang tuanya akan menjaga dan melindunginya setiap waktu. Menaruh harapan yang besar sekalipun mungkin suatu hal buruk mungkin saja terjadi pada mereka berdua. Tetapi, anak-anak tak pernah peduli akan hal itu. Selama ada orang tuanya, selama tangannya tetap digenggam, ia tetap akan merasa terlindungi. Sudahkah Anda memberikan pelukan dan ciuman untuk anak Anda hari ini? Mari membuat mereka merasa dilindungi dan dicintai. SUMBER:vemale.com

Pengertian Cinta di Mata Anak-Anak

Bagi orang dewasa, cinta seringkali langsung diarahkan pada cinta dan romansa dengan lawan jenis. Cinta yang seharusnya memiliki pengertian yang sangat luas menjadi sempit saat kita semakin dewasa dan mengenal pria yang membuat hati kita berdebar dan jatuh cinta. Anak-anak yang masih polos dan belum terkena efek jatuh cinta pada lawan jenis memiliki pengertian dan pemahaman cinta yang ternyata lebih luas dan mengharukan. Inilah jawaban mereka saat kami bertanya pada beberapa anak, "Menurutmu, cinta itu apa?" "Cinta itu.. saat ayah dan bunda menciumku sebelum berangkat sekolah dan sebelum tidur," - Sasha, 9 tahun "Waktu teman Kiki meminjamkan pensilnya karena pensil Kiki patah," - Kiki, 6 tahun "Aku cinta ayah dan ibu, karena ayah sudah mencari nafkah dan ibu memasak setiap hari supaya aku sehat dan tidak sakit. Itu cinta.." - Tania, 7 tahun "Kata ibu guru, semua yang dilakukan ayah dan ibu untuk Gina adalah cinta," - Gina, 5 tahun "Cinta itu misalnya.. waktu kakak membagi dua donatnya untuk Ema karena donat punya Ema tidak sengaja jatuh," - Ema, 6 tahun "Apa ya cinta itu? Kata papa dan mama, mereka menikah karena cinta. Oh.. cinta itu kalau papa dan mama sama-sama tersenyum seperti foto waktu mereka menikah," - Nuri, 8 tahun "Waktu ibu mengompres kening Pita dan menemani Pita waktu sakit," - Pita, 7 tahun "Cinta adalah.. selalu ada cinta di masakan bunda," - Rizky, 6 tahun "Tita sering menangis kalau mati lampu, setiap kali ayah atau ibu memberi pelukan, itu artinya cinta, iya kan?" - Tita, 5 tahun "Cinta itu.. semua yang diberi Tuhan untuk Nia. Nia sudah diberi kesehatan dan orang tua yang baik, jadi Nia juga harus cinta dengan semua yang diberikan Tuhan dan tidak lupa berdoa," - Nia, 8 tahun Ada banyak makna cinta yang sangat luas. Terlepas dari apa arti dan makna cinta yang sesungguhnya, sudahkah Anda berterima kasih dan bersyukur pada orang-orang yang mencintai Anda? Semoga pengertian cinta yang diberikan anak-anak ini bisa menjadi pengingat bahwa cinta tak sekedar luapan asmara pada lawan jenis. Cinta ada di sekeliling Anda, bahkan di setiap napas yang Anda hembuskan, tak perlu jauh-jauh mencarinya. SUMBER:vemale.com

Kisah Si Bocah dan Pria Tua

Alkisah, ada seorang bocah yang menjual majalah untuk sekolah. Ia berjalan menuju sebuah rumah yang jarang dikunjungi orang. Bangunan rumah itu sangat tua dan pemiliknya jarang sekali keluar. Sekalinya keluar dari rumah, sang pemilik itu tidak pernah mau menyapa para tetangganya atau orang-orang yang sedang lewat, melainkan hanya membelalak pada mereka. Bocah itu mengetuk pintu rumahnya dan menunggu, berkeringat karena merasa ketakutan dengan sang pemiliknya. Orangtua si bocah sudah pernah memperingatkannya agar menjauhi rumah itu, anak-anak lainnya juga mendapat peringatan yang sama dari orangtua mereka. Saat hendak melangkah pergi karena sudah menunggu lama, pintu tiba-tiba terbuka perlahan. "Apa maumu?" kata sang pemilik yang sudah berusia tua. Si bocah sangat ketakutan tapi dia harus memenuhi kuota untuk tugas sekolahnya dengan menjual majalah-majalah. "Hmm, permisi, pak, saya, hmm, mau menjual majalan-majalah ini. Dan hmm... saya pikir bapak mau membelinya." Pria tua itu hanya menatapi si bocah. Saat itu, si bocah bisa melihat ke dalam rumah si pria tua itu dan melihat ada patung-patung kecil berbentuk anjing di atas meja. "Bapak mengumpulkan patung-patung anjing?" tanya si bocah. "Ya, saya punya banyak sekali koleksi di rumah ini. Mereka seperti keluarga sendiri di sini, cuma mereka yang saya punya." Si bocah merasa kasihan pada pria tua itu, sepertinya ia sangat kesepian. "Kalau begitu, saya punya sebuah majalah untuk para kolektor, cocok sekali buat bapak. Aku juga punya satu majalah yang isinya tentang anjing-anjing karena bapak sangat menyukai anjing." Si pria tua itu berkata sambil siap-siap menutup pintu, "Tidak Nak, saya tak butuh majalah apa pun. Sekarang, selamat tinggal!" Si bocah merasa sedih karena kuotanya untuk penjualan majalah tidak terpenuhi. Dia juga merasa kasihan pada pria tua itu karena sangat kesepian di dalam rumah besar itu. Sesampainya di rumah, si bocah punya ide bagus. Dia punya patung anjing kecil yang didapatnya dari seorang bibi beberapa tahun lalu. Patung kecil ini tak berarti banyak baginya, berbeda dengan pria tua itu, karena si bocah punya anjing peliharaan dan sebuah keluarga yang besar. Maka, anak ini pun kembali ke rumah si pria tua dengan membawa patung kecilnya. Diketuknya pintu rumah itu, dan kali ini pria tua langsung membukakan pintu. "Nak, seperti sudah kubilang tadi kalau aku sama sekali tidak perlu majalah!" "Iya Pak, saya sudah tahu.. Saya cuma mau memberi sebuah hadiah." Lalu, si bocah menyerahkan padanya patung kecil. Wajah pria tua itu terlihat lebih cerah. "Saya pelihara satu anjing di rumah. Nah yang ini buat bapak." Si pria tua itu hanya tertegun; belum pernah ada yang memberinya sebuah hadiah berharga seperti itu dan menunjukkan kebaikan padanya. "Nak, kamu baik sekali. Kenapa kamu berbuat seperti ini?" Si bocah tersenyum dan berkata, "Karena bapak suka dengan anjing." Sejak saat itu, si pria tua mulai mau keluar rumah dan menyapa orang-orang. Dia dan si bocah sekarang menjadi teman, dan si bocah bahkan setiap minggu mengajak anjingnya menemui si pria tua. *** Luar biasa sekali, betapa perbuatan simpel si bocah mampu mengubah kehidupan keduanya, si bocah itu sendiri dan si pria tua. Karena itu, jangan pernah remehkan kekuatan sebuah tindakan sekecil apa pun, entah itu sekadar senyuman tulus pada teman kita atau musuh sekalipun. Pada waktunya nanti, tindakan simpel seperti itu akan membawa manfaat yang tak terbayangkan sebelumnya. Selamat mencoba! SUMBER: Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Hati Emas Pemulung, Adopsi 30 Bayi Terlantar

Banyak orang yang tega membuang bayi yang masih hidup dengan banyak alasan. Malu karena sang bayi lahir di luar pernikahan, atau.. takut karena tidak punya biaya untuk menghidupi sang bayi. Tapi tahukah Anda, seorang pemulung di China mampu mengadopsi 30 bayi yang dibuang. Inilah kebesaran hati Tuhan yang kadang tak mampu dirasakan semua orang. Nama wanita ini adalah Lou Xiaoying, usianya saat ini 88 tahun. Pekerjaannya adalah pemulung sampah, suami Lou Xiaoying telah meninggal 17 tahun yang lalu. Keadaan hidup yang sulit dan keterbatasan ekonomi tidak mengecilkan hati Lou Xiaoying untuk berbuat baik pada sesama manusia. Dia telah mengadopsi 30 bayi sejak tahun 1972. Walaupun usianya sudah menua, kebaikan hati Lou Xiaoying tidak surut dimakan usia. Anak adopsi yang paling muda saat ini berusia enam tahun, namanya Zhang Qilin. Lou Xiaoying menemukan bayi tersebut di tempat sampah. Dengan kondisi yang lemah, wanita itu membawa sang bayi ke rumahnya yang sangat kecil untuk dirawat. "Kini dia sudah menjadi anak yang sehat dan bahagia," ujar Lou Xiaoying. Sementara itu, anak adopsi pertama ditemukan Lou Xiaoying di jalan, seorang bayi perempuan. "Ia terbaring di antara sampah di jalan, terlantar," kenang wanita tua itu. Dengan keterbatasan Tidak semua bayi yang ditemukan dan dirawat Lou Xiaoying terus bersamanya hingga dewasa. Beberapa di antara mereka diadopsi keluarga yang lebih mampu. "Saya tidak mengerti mengapa orang-orang tega meninggalkan bayi selemah itu di jalan," ujar Lou Xiaoying. Baginya, bayi-bayi tersebut adalah makhluk hidup yang berharga, mereka seharusnya mendapat kasih sayang dan cinta. Kisah ini mulai menyebar ke seluruh China dan mendapat perhatian dunia. Seseorang yang menaruh simpati pada kisah ini Seseorang yang simpatik terhadap Lou mengatakan bahwa pemerintah, sekolah, dan masyarakat China yang tak berbuat apa-apa seharusnya malu pada Lou. “Dia tak punya uang atau kekuasaan, tetapi mampu menyelamatkan anak-anak dari kematian dan kondisi yang lebih parah,” ungkapnya. Kisah nyata ini membuktikan bahwa kebaikan hati seseorang tidak dapat dinilai dengan materi. Seorang pemulung sampah yang kehidupannya sulit bisa memiliki hati semulia emas. Jadilah manusia yang berguna untuk orang lain. Jangan menunggu materi atau kesempatan. Hati mulia yang akan menuntun Anda. SUMBER:vemale.com

Cara Menghilangkan Stress Dalam Semalam

Seorang pasien mengeluh pada dokternya, "bagaimana sih dok cara menghilangkan stress ini? Saya sampai tidak bisa tidur, tidak enak makan, uring-uringan. Anda saja ada cara yang bisa menghilangkan stress dalam semalam, akan saya bayar berapapun harganya." Sang dokter hanya tersenyum, beberapa detik kemudian ia bertanya balik pada pasiennya, "Bapak benar mau menghilangkan stress?" "Lho, ya jelas dok. Saya serius kok. Saya bosan dengan stress yang membuat hidup saya ini kacau. Berapa dok biayanya? Bagaimana caranya?" "Gratis. Bapak dengarkan saja cerita saya," kata dokter itu. Dan mengikuti nasehat dokter, pasien pun menyimak cerita dokter dengan seksama. "Pak, ini ada gelas berisi air. Kira-kira berapa ml air yang ada di dalam gelas ini, coba bapak tebak," kata sang dokter. "Waduh, kalau pastinya sih saya nggak tahu dok, tetapi mungkin sekitar 150 ml," "Baiklah, mungkin saja jawaban bapak benar. Lalu, pertanyaan saya berikutnya, bagaimana bila saya memegang dan mengangkat gelas ini selama 5 menit?" "Bisa pegal-pegal dong tangan dokter," jawab pasien sambil tertawa. "Nah, bapak benar lagi. Lalu, bagaimana kalau saya mengangkatnya selama satu jam lamanya?" "Bisa kram dok tangannya, mana bisa mengangkat terus sejam lamanya?" "Benar lagi. Lalu, bagaimana kalau gelas ini saya angkat tiga hari tiga malam?" "Wah, kalau itu sih bisa-bisa dokter pingsan, terlalu lelah, mungkin cedera otot juga," "Benar sekali. Lalu, apakah selama saya mengangkat gelas itu, isi dan banyak air itu berubah jumlahnya?" "Tentu saja tidak dok. Kecuali mungkin dokter mengangkatnya dan berjemur di bawah matahari, air itu mungkin akan menguap sedikit tapi waktunya ya pasti lama," wajah pasien mulai bingung dan dahinya berkerut. "Lantas, bagaimana agar tangan saya tidak cedera, tidak sampai kram atau pegal-pegal?" tanya dokter lagi. "Ya jangan diangkat gelasnya, taruh saja dulu di meja." "Itulah yang saya maksud, Pak. Mungkin 5-10 menit kita memegang gelas tersebut hanya pegal-pegal yang terasa. Tapi jika terlalu lama, tangan jadi capek, bahkan mungkin kram. Dan kalau lebih dari sehari saya memegang gelas tersebut ke atas, bisa-bisa otot tangan saya cedera. Begitu juga dengan masalah-masalah yang ada di dalam hidup kita. Memikirkannya sejenak mungkin akan mengaduk-aduk emosi kita, memikirkannya lebih lama membuat kita jadi sakit kepala dan mulai resah, tetapi kalau setiap kali dipikir dan dicemaskan, bisa bikin Anda tidak bisa tidur, kesehatan menurun, atau uring-uringan. Padahal, dipikirkan sampai larut malampun masalah Anda belum tentu selesai, kan?" tutur sang dokter. Menghilangkan stress karena problem yang sedang kita alami, kuncinya sebenarnya mudah. Letakkan gelas yang Anda angkat sejenak, jangan selalu diangkat dan dibawa, nanti Anda sendiri yang akan merasa pegal dan lelah. Saat akan tidur, lebih baik fokuskan saja pada tidur, tinggalkan semua problem permasalahan Anda di meja, untuk mungkin keesokan harinya 'diangkat dan dibawa' lagi untuk dipecahkan. SUMBER:vemale.com

Bila Hidupmu Tinggal Sebulan, Apa Yang Kamu Lakukan?

Mendengar judul tadi, apa yang muncul di dalam benak anda? Takut. Sedih. Bingung. Marah. Tertawa saja. Menganggap pertanyaan itu ngaco. Semua itu adalah reaksi yang mungkin sekali muncul saat memikirkan jawaban pertanyaan itu. Sebelumnya, yuk kita dengar opini dari beberapa wanita berikut ini... "Beribadah sepuasnya..." kata Nana. Menurutnya, apalagi sih yang bisa dilakukan manusia bila sudah tahu tugasnya di dunia akan segera berakhir? Yang terpenting mungkin ya mendekatkan diri pada Allah, meminta ampunan atas dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan. Sedangkan Fina, seorang ibu yang penyayang lebih ingin keliling dunia dengan orang yang disayangi. "Selain itu aku juga ingin mengunjungi panti jompo dan panti asuhan serta berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang kurang beruntung," pungkasnya. Jawaban yang cukup berbeda dan unik datang dari Alin, "kalau aku ingin menyatakan perasaan pada seseorang yang selama ini terpending," katanya sambil tertawa. Sebuah keberanian yang saat ini mungkin sedang dikumpulkannya, namun tak cukup untuk membuat seseorang tahu tentang apa yang disimpan di dalam hatinya." Sekarang, giliranmu menjawabnya. Apa? Apa yang akan kamu lakukan jika tiba-tiba kamu tahu hidupmu tinggal sebulan? Well, yang jelas seketika mungkin hidupmu akan berubah drastis jika hal ini terjadi. Seperti beberapa jawaban yang sudah diungkapkan di atas. Ada yang akan lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena biasanya kalau sudah BBM-an, jadi lupa waktu beribadah. Apalagi, kalau topiknya sudah soal si anu yang tertangkap selingkuh. Wah... sungguh topik yang sayang sekali dipending untuk dibahas. Alhasil, ibadah menjadi nomer dua, dan bergosip menjadi nomer satu. Ada pula yang ingin keliling dunia bersama orang yang dicintai, yang mungkin saat ini waktunya banyak tersita oleh pekerjaan. Jarang sekali bisa membagi waktu dengan keluarga dan anak-anak. Apabila anak kesulitan dalam hal pelajaran, mudah saja, cukup memanggil guru privat dan semua akan menjadi beres. Padahal, anak lebih membutuhkan kehadiran orang tua yang bisa membimbing dan menyemangatinya belajar. Lain cerita dengan yang ingin mengungkapkan perasaan pada seseorang. Selama ini, apa yang dirasakan selalu disimpan di dalam hati. Takut diungkapkan. Entah karena takut ditolak, takut hubungan tidak akan berhasil, atau ketakutan-ketakutan lain yang sebenarnya terbentuk oleh pikiran sendiri. Lihat saja, betapa banyak hal yang sebenarnya ingin dilakukan bila tahu hidup akan berakhir. Kesemuanya adalah hal yang baik, bukan? Sekarang bayangkan. Bila semua hal itu dilakukan sekarang, alangkah indahnya dunia. Orang akan berkata "hidup itu sungguh bahagia." Tak ada lagi anak-anak yang kekurangan perhatian dan cinta orang tuanya. Tak ada lagi cinta dalam hati yang disimpan sekian lama, kemudian menyesal. Tak ada lagi pasangan kekasih yang bertengkar karena waktunya dicuri oleh pekerjaan dan kesibukan. Tak ada lagi tempat ibadah yang penuh hanya di hari-hari rayanya saja. Tak ada lagi orang yang mencuri hanya demi sebatang rokok. Tak ada lagi orang yang melakukan kekerasan pada orang yang dicintainya. Kerabat Imelda, kita bisa melakukannya sekarang. Tanpa harus tahu berapa lama lagi kita hidup. Kita hanya butuh satu hal saja, kemauan! Tak perlu menunggu untuk tahu hidupmu tinggal sebulan atau sekian hari. Lakukan hal-hal baik yang telah lama ingin kau lakukan. Termasuk memberikan pelukan dan ciuman hangat pada orang-orang terkasih di dalam hidupmu. Mari, kita mulai dari sekarang. SUMBER: Agatha Yunita - www.vemale.com

Ini Pun Akan Berlalu

Alkisah, ada seorang pengrajin emas yang sudah berumur dan terkenal di negeri itu. Selain keterampilan dan kehalusannya dalam membuat perhiasan, dia pun terkenal dengan kebijaksanaannya. Perhiasan yang dibuat acapkali dilatarbelakangi dengan cerita yang berpesan kemoralan. Suatu hari, Raja menitahkan si pengrajin emas untuk datang menghadap. "Paman pengrajin. Buatkan sebuah cincin untuk rajamu ini. Selain indah bentuknya, paman harus menuliskan pesan di dalam cincin itu," sabda baginda. "Siap baginda raja. Kalau boleh tahu, apakah yang harus hamba tulis di cincin itu?" tanya si pengrajin dengan bangga karena kepercayaan baginda raja yang akan memakai cincin buatannya. "Paman terkenal sebagai pengrajin emas yang hebat dan juga bijaksana. Nah..tuliskan di cincin itu, sesuatu yang bisa disimpulkan dari seluruh pengalaman dan perjalanan hidup paman. Agar rajamu ini bisa menjadikannya sebagai pelajaran penting dalam kehidupan mendatang. Jelas kan? Pulang dan kerjakan sebaik-baiknya. Raja akan memberikan hadiah yang bernilai bila paman berhasil memenuhi pesanan. Tapi bila tidak, ganjaran yang akan paman dapatkan!" Sebulan kemudian, cincin yang indah dan berkilauan telah selesai dikerjakan. Dan yang kurang adalah tulisan yang diminta oleh sang Raja. Siang-malam saat mengerjakan pesanan Raja, pikirannya juga sibuk memikiran tulisan di cincin. Melewati perenungan, puasa dan doa, perlahan, huruf demi huruf diukir dengan indah di cincin emas itu hingga membentuk sebuah kalimat pendek. Dengan keingintahuan yang besar, sang Raja melihat cincin sebagai sebuah maha karya yang indah dan sangat halus pembuatannya. Terdapat tulisan dengan huruf yang sangat cantik berbunyi: "Ini pun akan berlalu". "Paman. Apa maksud tulisan ini? Apakah pengalaman dan perjalanan paman tidak berarti sehingga tertulis di situ ‘ini pun akan berlalu'? Jika bagi paman tidak berarti, apalagi untuk seorang Raja?" tanya sang Raja dengan nada gusar. "Ampun baginda. Hamba yakin, setiap kehidupan adalah sangat berharga, terlebih kehidupan seorang Raja, sangatlah berarti untuk kelangsungan hidup rakyat banyak. Sebagai Raja, baginda pasti menghadapi banyak masalah, dan hamba hanya ingin mengingatkan: ‘ini pun akan berlalu'; demikian juga saat kesenangan sedang dinikmati: ‘ini pun akan berlalu'. Dengan kata kunci itu, hamba yakin, baginda akan selalu bijaksana dalam menjaga keseimbangan dalam bersikap dan memimpin negeri ini". Raja mengangguk-anggukkan kepala sangat puas dengan jawaban itu dan memberikan hadiah yang sangat banyak untuk si paman pengrajin emas. Kerabat Imelda.... Keyakinan kita kepada Tuhan dan doa yang selalu kita panjatkan, membuat kita menjadi optimis dan menjalani hidup secara mantap. Sehingga saat kita tahu ‘ini pun akan berlalu', entah dalam peristiwa duka maupun bahagia, kita teringat untuk selalu waspada dalam setiap langkah. Agar berlalunya setiap peristiwa, senantiasa meninggalkan jejak langkah yang indah dan bukan sesal yang menyertainya. SUMBER: Andrie Wongso - andriewongso.com

Waktu Yang Tepat Untuk Menikah

Jika ditanya kapan waktu yang tepat untuk menikah, apakah jawabanmu? Apakah usia 24 tahun? 25 tahun? Atau yang penting sebelum usia 30 tahun? Bicara soal menikah, aku punya jawaban yang tepat untuk pertanyaan 'kapan' tadi, berdasarkan pengalamanku. Usiaku saat itu 29 tahun, sudah matang, dewasa, mapan dengan karier yang terjamin. Sebagai sosok wanita, bisa dikatakan aku cukup sukses, karena punya fisik yang menurut teman-teman sangat ideal. Aku juga punya karier dan penghasilan yang sangat cukup untuk dipakai shopping, membeli baju dan sepatu yang disukai, atau travelling ke beberapa tempat yang indah saat liburan. Bagaimana dengan kekasih? Tentu saja aku juga punya kekasih yang sama mapan dan sukses saat itu. Lantas, mengapa aku belum menikah? Pertanyaan yang bagus, dan akan kujawab dengan cerita yang singkat. Rey, sebut saja demikian, adalah pria yang menurutku sangat sempurna (sempurna itu relatif, dan sebenarnya manusia tidak ada yang sempurna.) Sudah 3 tahun kami menjalani hubungan serius, kedua belah pihak keluarga sudah saling kenal, dan bisa dibilang cukup dekat. Suatu hari, kami pergi ke sebuah cafe untuk menghabiskan waktu berdua. Kami memang jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Saat itulah tiba-tiba aku memberanikan diri untuk bertanya, "Rey, kapankah kau akan menikahiku?" Rey terhenyak dan nyaris tersedak. Dia diam. Sebuah reaksi yang di luar dugaanku. Kukira dia akan tersenyum dan memegang kedua tanganku dengan hangat, ternyata tidak. Menurutku, hubungan kami sudah cukup lama, cukup matang dan kukira aku sudah siap untuk menyandang status istri. Nyatanya, malam itu Rey berpendapat berbeda. Menurutnya, ia belum siap, dan masih ingin mengejar beberapa target dalam kariernya. "Lagipula, Mel... kita masih muda dan nggak ada ketentuan juga kan harus menikah di usia sebelum 30 tahun," jelasnya membuatku terdiam. Sejak malam itu, hubunganku dan Rey spontan jadi renggang. Kami jarang saling memberi kabar, dan aku merasa semakin hambar saja. Tak lama, kudengar ia berhasil dipromosikan ke luar negeri. Mengecap pendidikan yang sudah lama ia incar. Dan lucunya, aku malah mendengar kabar itu dari adiknya. Kusimpulkan saja bahwa hubungan kami memang telah berakhir. Aku sempat down dan banyak berdiam diri. Untungnya sahabat-sahabat dekatku menyadari perubahan sikapku. Mereka tak ingin melihatku bersedih dan mengajakku tetap aktif dan tidak terus mengurung diri. Bahkan, mereka sempat mengenalkan aku pada beberapa kenalan pria. Dari situ aku menyadari, ternyata banyak pribadi menarik yang selama ini kupandang sebelah mata. Aku jadi belajar mengenal banyak orang, berbagai karakter dan kelebihan. Yang jelas, aku tidak menutup diri lagi. Dari sekian pria yang mengajakku berkenalan dan kencan, Dharma mungkin yang paling menonjol. Di luar dugaan, ternyata kami bertetangga. Kantornya berada di satu gedung denganku, katanya ia sering melihatku. Kalau aku sendiri, haha... tentu saja lebih banyak sibuk dengan gadget yang ada di tanganku. Aku merasa tak pernah melihatnya, tetapi setiap kali berdekatan dan berbincang, aku seperti telah mengenalnya sekian lama. Ia juga bukan sosok yang sesuai kriteriaku. Cenderung dibilang pria yang biasa saja, tidak tahu update fashion, simple, dan hobby olahraga. Dalam jangka waktu setahun kami berpacaran, kami menikah. Usiaku saat itu 32 tahun, ada yang bilang sudah tua, ada yang bilang masih muda. Ah... aku tak peduli. Saat itu aku menyadari, bukan usia yang menentukan kita siap menikah atau tidak, melainkan diri kita sendiri. Dan waktu yang TEPAT UNTUK MENIKAH, adalah ketika dirimu merasa sudah siap. Bagaimana kau tahu? hatimu yang akan meneriakkannya dengan keras dan bersemangat. Tepat saat ada seorang pria yang akan menggenggam tanganmu erat, dan BERANI menemanimu berjalan melewati suka maupun duka, bersama.... SUMBER:www.vemale.com

Sebuah Cara Lain Untuk Bersyukur: Penari Tradisional

Sore itu hujan seperti biasa. Intensitasnya tak jauh berbeda seperti hari-hari sebelumnya. Berat dan deras. Kerinduan akan Tuhan menuntut saya untuk merayakan weekend di rumah-NYA. Bukan semata karena saya single sih, tapi karena saya benar-benar rindu pada-NYA. Menembus derasnya hujan dengan sebuah payung, sayapun melambai pada sebuah angkutan umum yang akan membawa saya ke tujuan. Ahhh… derasnya air hujan yang turun membuat angkutan ini jadi lambat jalannya. Tak berapa lama, angkot ini berhenti di ujung jalan. Tiga orang dengan tubuh basah kuyup terburu-buru masuk ke dalamnya. Seorang, tampaknya sudah senja usianya. Sekalipun terburu-buru, namun langkahnyapun tidak lagi gesit. Seorang lagi usianya masih belia, mungkin seharusnya ia baru saja pulang sekolah dan bukan hujan-hujanan di pinggir jalan seperti ini. Seorang lainnya usianya mungkin sekitar 30-an. Masih segar dan cantik. Hampir saja ia terpeleset, sandal jepitnya tertinggal di ujung pintu dan segera diraihnya, "dingin, Mak…" katanya. Tubuhnya menggigil, bekas makeup di wajahnya luntur dan bisa saya bayangkan pasti pedas di mata. Hmmm siapakah mereka? Saya penasaran, mencuri pandang dan dengar, akhirnya saya tahu bahwa mereka adalah penari tradisional keliling. Berbekal niat untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga, mereka mengamen dengan menari ke pelosok-pelosok kota dan desa. Duduk di sebelah mereka dengan tubuh kering dan payung di genggaman, saya menarik napas panjang. Teringat permasalahan yang kerap membuat saya sedih, ah… saya tak sepantasnya lebih bersedih ketimbang mereka. Kalau saya masih bisa menggenggam dan menenteng smartphone, mereka hanya bisa menenteng perlengkapan tari dan sampur. Kalau saya masih bisa berjalan di tengah hujan sambil membawa payung, jangankan untuk membeli payung, untuk makan saja mereka masih sangat memperhitungkan dengan sangat hati-hati. Kalau saya masih bisa makan enak di restoran mahal, mereka mungkin penasaran bagaimana rasanya Pizza dan Spaghetti, atau bahkan mereka tak pernah mendengarnya. Saya.. Dengan segala permasalahan yang sering saya keluhkan secara berlebihan, seharusnya jauh lebih bersyukur. SUMBER: vemale.com

Monday, July 30, 2012

Sepasang Tangan

Suatu hari, di kelas pada sebuah sekolah dasar, seorang guru memberi tugas kepada murid-muridnya. "Anak-anak, tugas hari ini menggambar bebas. Buatlah gambar atau benda apa saja yang kalian miliki. Misalnya rumah yang kamu tinggali, benda yang kamu sayangi, pemandangan alam yang indah, atau gambar apapun yang kamu inginkan. Bagaimana, sudah jelas kan? Sekarang, keluarkan alat-alat gambar dan segera mulai menggambar." Maka, anak-anak itu pun dengan gembira mulai mengeluarkan alat-alat gambarnya sambil berceloteh, saling melontarkan pertanyaan dan jawaban tentang benda apa yang akan digambarnya. Tidak lama kemudian, kelas pun berangsur tenang. Masing-masing anak segera sibuk dengan idenya, yang berusaha dituangkannya ke atas kertas gambar. Saat waktu yang diberikan untuk tugas selesai, sang guru meminta setiap anak, satu persatu, maju ke depan kelas untuk memperlihatkan gambarnya dan menceritakan secara singkat alasan mengapa dia menggambar itu. Ada berbagai gambar dan alasan yang dikemukakan anak-anak itu. Ada yang menjelaskan tentang gambar mobil, mainan, buah-buahan, pemandangan, dan lain sebagainya. Tiba saat giliran terakhir, seorang anak yang agak pemalu karena kakinya yang timpang ketika berjalan, maju ke depan kelas. Meski kurang sempurna cara berjalannya, dari hasil gambarnya nampak bahwa ia sangat pandai dalam melukis. Semua perhatian pun mendadak terarah kepada teman tersebut, karena mereka ingin tahu apa yang digambar seorang anak cacat dari keluarga miskin itu. Tak lama, si anak itu memperlihatkan gambarnya. Rupanya, ia menggambar sepasang tangan. Kelas pun akhirnya kembali ramai karena mereka bertanya-tanya mengapa si anak itu menggambar sepasang tangan. Apa maksudnya? Tangan siapa yang digambarnya? Tangannya sendiri atau tangan orang lain? Kenapa tangan yang digambar? Semua anak berusaha menebak gambar tangan siapa yang dilukis oleh temannya itu. Setelah memperhatikan gambar dengan saksama, ibu guru bertanya lembut, "Nak, tangan siapa yang kamu gambar ini?" Anak itu menjawab dengan suara pelan tetapi jelas, "Yang satu adalah gambar tangan ibuku, dan satu lagi gambar tangan ibu guru." "Kenapa kamu tidak menggambar tangan milikmu sendiri?" tanya sang guru lebih lanjut. "Gambar tangan itu memang bukan tanganku sendiri, Bu. Aku menyayangi dan mensyukuri tangan-tangan itu. Karena, sepasang tangan milik ibukulah yang menuntun, mengajari, dan melayani aku secara tulus sehingga aku bisa tumbuh menjadi seperti saat ini. Dan satu lagi, aku menggambar tangan ibu guru karena ibu gurulah yang mengajariku menulis dan melukis. Walaupun kaki saya timpang, tetapi tangan saya bisa menulis dan membuat lukisan yang indah. Terima kasih, Bu," ucap si anak tulus. Dengan mata berkaca-kaca, ibu guru menganggukkan kepala, "Terima kasih kembali, kamu memang anak yang mengerti dan pandai bersyukur". Kerabat Imelda.. Sungguh luar biasa sikap mental anak yang kakinya timpang, tetapi mampu mengungkapkan rasa terima kasih dan rasa syukur atas jasa orangtua dan gurunya, melalui lukisannya yang sederhana. Punya kaki timpang bukan berarti harus rendah diri. Cerminan nyata dalam kehidupan seperti itu bisa kita lihat dari fisikawan Steven Hawking. Ia adalah seorang yang cacat, lumpuh, bahkan kalau mau bicara harus menggunakan bantuan alat elektronik. Tetapi, dengan kemauannya yang keras dan semangatnya yang pantang menyerah, dia kini diakui sebagai ilmuwan besar abad ini. Meski cacat, ia mampu menjadi orang yang dihormati karena hasil penelitian dan pemikirannya. Apa yang dilakukan oleh Steven Hawking adalah gambaran sebuah keberanian sejati. Ia mensyukuri apapun keadaannya dengan tetap berkarya. Hal seperti itulah yang patut kita jadikan teladan. Kita perlu menanamkan sikap mental berani berubah untuk jadi lebih baik, apapun kondisi yang kita hadapi hari ini. Ayo, bangkit dari segala keterpurukan, ketimpangan, dan kekurangan! Bagi saya, merupakan suatu keberanian sejati jika kita mampu terus mengembangkan diri dan segera memulai dari apa adanya kita hari ini. Jadi, make it happen! Buat itu terjadi! Selalu miliki tekad kuat untuk berubah menjadi lebih baik, dari hari ke hari. Syukuri apapun yang kita miliki, dengan terus memaksimalkan potensi diri. Tingkatkan pula daya juang kehidupan dengan memelihara semangat pantang menyerah! Dengan begitu, hidup kita akan lebih bermanfaat. SUMBER:Andrie Wongso - andriewongso.com

Letakkan Semua Telur dalam Satu Keranjang

Andrew Carnegie pernah dinobatkan sebagai salah satu orang terkaya di dunia dan seorang industrialis sejati. Padahal ia bukanlah anak sekolahan dan bukan keturunan orang kaya. Ia mendapatkan pendidikannya bukan dari sekolah melainkan dari bekerja. Carnegie adalah imigran Skotlandia yang datang ke AS ketika usianya 13 tahun. Setelah tiba di AS ia bekerja di sebuah pabrik pembuatan benang di Pennsylvania. Tahun berikutnya ia pindah kerja sebagai pengantar telegram. Namun karena ingin meraih masa depan lebih baik ia pindah posisi menjadi operator telegram. Di sana ia banyak belajar. Tak lama ia pindah ke perusahaan kereta api di Pennsylvania dan menjadi asisten seorang top eksekutifnya bernama Thomas Scott. Dari Scott inilah ia belajar industri kereta api dan sekaligus belajar bisnis. Tiga tahun kemudian ia dipromosikan menjadi pengawas perjalanan kereta. Sambil bekerja ia mencoba investasi. Scottlah yang mengajarkannya. Carnegie menanamkan modal US$500 di perusahaan ekspedisi yang di antaranya melayani pengantaran telegram. Setelah itu ia investasi juga di beberapa perusahaan lain meski dengan jumlah saham kecil seperti di perusahaan mobil dan bahkan kereta api. Lama-lama investasinya terus meningkat. Sampai pada tahun 1864 ia sudah bisa menginvestasikan US$ 400.000 untuk membangun ladang minyak. Dari sinilah bisnisnya mulai tampak dan makin lama makin besar, sampai-sampai ia harus keluar dari perusahaan kereta api agar bisa konsentrasi mengurus bisnisnya. Setelah konsentrasi di bisnisnya, usahanya makin maju. Ia pun berkembang menjadi pengusaha sukses dan pernah dinobatkan menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Apa rahasia suksesnya? Di antaranya ia menyebutkan fokus atau konsentrasi. "Konsentrasi adalah moto saya. Pertama kejujuran, kemudian industri, setelah itu konsentrasi," katanya. Ia memang dikenal sebagai seorang industrialis sejati dengan industri bajanya yang luar biasa. Tetapi ia punya nasihat lain. "Orang sukses adalah orang yang telah memilih satu jalan, dan terus fokus pada jalan itu," katanya. Itu berarti konsentrasi. Tentang konsentrasi ini pula ia dikenal dengan ungkapannya yang berikut. "Konsentrasikan energimu, pikiranmu, dan modalmu," katanya. "Orang bijak meletakkan semua telurnya dalam satu keranjang dan ia mengawasi keranjang itu," jelasnya. Jadi betapa pentingnya fokus atau konsentrasi. Dan dengan cara itu ia bisa melipatgandakan pendapatannya. Bayangkan, ketika ia mulai bekerja gajinya cuma US$ 1,2 per minggu. Dan beberapa tahun kemudian ia menjadi orang terkaya di dunia yang hanya bisa dikalahkan oleh John D. Rockefeller. Ketika ia meninggal tahun 1919 hartanya disumbangkan untuk mendirikan berbagai perpustakaan, sekolah, dan universitas di Amerika, Inggris dan negara-negara lain. Karena itu ia dikenal juga sebagai dermawan sejati. SUMBER:Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Belajar Ikhlas Bersedekah Dari Seorang Anak

Bulan Ramadhan tiba, kita semua menyambutnya dengan riang gembira. Berbicara mengenai bulan Ramadhan, kita selalu dibiasakan untuk banyak bersedekah dengan ikhlas. Benar bukan? Sayangnya, seringkali ikhlas yang kita berikan kepada orang lain bukanlah ikhlas yang sesungguhnya. Mari baca pengalaman penulis dengan seorang anak berusia lima tahun berikut ini. Pada bulan Ramadhan tahun lalu, saya berkunjung ke rumah saudara yang memiliki seorang anak perempuan berusia lima tahun, namanya Amelia. Seperti anak-anak pada umumnya, Amelia dengan riang gembira bercerita bahwa dia sudah belajar puasa, walaupun hanya setengah hari. Bocah menggemaskan ini sangat menikmati masa-masa belajar berpuasa, juga saat saya dan ibunya mempersiapkan beberapa barang untuk disumbangkan pada salah satu panti asuhan. Saya sempat bertanya padanya, "Amelia, kita mau bersedekah, kalau bersedekah kita harus apa?" "Ikhlas," jawabnya dengan nada lucu. Saya tersenyum, karena memang itulah jawaban yang ingin saya dengar. Kemudian, percakapan saya bersama Amelia selanjutnya benar-benar mengubah pemahaman saya mengenai arti ikhlas. "Tante, aku mau menyumbangkan tas ini untuk teman-teman di panti asuhan." ujar Amelia sambil menyodorkan sebuah tas sekolah yang saya ketahui itu baru dibeli seminggu yang lalu. "Tapi Amelia, tas itu kan masih baru, kamu tidak sayang kalau tas itu diberikan ke orang lain?" tanya saya dengan nada heran. Biasanya anak-anak tidak suka jika harus menyerahkan barangnya, apalagi yang masih baru kepada orang lain yang tidak dikenal. "Amelia ikhlas kok, tante! Kata mama, kalau mau bersedekah itu harus ikhlas dan bermanfaat bagi yang menerima, masa sedekahnya tas yang sudah sobek dan kotor. Kalau tasnya masih bagus, pasti mereka lebih senang," ujar Amelia sambil tersenyum riang dan sangat yakin. "Nanti Amelia mau nabung buat beli tas baru, tas yang sekarang sudah sobek sedikit, tapi masih bisa dipakai kok," Ucapan itu seperti palu yang langsung menghantam hati saya. Ingatan saya langsung menembus berbagai sedekah yang sudah saya lakukan, yang sudah saya ikhlaskan. Tapi saya berpikir, apakah benar saya ikhlas? Atau saya ikhlas bersedekah karena barang yang saya sedekahkan sebenarnya barang yang sudah tidak saya butuhkan, bahkan beberapa tak layak. Baju yang saya sumbangkan selalu baju yang sudah tidak cukup saya pakai, sudah sobek di beberapa bagian, sudah lepas kancingnya, sudah pudar warnanya. Benda-benda yang saya sedekahkan mayoritas adalah benda yang sudah hilang fungsinya, baik sedikit atau seluruhnya. Dan ya, dengan jujur saya akui, seharusnya benda-benda itu saya buang ke tempat sampah untuk didaur ulang, bukan untuk diberikan pada orang lain yang memiliki kehidupan yang lebih sulit dari saya. Saya belajar dari Amelia, ikhlas yang sesungguhnya bukan ikhlas karena kita memberi barang yang hampir menjadi sampah kepada orang lain, tetapi kerelaan hati untuk berbagi sesuatu yang bermanfaat, sesuatu yang berguna, sesuatu yang bila bagi kita layak, maka orang lain juga layak mendapatkan hal yang sama. Jika saya layak memakai baju baru, orang lain (yang selalu saya anggap rendah karena miskin) juga layak memakai baju baru yang sama, dari tangan-tangan kita. Bukan baju bekas yang sudah hilang kancingnya. Semoga kisah ini membuka pikiran dan hati kita dan semoga Ramadhan tahun ini membawa berkah pada kita semua. SUMBER:Evania G. Amanda - kapanlagi.com

Jadilah Air Untuk Mengikis Batu

Kita harus menjadi air untuk mengikis sebuah batu... Kaum adam yang mengagumkan, dan cenderung punya pribadi yang sekeras batu. Tak jarang kita akhirnya beradu pendapat karena punya pikiran yang berbeda. Saat kita memulaskan makeup untuk tampil cantik, mereka berargumen semua itu palsu. Menutup setiap kecantikan alami dan tak sedap dipandang. Di sisi lain, kita sendiri merasa makeup itu sama pentingnya seperti pakaian. Menyempurnakan setiap kecantikan alami. Ada pula argumen berbeda, tentang apa itu romantis dan bagaimana bersikap romantis. Atau argumen tentang harus membawakan tas belanjaan atau tidak. (Anda tentu jauh lebih tahu argumen apa saja yang sempat hadir di dalam hubungan) Dan apa jadinya jika kita bersikukuh saling mengadu pendapat? Sama halnya seperti ketika batu diadu dengan batu. Keduanya sama kerasnya. Jika diadu, bisa jadi keduanya sama utuh. Atau malah berakhir keduanya pecah menjadi puing batu. Sama-sama terluka. Begini cara membentuk batu... Jadilah air, kikislah, bentuk menjadi pribadi keras yang sejalan dengan Anda. Bukan dengan cara keras yang membuat keduanya terluka. Namun dengan kesabaran, ketulusan, kesepakatan, dan ketekunan dari waktu ke waktu. Lihat saja batu kali itu, tak ada yang merasa terganggu dengan aliran air sungai. Sekalipun deras aliran airnya, atau tenang selembut kalbu, bebatuan itu tak pernah keberatan dikikis dan dibentuk setiap harinya. Bahkan senantiasa berdiri kokoh di sana, menunggu aliran air datang dari hulu ke hilir. Begini cara menjadi air... Tidak mudah kami katakan. Banyak yang jatuh bangun saat mencobanya. Tetapi kami juga akan mengatakan, Anda bisa bila mau mencoba. Tak hanya cukup mengetahui hak dan kewajiban sebagai seorang wanita, kita juga harus bisa menyeimbangkannya. Tahu kapan saat berbicara, tahu kapan saat mendengar. Berpikir dari sisi pria, dan bersikap manis seperti seorang wanita. Tahu bagaimana cara memakai makeup yang cerdas, dan bukan sekedar memakai topeng kecantikan. Tahu kapan saatnya merajuk. Dan bersikap tegas serta mandiri. Tahu kapan saatnya ingin dipeluk. Dan selalu menyediakan bahu saat ia juga butuh bersandar. Tahu bagaimana menjadi wanita pekerja keras. Namun juga lemah lembut serta piawai menyajikan makanan di dapur. Tahu bagaimana bersikap tegas. Sekaligus lemah lembut keibuan. Seperti yang kami katakan, ini tidak akan mudah. Tetapi, apabila Anda tak mencobanya. Bagaimana Anda bisa tahu kalau cara ini tidak akan berhasil? SUMBER:Agatha Yunita - kapanlagi.com

Gunung Es yang Mencair

Alkisah, ada sebuah kelas yang pesertanya sebagian besar terdiri dari kaum laki-laki berusia 35 tahunan. Nah hari itu, sang pengajar memberikan sebuah tugas unik. Yaitu, peserta harus menyatakan kasih mereka pada seseorang. Seseorang ini haruslah orang yang tidak pernah menerima kasih dari mereka atau setidaknya orang yang sudah lama sekali tidak menerima kasih dari mereka. Memang kelihatannya tugasnya tidak terlalu sulit. Tapi ingatlah, rata-rata peserta adalah laki-laki yang berasal dari generasi yang diajarkan bahwa ekspresi perasaan tidak patut dilakukan seorang laki-laki. Jadi bisa dikatakan, bagi sebagian peserta, tugas ini menjadi tantangan tersendiri. Pada kelas di minggu berikutnya, setiap peserta diberi kesempatan untuk membagi pengalaman mereka dalam menjalankan tugas unik itu. Tak disangka, yang berdiri adalah peserta laki-laki. Setelah sesaat berdiri dalam diam, akhirnya laki-laki itu berkata, "Awalnya, saya sedikit jengkel karena mendapat tugas aneh seperti ini. Siapa Anda, beraninya menyuruh saya untuk berbuat sesuatu yang sepersonal itu! Tapi saat saya mengendarai mobil menuju rumah, hati nurani saya mulai mengusik. Sebenarnya saya sudah tahu kepada siapa saya harus mengatakan kasih saya. Sekadar cerita saja, lima tahun lalu, ayah saya dan saya sempat berselisih pendapat dan akhirnya bertengkar hebat sampai saat ini. Kami saling menghindari kecuali kondisinya sangat mendesak. Tapi sejak itu, kamu sama sekali tak pernah saling bicara. Jadilah, pada Selasa minggu lalu, setibanya di rumah saya meyakinkan diri sendiri bahwa saya harus pergi ke ayah saya dan menyampaikan kasih saya padanya. Memang terasa aneh, tapi sekadar membuat keputusan itu saja saya merasa ada beban berat yang terangkat dari pundak saya. Pagi harinya, saya bangun lebih awal dan segera pergi ke kantor. Selama bekerja saya merasa lebih bersemangat, dan tidak menyangka saya bisa menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dibanding yang pernah saya kerjakan seharian penuh di hari-hari sebelumnya. Lalu, saya menelepon ayah saya untuk menanyakan apakah saya bisa mampir ke rumah sehabis pulang kantor. Dan seperti biasa, ayah saya menjawabnya dengan suara galak, ‘Mau apa lagi sekarang?' Saya meyakinkan dia bahwa saya hanya sebentar saja di sana. Karena semua pekerjaan saya hari itu bisa selesai dikerjakan dalam waktu lebih cepat, saya pun bisa keluar kantor lebih awal. Dan saya langsung menuju ke rumah orangtua saya. Sesampainya di sana, saya berharap ibu sayalah yang membukakan pintu. Tapi ternyata saya langsung bertemu muka dengan ayah saya. Tanpa buang-buang waktu lagi, saya segera berkata, ‘Yah, saya hanya mampir untuk bilang aku sayang Ayah.' Saat itu juga terasa ada perubahan dalam diri Ayah. Ekspresi wajahnya terlihat lebih ramah, kerutan-kerutannya tampak menghilang, dan ia mulai menitikkan air mata. Ia lalu merangkul saya dan balas berkata, ‘Ayah juga sayang kamu, Nak, tapi selama ini sulit mengatakannya.' Saat itu sungguh menjadi momen yang tak ternilai harganya. Saya dan ayah masih berpelukan beberapa lama, dan setelah itu saya berpamitan. Tapi bukan itu inti cerita saya. Dua hari setelah kunjungan itu, ayah saya yang ternyata punya masalah jantung tapi tidak pernah bilang pada saya, mendapat serangan jantung dan langsung dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan koma. Saya tak tahu apakah ayah saya akan berhasil melalui semua ini. Semoga saja. Mungkin yang bisa saya sampaikan di sini adalah: 'jangan menunggu untuk melakukan sesuatu yang memang kita tahu perlu kita lakukan'. Bagaimana seandainya saya menunda untuk mengungkap perasaan pada ayah saya? Mungkin saya tidak kan pernah mendapat kesempatan itu lagi! Karenanya, sediakan waktu untuk mengerjakan apa yang perlu kita lakukan dan lakukan sekarang juga!'" SUMBER:Tim AndrieWongso - andriewongso.com

Kisah Pemuda Bebas Sang Penikmat Hidup

Sergio sangat menikmati hidup, sebisa mungkin dia tidak membuat hidupnya sulit dan menderita. Moto Sergio, hidup di dunia hanya sekali, jangan dibuat susah! Dia sangat bersemangat dalam hidup, dan tidak mau dibatasi oleh berbagai aturan terutama yang menyangkut gaya hidup sehat. Duduk bermain video game memang lebih mengasyikkan daripada badan pegal-pegal dan letih karena olahraga, meskipun sebenarnya olahraga membuat tubuh lebih bugar dan bersemangat dalam hidup sehari-hari. Potato chips berbungkus-bungkus juga lebih menarik untuk disantap ketimbang buah-buahan yang harus dikupas dulu dan berasa manis-manis-hambar. Apalagi sayur! Mengapa harus menyantap sayur yang pahit-getir dan berserat jika makanan olahan seperti sosis, nugget dan mie instan bisa memberi rasa yang enak dan mudah untuk dibuat? Lebih parah lagi menyangkut alkohol, rokok dan bahkan zat adiktif, Sergio sama sekali tidak peduli dengan larangan yang diperkuat dengan penjelasan tentang berbagai efek buruknya pada kesehatan. Suatu kali, Sergio terlibat dalam pembicaraan tentang hidup-mati dengan temannya. "Aku akan segera berhenti dan mulai hidup sehat. Aku tidak mau mati muda," si teman bertutur. "Ah, hidup mati itu udah ada yang ngatur! Tuh, temanmu, ga ngapa-ngapain juga mati muda," jawab Sergio. Teman Sergio memilih tidak membantah, dan hanya bertutur dia tetap ingin berhenti. Semua teman-temannya sudah tahu Sergio tidak akan bersusah payah untuk 'memperpanjang' umur karena dia yakin umur seseorang tidak ada hubungannya dengan itu. Ketimbang bersusah payah dan tetap mati muda, lebih baik bersenang-senang saja. Jika mati muda, setidaknya kamu sudah menjalaninya dengan senang; jika berumur panjang, artinya bisa bersenang-senang lebih lama lagi! Tak disangka di usia yang masih belum genap 40 tahun, Sergio meninggal. Teman-temannya sangat kehilangan sosok yang penuh kebebasan ini, tapi mereka yakin Sergio berbahagia telah menjalani hidup seperti yang dia inginkan. Sementara itu, arwahnya melayang ke alam setelah kematian. Sergio tidak pernah menyakiti orang lain atau pun berbuat kriminal, dia yakin arwahnya akan tenang di apa yang disebut surga. Namun sesampainya di gerbang batas, penjaga alam sana memeriksa daftar orang-orang yang harus berpulang. Nama Sergio tidak ada di sana. Dia diminta kembali ke dunia hingga tiba saatnya. Sergio kebingungan mengapa dia ditolak dan harus gentayangan di dunia nyata. Seperti halnya di dunia, Sergio membantah penjaga itu dengan bersikeras bahwa waktunya di dunia sudah habis karena Tuhan sudah mencabut nyawanya, bagaimana bisa penjaga itu bilang belum saatnya bagi Sergio untuk berpulang? Sebelum memudar penjaga itu menjawab, "Kamu mati karena tubuhmu tidak lagi kuat menjadi wadah bagi jiwamu. Seharusnya saat ini kau masih hidup, Sergio, jika kau rawat dan jaga tubuhmu dengan baik. Masa hidupmu masih berpuluh tahun lagi. Kini karena tubuhmu telah rusak, maka jiwamu harus bergentayangan hingga tiba waktunya." SUMBER:EW Andayani - kapanlagi.com

Mimpi Sang Raja

Alkisah, suatu hari seorang raja terbangun dari tidurnya. Rupanya, sang raja baru saja mendapat mimpi buruk yang penuh teka-teki. Dengan napas masih terengah-engah, sang raja berteriak memanggil hulubalang kerajaan. "Hulubalang... panggil peramal istana sekarang juga. Cepaaat...!" Hulubalang tergopoh-gopoh pergi menunaikan perintah raja tanpa berani bertanya siapa peramal yang dikehendaki raja. Tak lama, seorang peramal kerajaan menghadap. Raja langsung membeberkan mimpinya dan meminta si peramal mengartikannya. "Aku bermimpi aneh sekali. Dalam mimpi itu, gigiku tanggal semua. Hah... pertanda apa ini?" tanya sang raja. Setelah mengadakan perhitunga dan penanggalan secara cermat dan teliti, dengan sedih si peramal berkata, "Mohon ampun, Baginda. Dari penerawangan hamba, mimpi itu membawa pesan, bahwa kesialan akan menimpa Baginda. Karena, setiap gigi yang tanggal itu berarti seorang anggota keluarga kerajaan akan meninggal dunia. Jika semua gigi tanggal, berarti kesialan besar, semua anggota keluarga kerajaan akan meninggal dunia!" Bagai disambar geledek, raja langsung merah padam mukanya. Perlambang buruk yang disampaikan si peramal itu membuatnya marah besar. Raja langsung memerintahkan supaya peramal itu dihukum. Walau begitu, kegundahan hati sang raja tidak juga mereda. Raja masih gelisah dan merasa tidak puas. Lalu sang raja memerintah hulubalang untuk memanggil peramal yang lain. Segeralah seorang peramal baru datang menghadap sang raja. Kali ini, setelah mendengar penuturan mimpi sang raja, peramal itu tersenyum. "Baginda Raja, dari penerawangan hamba, mimpi itu membawa pesan bahwa Baginda adalah orang yang paling beruntung di dunia. Paduka berumur panjang dan akan hidup lebih lama dari semua sanak keluarga Baginda," kata peramal dengan nada riang dan bersemangat. Mendengar perkataan peramal tersebut, mendadak secercah senyum mengembang di muka sang raja. Tampaknya, sang raja sangat senang dengan perkiraan peramal tadi. "Kamu memang peramal yang pandai dan hebat. Dan sebagai hadiah atas kehebatanmu itu, aku hadiahkan 5 keping emas untukmu. Terimalah..." Setelah peramal kedua itu pergi, sang raja bertanya kepada penasihat istana tentang kualitas dan keakuratan kedua peramal tadi. Penasihat istana yang telah menyaksikan peristiwa tersebut, dengan berani dan bijaksana berkata,"Baginda. Menurut hamba, peramal pertama mengartikan tanggalnya gigi baginda sama artinya dengan meninggalnya kerabat Baginda. Sementara peramal kedua mengartikan Baginda berumur lebih panjang dibandingkan kerabat Baginda. Sesungguhnya, kedua peramal itu menyatakan hal yang sama. Yaitu, semua kerabat Baginda akan meninggal lebih dulu, dan Baginda seoranglah yang hidup lebih lama." Kemudian, penasihat istana menyimpulkan, "Jadi sebenarnya,kedua peramal tadi mempunyai kualitas yang setara. Yang membedakan hanyalah cara penyampaian mereka. Peramal pertama berbicara apa adanya tanpa memikirkan dampak negatifnya. Sementara peramal kedua menjawab dengan cerdik dan bijak sehingga Baginda merasa senang dan memberinya hadiah." Kerabat Imelda... Keterampilan berkomunikasi (communication skill) sangat penting dalam meraih kemajuan. Baik dalam bidang bisnis, politik, sosial-kemasyarakatan, hubungan antar pribadi, atau hubungan dalam rumah tangga, keterampilan berkomunikasi memegang peran sangat vital. Secara sederhana, pola komunikasi bisa dibedakan menjadi dua, yaitu pola komunikasi positif dan pola komunikasi negatif. Pola komunikasi positif (seperti sikap kooperatif, kerjasama, kesepahaman, ketulusan, dan toleransi) hampir dipastikan mendatangkan output positif. Sebaliknya, pola komunikasi negatif (seperti kesalahpahaman, kebencian, kecurigaan, keragu-raguan, permusuhan dan dendam) hampir dipastikan membawa akibat-akibat negatif pula. Keterampilan berkomunikasi secara positif merupakan "syarat mutlak" bagi kesuksesan kita dalam bidang apa pun. Maka, mari kita mulai mengembangkan pola komunikasi positif dengan orang-orang terdekat kita, dengan teman-teman, rekan kerja, relasi bisnis, dan pihak-pihak lain yang relevan dengan aktivitas kita sehari-hari, agar kualitas pergaulan kita terpelihara dengan baik. SUMBER:Andrie Wongso - andriewongso.com

Cara Memaafkan Orang Lain Dengan Tulus

Memaafkan orang lain tak semudah kelihatannya. Kadang.. tangan telah berjabat, bibir telah mengatakan "Aku sudah memaafkanmu," tetapi bagaimana dengan hati kecil Anda, apakah Anda telah memaafkan orang lain dengan tulus? Apakah Anda sudah merelakannya dan tidak akan mengungkit hal itu di kemudian hari? Sekalipun sulit, memaafkan adalah hal yang mulia, memaafkan adalah kemampuan yang bisa dilakukan setiap orang, termasuk Anda. Memaafkan tidak hanya sekedar anjuran yang diminta hampir semua agama, karena sudah banyak penelitian ilmiah yang membuktikan keajaiban maaf. Memaafkan orang lain dengan tulus membuat Anda lebih sehat dan bahagia, buktikan saja! Jika saat ini Anda masih sulit memaafkan orang lain, tarik napas sebentar, buang, lalu baca artikel ini hingga selesai. 1.Lakukan Untuk Diri Anda Sesungguhnya, memaafkan orang lain tak hanya melegakan orang lain yang telah berbuat salah pada Anda, tetapi lebih kepada diri Anda sendiri. Anda yang akan merasa lega. Anda yang akan merasakan dampak baiknya untuk kesehatan. Anda yang pada akhirnya akan tenang dan bahagia. Karena dendam dan rasa kesal yang ada di hati telah hilang. 2. Berpikir Positif dan Sabar Tidak perlu menduga-duga bahwa memaafkan orang lain akan membuat Anda terlihat lemah. Lupakan anggapan bahwa memaafkan kesalahan orang lain hanya menjatuhkan harga diri Anda. Itu semua tidak benar. Berani memaafkan orang lain, berarti Anda menghargai diri Anda sendiri. Tarik lengkung senyum Anda, dan lakukan! 3. Posisikan Diri Anda di Posisinya Seringkali kita menghakimi orang lain karena kita tidak pernah merasakan posisinya. Coba pejamkan mata Anda, dan buat diri Anda ada di dalam posisinya. Biasanya, akan muncul pengertian mengapa orang tersebut sampai hati membuat Anda kesal. Kalaupun tidak berhasil, jangan menghakiminya. Ingat, setiap manusia pada dasarnya tak luput dari kesalahan, Andapun bisa melakukan kesalahan yang sama. 4. Ungkapkan Isi Hati Anda Jika Anda memaafkannya dan berharap dia tidak akan melakukan hal yang sama di lain waktu. Katakan saja apa yang mengganjal hati Anda selama ini mengenai kelakuannya, atau tutur katanya, atau hal apapun yang sekiranya ingin Anda sampaikan. Tidak masalah, hal ini akan membantu dia mengerti bahwa tindakannya tidak menyenangkan Anda. Lakukan hal ini dengan tutur kata lembut dan empat mata. 5. Lupakan Siapa Yang Salah, Siapa Yang Benar Ego sering mengalahkan hati. Akan ada perdebatan mana yang benar, mana yang salah saat Anda harus memaafkan orang lain. Setiap orang seringkali merasa benar, dan dia yang salah. Coba lupakan hal ini, tak ada manusia yang sempurna. Semua orang bisa salah, semua orang bisa bertindak keliru. Coba bayangkan, Anda pasti lega jika orang lain memaafkan Anda, jadi lakukanlah hal yang sama pada orang lain. Kutipan dari situs Peperonity ini bisa menjadi masukan untuk Anda: "Memaafkan bagaikan membebaskan seseorang dari penjara, dan kemudian kita akan tahu bahwa orang itu adalah diri kita sendiri." SUMBER:kapanlagi.com

Jodohku Tak Akan Tertukar

Aku perempuan berumur 25 tahun. Sebut saja namaku Risa. Seperti kebanyakan perempuan lainnya, di umur yang nanggung ini aku sering galau memikirkan jodoh. Sebenarnya sering kali aku menepis perasaan itu, tapi rasa ingin tahu akan jodohku lebih sering muncul dibandingkan tepisanku. Hingga aku ingat suatu pesan ibuku beberapa waktu lalu. Sebelumnya, ibuku berpesan bahwa ia hanya mengijinkan pernikahan bagi anak-anaknya. Tidak ada kamus pacaran dalam keluarga. Dalam percakapan itu, ibuku menerangkan bahwa ia akan gelisah jika anak-anaknya sampai terjerumus ke dalam hal-hal yang memalukan dan dapat mencoreng nama keluarga. Ibuku juga mengistilahkan bahwa anak ibarat intan yang berarti sebagai penghias seluruh keluarga. Hanya saja kadang karena menjadi perhiasan itulah mereka menjadi khilaf, bukan bersyukur. Dan ibarat emas, anak selalu berharga mahal jika orang tuanya pandai merawat dan menjaga emas itu. Tak peduli dengan harga emas yang fluktuatif, tapi orang tua yang baik dan mengerti bagaimana cara menjaga anak-anaknya selalu tahu waktu kapan emas itu layak untuk diperjual-belikan. Yaitu melalui pernikahan. Saat itu, aku baru tahu alasan mengapa ibu dan ayah selalu melarangku ini-itu yang terkesan overprotective. Membiarkan mereka yang mengejar kita dengan caranya, menggali lebih dalam potensi kita sebelum benar-benar teraih oleh salah satu dari mereka, membiarkan masing-masing diantara mereka dan kita saling meningkatkan kualitas hidup untuk generasi yang jauh lebih berkualitas; para pendahulunya. Membiarkan Tuhan yang menentukan siapa bidadari-bidadara kita setelah kita telah patuh terhadap perintah-Nya dan tawakkal semampunya. Membiarkan itu semua mengalir bukan apa adanya, tapi mengalir dengan tetap berjalan pada koridor-Nya. Secara tak langsung, orang tuaku telah menjadikanku sedikit lebih dekat dengan Allah melalui larangan pacaran. Aku paham bahwa melalui pacaran, pintu menuju perzinaan akan terbuka. Dan aku bangga pada ibu dan ayah yang telah melarangku untuk berpacaran, itu artinya beliau benar menjagaku sesuai syariat islam yang berlaku. Tak usahlah kita meragu dan khawatir akan siapa jodoh kita kelak. Dia telah menyiapkan yang sesuai dan benar untuk kita kelak jika telah tiba waktunya. Jodohku tak akan tertukar. Dia tidak akan cepat-cepat datang menjemputku hingga membuatku gelisah. Dia juga tidak akan terlambat datang sampai membuatku cemas. Dia akan menjemputku saat tiba waktu raga dan jiwa kami siap. SUMBER:kapanlagi.com

Cinta Seorang Ibu Tak Habis Dimakan Waktu

Sahabat kami pernah bercerita pada suatu waktu, mengenai pengalamannya bersama sang ibu. Bisa dikatakan, sahabat kami ini memiliki hubungan yang tidak terlalu dekat dengan ibunya. Sahabat kami ini memiliki keluarga yang utuh, sejak kecil selalu tinggal bersama, tetapi dia sering mengatakan bahwa hubungannya dengan sang ibu tidak terlalu dekat. Hingga tiba saatnya sahabat kami telah selesai menempuh program pertukaran mahasiswa di Amerika Serikat selama tiga bulan. Sahabat kami ini tinggal di salah satu keluarga asing yang telah ditetapkan kampusnya (biasanya beberapa keluarga di Amerika Serikat bersedia menerima mahasiswa dari negara asing sebagai bagian dari keluarga mereka secara cuma-cuma). Di sana, sahabat kami diterima dengan baik oleh keluarga barunya. Terlalu betah dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru, sahabat kami ini hanya sesekali menelepon keluarganya, termasuk ibunya. Dia hanya menelepon sebulan sekali, itupun hanya basa-basi menanyakan kabar dan tidak pernah lebih dari lima menit. Selebihnya, sang ibu tidak pernah menelepon balik, biaya menelepon cukup mahal bagi keluarganya, sehingga satu-satunya kabar adalah dari telepon yang selalu ditunggu sang ibu. Pada suatu malam, saat masa perkuliahan selesai, sahabat kami mengucapkan terima kasih pada keluarga barunya yang sebenarnya orang asing dan bukan siapa-siapa. "Terima kasih Anda menerima saya dengan baik di sini selama beberapa bulan, terima kasih sudah memberi saya makanan yang lezat dan menyediakan kamar yang nyaman. Saya bahkan tidak pernah senyaman ini, padahal Anda adalah orang asing bagi saya," ujar sahabat kami ketika itu. Lalu orang tua angkat sahabat kami itu mengatakan, "Tidak nak.. apa yang kami berikan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang sudah diberikan keluargamu. Kami hanya memberimu tumpangan selama tiga bulan, tetapi ibumu perlu sembilan bulan dan bertahun-tahun untuk menyedihkan rumah yang sesungguhnya. Kami hanya memberimu makan selama tiga bulan, perlu lebih dari waktu itu yang dibutuhkan ibumu untuk memberi ASI dan menyiapkan makanan untukmu selama bertahun-tahun," Saat itu, sahabat kami tersentak. "Kami hanya berbuat baik sebentar saja padamu, dan kamu sudah begitu terharu. Kami harap kamu sudah berterima kasih pada keluargamu di Indonesia, dan pada ibumu," Mata sahabat kami berkaca-kaca saat dia menceritakan bagian ini. Dia mengatakan bahwa ada penyesalan yang sangat dalam karena selama ini dia terlalu cuek pada keluarganya, terutama pada ibunya. Dia tidak pernah menganggap masakan yang selalu dibuat oleh ibunya adalah sesuatu yang sangat berharga. Dia selama ini lupa bahwa ada doa yang mengiringinya setiap waktu, yang selalu keluar dari hati dan bibir ibunya. Sejak kejadian itu, sahabat kami tidak pernah lagi absen menanyakan kabar ibunya setiap hari. Dia menjadi lebih terbuka dan mau mendengar keluh kesah ibunya. Dan lebih dari itu, sahabat kami menyampaikan kisah ini agar Anda tidak melakukan kesalahan yang sama. Selalu ada cinta dan doa dari ibu yang tidak akan habis dimakan waktu. Sudahkah Anda berterima kasih? Jika saat ini Anda jauh dari ibu, tak ada salahnya memulai pagi dengan menanyakan kabarnya. Mendengar suara Anda akan sangat melegakan hatinya, percayalah :) SUMBER: kapanlagi.com

Pengorbanan Luar Biasa Seorang Austria untuk Jerman

Dari arena Olimpiade banyak kisah inspiratif yang menyentuh. Dan dari arena Olimpiade Beijing 2008, muncullah kisah Matthias Steiner, atlet angkat berat yang memutuskan pindah kewarganegaraan demi sang istri. Steiner lahir di Wina, Austria, 25 Agustus 1982, dari orangtua penggiat olahraga. Ia mulai menekuni olahraga angkat berat pada tahun 1995 saat usianya 13 tahun. Namun kecintaannya pada olahraga ini mendadak hancur ketika ia merayakan ulang tahunnya yang ke-18. Saat itu tiba-tiba ia sering dilanda rasa haus yang mendera. Napsu makan hilang dan dalam tempo tiga bulan bobot tubuhnya turun 5 kg. Ia kemudian memeriksakan diri ke dokter. Dan analisa dokter mengagetkannya karena ia dinyatakan terkena diabetes. Meski kaget dengan penyakitnya, ia memutuskan untuk tetap berlatih angkat berat.Tahun 2004 ia bisa mewakili negaranya Austria ikut Olimpiade Athena. Namun ia hanya mampu menduduki urutan ke-7 sehingga gagal mempersembahkan medali. Setelah Olimpiade Athena, ia menikahi perempuan Jerman, Susann, yang adalah penggemarnya. Namun setelah itu ia mengalami pergolakan hubungan dengan staf pelatih angkat berat Austria. Entah bagaimana kejadiannya. Yang jelas Steiner begitu terpukul. Sampai-sampai ia memutuskan untuk tidak memperkuat tim angkat berat negaranya, Austria. Ia lalu mengajukan diri menjadi warga negara Jerman mengikuti istrinya. Ternyata niat itu tak mudah. Pengajuannya pindah kewarganegaraan tak gampang dipenuhi. Permohonan itu pun terkatung-katung. Namun tekad Steiner sudah bulat. Ia memimpikan, sebelum tahun 2008 di mana pelaksanaan Olimpiade Beijing dilakukan, ia harus sudah mendapat kewarganegaraan Jerman. Susann tentu saja mendukungnya. Hanya saja Susann mengalami kecelakaan lalu-lintas tahun 2007 yang membuatnya koma. Saat di rumah sakit menunggu istrinya dengan penuh kesedihan, Steiner berjanji akan berusaha sekuat tenaga untuk meloloskan cita-citanya berlaga di Olimpiade Beijing sebagai hadiah untuk sang istri. Bahkan ia ingin mempersembahkan emas. Sayangnya tak lama kemudian Susann justru meninggal. Awal tahun 2008 permohonannya untuk menjadi warga negera Jerman diterima. Ia pun bisa berkompetisi di kejuaraan dunia mewakili Jerman. Bahkan pada 23 Januari ia lolos mewakili negara barunya untuk berlaga di Olimpiade Beijing. Hingga kemudian, Agustus 2008, sampailah ia ke babak final angkat berat kelas 105 kg Olimpiade Beijing. Di kelas ini ia bersaing dengan Evgeny Chigishev (Rusia) serta juara Eropa dan dunia Viktors Scerbatihs (Latvia). Pada angkatan snatch, Steiner mampu mengangkat beban 203 kg. Namun itu hanya menempatkannya di posisi keempat. Ia mencoba menambah beban sebanyak 7 kg tapi gagal. Lebih buruknya, ia juga hampir gagal melewati lawan-lawannya saat berkompetisi di clean and jerk. Di percobaan kedua ia mampu mengangkat 248 kg. Namun itu tak cukup menjadi juara karena Chigishev mampu mengangkat hingga 250 kg. Total angkatan Chigishev 460 sedangkan ia 451. Satu-satunya peluang agar ia juara adalah ia harus menambah beban 10 kg hingga 258 kg. Belum pernah ia mengangkat beban seberat itu. Tetapi itulah harapan terakhirnya. "Saya sudah merasa kalah, tetapi mendiang istri saya jadi dorongan terbesar saya," katanya. Ia maju. Ia pegang beban itu. Mengusapnya. Lalu, hup, ia mengangkatnya. Ia jongkok sebentar menahan beban sebelum dengan cepat berdiri. Beban masih ada di bahunya, tinggal mengangkatnya. Semua penonton terpaku. Ia berhenti beberapa saat menyiapkan tenaga. Setelah itu ia mengangkat beban 258 kg dan berhasil menahannya di udara. Penonton bersorak. Steiner membanting beban itu dan segera melepas emosinya yang dahsyat sambil menangis. Steiner pun meraih emas. Saat pengalungan medali, ia mencium foto mendiang istrinya. Ternyata dengan harapan yang begitu tinggi, dorongan ambisi untuk membuktikan diri, dan hasrat mempersembahkan yang terbaik atas pengorbanan istrinya hingga ia meninggal, telah mendorong Steiner melakukan angkatan yang tak pernah dilakukannya sebelumnya. Ia meraih medali emas dengan total angkatan 461 kg. Luar biasa! SUMBER:Tim AndrieWongso - andriewongso.com