Saturday, August 11, 2012

Waktu Yang Tepat Untuk Menikah

Jika ditanya kapan waktu yang tepat untuk menikah, apakah jawabanmu? Apakah usia 24 tahun? 25 tahun? Atau yang penting sebelum usia 30 tahun? Bicara soal menikah, aku punya jawaban yang tepat untuk pertanyaan 'kapan' tadi, berdasarkan pengalamanku. Usiaku saat itu 29 tahun, sudah matang, dewasa, mapan dengan karier yang terjamin. Sebagai sosok wanita, bisa dikatakan aku cukup sukses, karena punya fisik yang menurut teman-teman sangat ideal. Aku juga punya karier dan penghasilan yang sangat cukup untuk dipakai shopping, membeli baju dan sepatu yang disukai, atau travelling ke beberapa tempat yang indah saat liburan. Bagaimana dengan kekasih? Tentu saja aku juga punya kekasih yang sama mapan dan sukses saat itu. Lantas, mengapa aku belum menikah? Pertanyaan yang bagus, dan akan kujawab dengan cerita yang singkat. Rey, sebut saja demikian, adalah pria yang menurutku sangat sempurna (sempurna itu relatif, dan sebenarnya manusia tidak ada yang sempurna.) Sudah 3 tahun kami menjalani hubungan serius, kedua belah pihak keluarga sudah saling kenal, dan bisa dibilang cukup dekat. Suatu hari, kami pergi ke sebuah cafe untuk menghabiskan waktu berdua. Kami memang jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Saat itulah tiba-tiba aku memberanikan diri untuk bertanya, "Rey, kapankah kau akan menikahiku?" Rey terhenyak dan nyaris tersedak. Dia diam. Sebuah reaksi yang di luar dugaanku. Kukira dia akan tersenyum dan memegang kedua tanganku dengan hangat, ternyata tidak. Menurutku, hubungan kami sudah cukup lama, cukup matang dan kukira aku sudah siap untuk menyandang status istri. Nyatanya, malam itu Rey berpendapat berbeda. Menurutnya, ia belum siap, dan masih ingin mengejar beberapa target dalam kariernya. "Lagipula, Mel... kita masih muda dan nggak ada ketentuan juga kan harus menikah di usia sebelum 30 tahun," jelasnya membuatku terdiam. Sejak malam itu, hubunganku dan Rey spontan jadi renggang. Kami jarang saling memberi kabar, dan aku merasa semakin hambar saja. Tak lama, kudengar ia berhasil dipromosikan ke luar negeri. Mengecap pendidikan yang sudah lama ia incar. Dan lucunya, aku malah mendengar kabar itu dari adiknya. Kusimpulkan saja bahwa hubungan kami memang telah berakhir. Aku sempat down dan banyak berdiam diri. Untungnya sahabat-sahabat dekatku menyadari perubahan sikapku. Mereka tak ingin melihatku bersedih dan mengajakku tetap aktif dan tidak terus mengurung diri. Bahkan, mereka sempat mengenalkan aku pada beberapa kenalan pria. Dari situ aku menyadari, ternyata banyak pribadi menarik yang selama ini kupandang sebelah mata. Aku jadi belajar mengenal banyak orang, berbagai karakter dan kelebihan. Yang jelas, aku tidak menutup diri lagi. Dari sekian pria yang mengajakku berkenalan dan kencan, Dharma mungkin yang paling menonjol. Di luar dugaan, ternyata kami bertetangga. Kantornya berada di satu gedung denganku, katanya ia sering melihatku. Kalau aku sendiri, haha... tentu saja lebih banyak sibuk dengan gadget yang ada di tanganku. Aku merasa tak pernah melihatnya, tetapi setiap kali berdekatan dan berbincang, aku seperti telah mengenalnya sekian lama. Ia juga bukan sosok yang sesuai kriteriaku. Cenderung dibilang pria yang biasa saja, tidak tahu update fashion, simple, dan hobby olahraga. Dalam jangka waktu setahun kami berpacaran, kami menikah. Usiaku saat itu 32 tahun, ada yang bilang sudah tua, ada yang bilang masih muda. Ah... aku tak peduli. Saat itu aku menyadari, bukan usia yang menentukan kita siap menikah atau tidak, melainkan diri kita sendiri. Dan waktu yang TEPAT UNTUK MENIKAH, adalah ketika dirimu merasa sudah siap. Bagaimana kau tahu? hatimu yang akan meneriakkannya dengan keras dan bersemangat. Tepat saat ada seorang pria yang akan menggenggam tanganmu erat, dan BERANI menemanimu berjalan melewati suka maupun duka, bersama.... SUMBER:www.vemale.com

No comments: