Bagi Kerabat Imelda yang ingin mendapatkan kisah-kisah yang di on-airkan dalam Inspirasi Pagi Imelda FM, silahkan untuk mengunjungi website kami di www.radioimeldafm.com .Adapun blog Inspirasi Pagi ini tidak akan mengupdate lagi kisah-kisah Inspirasi Pagi. Thanks for visiting our blog! #muchLove :)
Friday, September 30, 2011
Life is Wonderful
"Buat apa susah..., Buat apa susah..., Lebih baik kita bergembira"
Saya yakin,Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan lagu yang dipopulerkan oleh Koes Plus yang berjudul Buat Apa Susah. Dan saya juga yakin, bahwa Anda sering mendengar kata-kata seperti ini : “Hidup sudah susah, buat apa dibikin tambah susah?” Hidup bukan mudah, tetapi hidup itu indah.
Hidup itu susah. Karena kita sendiri yang membuatnya susah. Dan semuanya berawal dari pikiran negatif. Berlanjut ke tindakan yang negatif, dan berakibat timbal balik yang negatif pula. Beberapa orang membiarkan dirinya larut dan hanyut dalam pikiran negatifnya, entah karena ucapan atau tindakan dari orang sekitarnya sehingga merasuki dirinya dan menciptakan self image yang buruk. Akibatnya, mereka tidak mampu mengalihkan pikiran dan perhatian mereka pada hal-hal yang negatif. Mereka lupa untuk fokus pada hal-hal yang positif.
Setiap dari kita pasti pernah mengalami masa-masa sulit atau susah, tetapi hanya sedikit orang yang mampu bangkit kembali karena tidak terus menerus mengasihani diri sendiri (self pity), itu karena mereka memilih untuk bangkit. Dan mereka yang mampu bangkit kembali pasti berani mengatakan bahwa hidup mereka indah. Karena mereka menikmati setiap langkah dalam hidupnya. Orang yang tidak menikmati hidupnya adalah orang yang akan selalu merasa hidupnya susah.
Hidup ini Indah. Apabila kita memilih untuk bahagia dan menikmatinya. Peter Parker dari film Spiderman 3 mengatakan, “Whatever comes our way, whatever battle we have ragging inside us, we always have a choice. It’s the choices that makes us who we are, and we can always choose to do what’s right”. Apapun yang terjadi, apapun yang kita hadapi, kita selalu mempunyai pilihan. Pilihan yang menciptakan diri kita. Dan kita selalu bisa memilih untuk melakukan apa yang baik/benar. Hidup ini indah, dan akan indah, semua tergantung pada pilihanmu. Memilih untuk tersenyum atau cemberut? Tertawa atau menangis? Bersyukur atau mengeluh? Bahagia atau bersedih?
Keep smiling and enjoy your life ! Because life is wonderful !
SUMBER:andriewongso.com
Hiduplah Untuk Berbahagia
Kita selalu meyakinkan diri kita bahwa hidup akan lebih baik setelah menikah, mempunyai anak, atau setelah setelah dan setelah. Pada masa anak-anak, kita merasa pasti nanti ketika menginjak masa remaja, hidup akan lebih bahagia. Lebih mudah mendapat izin untuk keluar rumah atau apalah alasan kita. Setelah menginjak usia remaja, rasa frustasi itu datang lagi karena merasa akan lebih bahagia setelah melewati fase ini.
Kita mengatakan pada diri kita bahwa hidup akan semakin lengkap ketika mendapat suami tampan dan kaya raya, atau ketika kita mendapat mobil mewah, atau kita akan pergi berkeliling dunia setelah pensiun nanti. Kita terlalu terlena dengan imajinasi kita akan suatu kebahagiaan. Kenyataan yang sebenarnya adalah tidak akan ada waktu yang lebih baik untuk meraih kebahagiaan kalau tidak SEKARANG! Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Hidup tidak akan pernah lepas dari tantangan. Tantangan-tantangan hidup inilah yang akan membuat hidup Anda semakin mempunyai arti. Taklukkan tantangan dan berbahagialah!
Ada salah satu kutipan dari Alfred D. Souza yang mengatakan "Saya terlalu lama berpikir kapan hidup yang sebenarnya akan dimulai. Selalu saja ada hambatan, hal pertama yang harus digapai, beberapa bisnis yang belum terselesaikan, waktu yang harus disediakan, atau hutang yang harus dibayar. Setelah semuanya selesai, maka hidup akan dimulai. Tetapi saya sadar, semua hambatan yang saya rasakan, itu adalah hidup saya!"
Kutipan tersebut seharusnya membuat Anda berpikir, tidak akan ada jalan untuk meraih kebahagiaan. Kebahagiaan adalah proses. Proses yang Anda alami untuk meraih kebahagiaan, sebenarnya adalah kebahagiaan itu sendiri. Berhenti menunggu sampai Anda menyelesaikan pendidikan dan melanjutkan ke jenjang selanjutnya, sampai Anda kehilangan uang Anda dan berusaha sekuat tenaga untuk menghasilkan uang kembali, sampai Anda mempunyai anak dan berhasil membesarkan anak Anda, sampai Anda mendapat pekerjaan yang layak dan pensiun, sampai Anda dapat menikmati masa tua Anda dan meninggal dalam damai, atau bahkan sampai Anda dilahirkan kembali.
Hargai setiap detik dalam hidup Anda. Jangan selalu mengeluh karena impian-impian Anda yang belum tercapai, bersyukurlah akan apa yang Anda punya. Berbagi cerita dengan orang-orang yang Anda cintai, menghabiskan waktu dengan mereka, dan yang jelas tidak membuang-buang waktu Anda untuk menanti kebahagiaan adalah cara-cara tepat membuat hidup Anda lebih berharga.
Happiness is a journey, not a destination.
SUMBER:kapanlagi.com
Ilmu Memancing
Alkisah, di tepi sebuah sungai, tampak beberapa orang yang sedang memancing. Di antara para pemancing di sana, terdapat dua orang yang terkenal karena kepandaiannya memancing sehingga setiap hari ikan hasil tangkapan mereka berdua selalu berhasil memenuhi ember yang mereka bawa. Penduduk di sekitar situ pun sangat mengagumi mereka.
Sekelompok anak muda mendatangi si pemancing ingin berguru kepada mereka. Saat mendengar maksud dan tujuan para pemuda itu, diam-diam si pemancing pertama pergi menghindar mereka sambil menggerutu, "Enak saja anak-anak muda itu mau berguru kepadaku. Ilmuku tidak akan kubagikan percuma kepada mereka karena toh tidak ada untungnya bagiku. Lebih baik waktuku kumanfaatkan sebaik-baiknya, untuk lebih berkonsentrasi mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya."
Sedangkan pemancing kedua dengan ramah membalas sapaan para pemuda yang datang menghampirinya. "Kalian ingin belajar memancing? Silakan saja. Bapak dengan senang hati akan mengajari kalian."
Dan selanjutnya, setiap hari, dan berhari-hari kemudian, dengan tekun dan gembira masing-masing anak mempelajari teknik-teknik memancing, mencari, dan memasang umpan di mata kail untuk menarik perhatian ikan memakan umpan, berlatih konsentrasi, dan lain-lain.
Karena gembira dengan ilmu yang didapat, para murid itu membuat kesepakatan bahwa setiap sepuluh ikan hasil tangkapan mereka, akan disisihkan satu ekor untuk guru mereka sebagai tanda ungkapan rasa terima kasih.
Berkat kebaikan dan kemurahan hati si pemancing dengan membagikan ilmu kepada orang-orang lain, maka di kemudian hari si pemancing tidak perlu harus memancing ikan setiap hari.
Hasil tangkapan yang disisihkan oleh para muridnya ternyata mampu menunjang kehidupannya di kemudian hari, sepanjang sisa hidupnya. Sedangkan pemancing yang lainnya, sepanjang hidupnya harus tetap melakukan pekerjaan memancing sendiri karena tanpa memancing dia tidak bisa menghidupi dirinya sendiri.
Kerabat Imelda...Seperti seorang guru, setiap hari membagi ilmu kepada begitu banyak murid tanpa kehilangan sedikitpun ilmu yang dia punyai, bahkan pada kisah pemancing tadi, dengan membagi ilmu memancingnya, dia mendapatkan keuntungan sepanjang hidupnya.
Berbahagialah mereka yang mau memberi tanpa mengharapkan balasan karena sesungguhnya hukum alam selalu memberi imbalan atas setiap perbuatan baik tanpa perlu kita memintanya. Maka pada saat kita bisa mempunyai kesempatan untuk memberi, berilah! Karena dari sisi lain kita pasti akan mendapatkan sesuatu, bahkan di luar dugaan kita.
SUMBER:andriewongso.com
Rumah 1000 Cermin
Dahulu kala, di sebuah desa yang begitu jauh, ada sebuah tempat yang bernama rumah 1000 cermin. Seekor anjing kecil yang hidupnya begitu bahagia mengetahui tempat ini dan memutuskan untuk pergi ke sana. Ketika ia tiba, dengan langkah gembiranya ia menaiki tangga menuju pintu rumah itu.
Dia melihat pintu dengan telinga yang terangkat tinggi dan ekornya mengibas cepat. Lalu dia terkejut saat menemukan 1000 ekor anjing lain yang begitu gembira dan mengibaskan ekor mereka secepat dia mengibaskan ekornya. Dia tersenyum lebar, dan senyumannya dibalas dengan 1000 senyuman lebar yang hangat dan ramah. Setelah dia meninggalkan rumah itu, dia berpikir, "Rumah ini adalah tempat yang sangat indah. Aku akan kembali dan sering ke sini."
Di desa yang sama, ada seekor anjing lainnya yang tidak sebahagia anjing pertama, dia memutuskan untuk pergi ke rumah itu. Pelan-pelan dia menaiki tangga dengan kepala tertunduk. Saat melihat ke pintu, ia menemukan 1000 anjing yang menatapnya dengan tatapan tidak ramah. Lalu dia menggeram dan dia merasa ngeri melihat 1000 anjing kecil menggeram padanya. Ketika dia pergi, dia berpikir, "Rumah ini sangat menakutkan dan aku tidak akan pernah pergi ke sini lagi."
Semua wajah di dunia ini adalah cermin. Pantulan wajah seperti apa yang Anda lihat dari orang-orang yang Anda temui? Mulai sekarang, belajarlah bersikap ramah kepada siapa saja. Kembangkan senyum manis Anda pada orang yang Anda temui sehari-hari. Maka orang lain akan senang dan tersenyum kembali Anda. Keep smile! :)
SUMBER:kapanlagi.com
Tanah Sejengkal Berakibat Siksa
Kami berasal dari kelurga besar, aku sendiri anak ke empat dari delapan bersaudara. Kami juga bukan dari keluarga yang bisa dibilang kaya, namun begitu ayah memiliki beberapa petak tanah yang didapatnya dari susah payah dan kerja keras, mulai dari usaha dagang sampai menjadi sopir angkot. Hal itu dilakukannya demi untuk menghidupi keluarga dan menyiapkan bekal untuk anak-anaknya suatu hari kelak.
Sementara kami anak-anaknya hanya bisa menikmati hasil jerih payah ayah dan ibu tanpa bisa memberi balasan yang setimpal. Apa lagi kakakku yang nomor tiga, sebut saja namanya Adi (bukan nama sebenarnya) hidupnya hanya bisa bergantung pada orang tua, mulai dari rumah sampai usaha toko kelontong, semua diberi oleh ayah. Padahal ia sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak, tak ada sedikitpun keinginan untuk memiliki rumah atau usaha yang berasal dari jerih payahnya sendiri.
Sangat berbeda dibanding saudara-saudaraku yang lain, walau rumah menumpang pada orang tua tapi mereka memilki pendapatan dari pekerjaan yang mereka usahakan sendiri. Apalagi kakakku yang kedua, sebut saja namanya Imran (bukan nama sebenarnya) saat itu ia sudah mampu membeli sebidang tanah, walau tak luas ia bisa membuat ayah dan ibu bangga.
Imran memang agak lain dibanding ke-enam saudaraku, sifatnya sangat mirip dengan ayah, banyak mengalah dan selalu bekerja keras untuk mencapai keinginannya. Tak heran jika ia berhasil membeli sebidang tanah yang letaknya bersebelahan dengan tanah ayah. Imran sebenarnya tak mau tatkala ayah memintanya untuk menempati salah satu kamar yang ada di rumah namun ibu memaksanya karena tak ingin melihat anaknya harus mengontrak rumah, padahal rumah yang ada sekarang cukup besar buat kami.
Permasalah mulai muncul saat ayah sering sakit-sakitan, Adi mulai sibuk menghitung-hitung bagian-bagiannya kelak, rumah sebidang tanah dan sejumlah uang. Padahal saat itu ayah belum meninggal dan ibu masih sehat, aku hanya bisa beristigfar melihat kelakuannya, sementara saudara-saudaraku yang lain mulai emosi, pertengkaranpun tak bisa lagi terbendung. Melihat hal itu ayah dan ibu hanya bisa mengeluarkan air mata, “Belum lagi ayah dan ibu tiada mereka sudah meributkan hartaku,” demikian ia pernah berucap kepadaku.
Semakin lama keadaan ayah semakin parah dan tak lama kemudian ia akhirnya berpulang, sebulan kemudian ibu menyusul ayah keharibaanNya. Mungkin ibu tak kuat menyaksikan anak-anaknya yang selalu meributkan harta warisan. Singkat cerita kami akhirnya membagikan harta peninggalan kedua orang tua kami, hanya Imran yang menolak bagiannya, ia memberikan bagiannya kepada si bungsu.
Masalah kembali timbul tat kala Adi berusaha membuat batas antara tanah bagiannya dengan tanah milik Imran yang kebetulan berbatasan. Adi mengklaim bahwa batas yang sudah ada merupakan akal-akalan Imran, padahal letak perbedaan batas lama dengan batas yang dibuat Adi hanya berjarak tal lebih dari 20 cm atau hanya sejengkal. Untunglah Imran tak mau bersitegang hanya karena tanah yang sejengkal itu, ia mengalah.
Waktu terus berjalan, kami semua beraktifitas seperti biasanya. Diantara kakak dan adik-adikku ada yang menjalani dengan keberhasilan, ada yang stagnan ada pula yang mengalami kemunduruan. Yang paling terlihat mencolok dalam perubahannya dalah Adi dan Imran. Kakakku nomor dua itu semakin hari semakin terlihat jaya, sementara Adi sebaliknya. Totko yang dikelolanya bangkrut, sebidang tanah pemberian ayah ikut ludes karena ia jual untuk membeli sebuah mobil dan akhirnay mobil itupun ia jual untuk menutupi kebutuhan hidupnya.
Hidupnya semakin morat-marit saat istrinya terlibat skandal percintaan dengan laki-laki lain hingga berujung perceraian. Rumah yang saat itu ia tempati terpaksa dijual. Karena kasihan aku membujuknya untuk tinggal bersamaku, namun entah mengapa ia menolak dan memilih untuk mengontrak. Kulihat ia mulai sering menyendiri, tubuhnya semakin kurus karena tak terurus, tak lama kemudian ia jatuh sakit, kakinya mengalami kelumpuhan permanen.
Kelumpuhan membuatnya tak lagi bisa beraktifitas seperti biasannya. Namun ia menolak semua bantuan yang kami tawarkan, ia tetap memilih tinggal dikontrakan yang tak jauh dari rumah keluarga kami yang lain. Sehari-hari ia hanya bisa berbaring, sementara anak-anaknya hanya sesekali berkunjung untuk mengantarkannya makanan.
Suatu saat kami dikejutkan dengan kabar yang menyebutkan bahwa Adi telah berada di jalan menuju komplek pemakaman. Saat aku menyusulnya, kulihat Adi tengah beringsut menuju makam ayah sambil terus menyebut nama ayah dan ibu. Celana dibagian lututnya robek, kulihat darah mulai merembes membasahi bagian kakinya, saat hendak kubantu ia menolak. Ia terus meracau memonon ampunan ayah dan ibu. Ia tak lagi memperdulikan keadaan luka di kakinya yang semakin menganga, ia terus bergerak menyeret-nyeret kakinya yang lumpuh.
Sepuluh meter menjelang makam ayah dan ibu, Adi ambruk tak dapat meneruskan gerakannya, ia berteriak-teriak memilukan memanggil-manggil nama ayah dan ibu sambil terus memohon ampunan, saat kami berusaha membawanya mendekati makam ayah dan ibu, Adi diam tak bergerak, teriakannyapun tak terdengar lagi dan ternyata ia sudah tak bernyawa, sepuluh meter dari makam ayah dan ibu. Adi tak sempat memeluk kubur mereka seperti keingianannya. Dan kami hanya menghela nafas panjang menyaksikan penderitaan Adi hingga ajal menjemputnya. Semoga Allah memebrinya ampunan. Amiin.
SUMBER:perempuan.com
Nilai Sebuah Kepercayaan
Ada seorang pemuda yang dulunya hanya seorang Office Boy biasa di perusahaan Jepang. Namun selang tahun kemudian pemuda ini berhasil menjadi pengusaha sukses di bidang jasa. Kenapa itu terjadi ?
Pemuda yang hanya lulus SMP awalnya hanya mencari pekerjaan. Dan diterimalah dia bekerja di kota besar ini. Betapa senangnya pemuda itu. Itu terlihat dari kinerjanya yang selalu bersemangat dalam mengerjakan tugas, selalu tersenyum ramah dan siap menolong teman yang membutuhkannya.
Bahkan kerja lembur dan tidur di kantor pun dijalaninya dengan senang. Tugas yang tadinya hanya jadi pesuruh, membereskan file, mengantar minuman di suatu hari meningkat menjadi pembantu administrasi.
Saat ada karyawan kantor yang mengalami musibah dan tidak dapat menyelesaikan tugasnya, pemuda itu mau belajar keras menggunakan komputer untuk membantu temannya mengetik tugas.
Bos pemuda itu adalah orang Jepang. Dan pemuda itu sering sekali menemani dan membantu bosnya itu bekerja lembur. Walau perintah bos ini menggunakan bahasa Jepang, namun karena keinginan keras untuk belajar maka pemuda itupun menguasai bahasa Jepang sekaligus.
Dan penguasaannya terhadap bahasa Jepang juga tidak lepas dari bantuan karyawan Jepang yang ada diperusahaan itu, yang sangat menghargai jika ada bangsa lain yang mau belajar bahasanya. Karena itu setiap teman Jepangnya pulang kampung pemuda itu selalu minta untuk dibawakan buku – buku.
Hasilnya terlihat empat tahun kemudian. Dari yang semula hanya pembantu administrasi naik menjadi asisten administrasi penghubung. Setiap ada tamu dari Jepang pemuda itu selalu yang diminta untuk menemani mereka. Menjadi penerjemah bagi mereka dan lama - lama pemuda itu dipercaya mengurus banyak hal seperti menghadap pejabat dan menyampaikan pesan penting antar departemen.
Sekian tahun kemudian atas persetujuan dan bantuan bosnya serta kepercayaan yang terbentuk selama ini, pemuda itu meminta ijin mengundurkan diri untuk membuka usaha di bidang jasa, yaitu mengurus berbagai perijinan dan perekrutan karyawan, khususnya untuk perusahaan Jepang yang akan berinvestasi di Indonesia. Pemuda itu merasa bersyukur dengan apa yang telah dialami dan didapatkannya. Dan berjanji akan terus belajar.
Kerabat Imelda...kisah ini adalah sebuah contoh proses perjuangan seorang karyawan biasa sampai akhirnya bisa membangun usahanya sendiri. Apa yang dicapainya saat ini tidak dibangun dalam sekejap, tapi dengan kerja keras, kejujuran, dapat dipercaya dan penuh tanggung jawab, mau belajar serta tahu menempatkan diri.
Dan kualitas karakter positif itulah yang mengubah hidupnya. Karena itu jika kita ingin berhasil sepertinya maka kita bisa memulainya dari dimana kita berada saat ini dengan belajar, bekerja sungguh – sungguh, dan mampu menjaga kepercayaan yang diberikan. Begitu integritas kita terbangun maka apapun yang kita tekuni lambat atau cepat pasti akan mendapat tempat dan pasti kesuksesan demi kesuksesan akan datang menyusul.
SUMBER:ceritadanwarta.com
Hidup adalah Pilihan
Ada 2 bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur. Bibit yang pertama berkata, "Aku ingin tumbuh besar,aku ingin menjejakkan akarku dalam-dalam di tanah ini dan menjulangkan tunas-tunasku diatas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku"...Dan bibit itupun tumbuh,makin menjulang...
Bibit yang kedua berguman..."Aku takut,jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini,aku tak tahu apa yang akan kutemui dibawah sana.Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas,bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak.Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka,dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti jika aku tumbuh dan merekah,semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak! Akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman"...Dan bibit itupun menunggu dalam kesendirian.Beberapa pekan kemudian seekor ayam mengais tanah itu,menemukan bibit yang kedua tadi dan menaploknya segera.
Memang selalu ada saja pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus kita jalani. Namun seringkali kita berada dalam kepesimisan,kengerian,keraguan,kebimbangan-keseimbangan yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak mau melangkah,tak mau menatap hidup. Karena hidup adalah pilihan, maka hadapilah itu dengan gagah..Dan karena hidup adalah pilihan,maka pilihlah dengan bijak...
SUMBER:www.gemintang.com
Kisah Laki-Laki Dan Keledai
Ini kisah sejak zaman dahulu kala. Suatu ketika seorang laki-laki beserta anaknya membawa seekor keledai kepasar.
Ditengah jalan, beberapa orang melihat mereka dan tertawa, “Lihatlah orang-orang dungu itu. Mengapa mereka tidak naik keatas keledai itu?”
Laki-laki itu mendengar perkataan tersebut. Ia lalu meminta anaknya naik ke atas keledai.
Seorang perempuan tua melihat mereka, “Sudah terbalik dunia ini, sungguh anak tidak tau diri!! Ia tenang-tenang diatas keledai, sedangkan ayahnya yang tua dibiarkan berjalan.”
Kali ini si-anak turun dari punggung keledai dan ayahnya yang naik.
Beberapa saat kemudian, mereka berpapasan dengan seorang gadis muda, “Mengapa kalian berdua tidak menaiki keledai itu bersama-sama?”
Mereka menuruti nasehat gadis muda itu.
Tidak lama kemudian sekelompok orang lewat. “Binatang malang…., ia menanggung beban dua orang gemuk tak berguna. Kadang-kadang orang bisa sangat kejam!”
Sampai disini, ayah dan anak itu sudah muak. Mereka memutuskan untuk memanggul keledai itu.
Melihat kejadian itu ,orang-orang tertawa terbahak-bahak, “Lihat manusia keledai memanggul keledai!” sorak mereka.
Apa yang Anda tangkap dari cerita tadi??
Jika Anda berusaha menyenangkan semua orang, maka Anda tak akan dapat menyenangkan siapapun.
Jika Anda berusaha mendengarkan komentar semua orang, bisa jadi Anda tak akan menjadi apapun dan siapapun.
Maka jadilah diri sendiri, melangkah dengan pasti… Berbekal Cinta, Ilmu dan Iman… dengan Cinta hidup menjadi indah… dengan Ilmu hidup menjadi mudah, dan dengan Iman hidup kian terarah…..
SUMBER: milis motivasi
Seekor Kambing di Dalam Sumur
Pada suatu hari, seekor serigala berjalan-jalan di pinggir hutan. Saat sedang mencari buruan, dia menemukan sebuah sumur yang memiliki air jernih di dalamnya. Karena penasaran dan rasa haus yang melanda, serigala tersebut berjalan di pinggir sumur untuk mencapai air. Karena terburu-buru, sang serigala terpeleset dan masuk ke dalam sumur.
Beruntung, sumur tersebut tidak terlalu dalam, hanya seperempat bagian kaki serigala yang terendam. Masalah timbul, bagaimana caranya serigala itu dapat keluar dari dalam sumur? Sang serigala lama memikirkan hal itu hingga dia mendengar suara seekor kambing di luar sumur sedang berjalan-jalan. Sang serigala lalu memanggil kambing.
"Kambing, masuklah ke dalam sumur ini! Ada banyak air yang rasanya segar sekali..." ujar sang serigala.
"Benarkah?" tanya sang kambing tidak percaya.
"Tentu saja, aku tidak berbohong, masuklah!"
Sang kambing akhirnya masuk ke dalam sumur dan meminum air yang menurut serigala sangat enak. Ternyata serigala memang tidak berbohong, air di dalam sumur sangat segar dan nikmat. Lalu sang serigala mengatakan, "Tetapi aku bingung bagaimana cara kita keluar dari sini," ujar sang serigala menambahkan. Pada saat itu, kambing juga ikut berpikir.
Sang serigala lalu menawarkan sebuah ide jitu, dia meminta kambing untuk menaikkan kedua kaki depannya pada dinding sumur, dengan begitu, serigala dapat keluar ke atas. Kambing menyetujui hal tersebut dan menganggapnya sebagai ide yang cerdas. Tak disangka, serigala tertawa kencang ketika sudah keluar sumur dan membiarkan kambing bingung seorang diri.
"Dasar kambing bodoh, aku sengaja menyuruhmu masuk ke sumur agar aku dapat keluar. Nah, pikirkan sendiri bagaimana cara agar kau dapat keluar dari sumur itu," Sang serigala lalu meninggalkan kambing yang berada di dalam sumur seorang diri dan tidak tahu bagaimana caranya keluar dari dalam sumur.
Kerabat Imelda...dari cerita ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ajakan apapun yang ditawarkan oleh orang lain sebaiknya kita pikirkan dengan baik. Bisa jadi orang yang menawarkan sesuatu yang menggiurkan tidak berbohong pada awalnya, tetapi berhati-hatilah karena Anda bisa terjebak dalam sebuah permainan yang akan merugikan diri Anda sendiri di kemudian hari.
SUMBER: kapanlagi.com
Es Krim
Pada suatu hari seorang anak kecil masuk ke sebuah restoran terkenal. Dengan langkah riang dan sedikit berlari, anak kecil itu duduk di salah satu bangku kosong di sana. “Sangat Ramai.” gumamnya. Anak kecil itu kemudian mengangkat tangannya untuk memanggil salah satu pelayan restoran. Seorang pelayan perempuan pun segera datang menghampiri anak kecil itu dengan membawa buku menu makanan.
“Mau pesan apa, dik?” Tanya pelayan itu.
“Berapa harga satu porsi es krim bertabur strawbery dan coklat itu?” Si anak balik bertanya sambil menunjuk salah satu gambar yang terpampang di tembok restoran.
“2 Dollar.” Jawab si pelayan dengan ramah.
Anak itu kemudian memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengeluarkan beberapa keping uang receh dan
menghitungnya.
“Kalau es krimnya tanpa strawberry dan coklat berapa?”.
“1 Dollar.” jawab pelayan itu dengan sedikit aneh.
Anak itu kemudian memasukkan tangannya ke saku yang lain, dia mengeluarkan recehan lagi, dan mulai menghitungnya.
“Kalau es krimnya tanpa strawberry dan coklat, serta cuma separuh porsi saja berapa?”
“Setengah Dollar!” jawab pelayan itu agak ketus.
“Baik, saya pesan itu saja.” Kata si anak lagi.
Pelayan itu segera kembali ke dapur. Beberapa saat kemudian pelayan kembali ke meja si anak sambil membawa pesanannya. Anak itu pun segera memakan es krim tersebut dengan lahap. Setelah es krim selesai dimakan,
pelayan kembali menemui anak itu sambil membawa nota pembayaran.
“Semua setengah dollar.” Kata pelayan sambil menyodorkan nota kepada si anak.
Si anak lalu mengeluarkan semua uang receh miliknya dan memberikannya pada pelayan.
“Ini setengah dollar.” Katanya.
Kemudian,tangan anak itu merogoh saku belakangnya dan mengeluarkan selembar uang 10 Dollar. “Dan ini tip untuk kamu.” Kata anak itu tersenyum sambil menyerahkan 10 dollarnya.
Kerabat Imelda...terkadang manusia hanya melihat sesuatu dari luarnya. Kesibukan dan keruwetan kejadian
sehari hari bisa membuat seseorang lupa untuk ‘melihat lebih dalam’ orang-orang di sekitarnya. Sangat wajar jika seseorang yang sudah pakai Jas mulai menganggap remeh orang-orang yang hanya menggunakan T-Shirt.
Tapi cerita tadi mengingatkan kita, bahwa sesuatu yang berharga kadang muncul dari hal-hal yang biasa-biasa saja. Rejeki bisa datang dari arah yang tak terduga, bahwa mata manusia kadang terlalu sempit untuk dapat melihat spektrum kepribadian seseorang. Seperti halnya hujan yang tetap bisa turun saat matahari bersinar terik.
Semoga cerita ini bisa menjadi pelajaran yang cukup berharga bagi kita semua.
SUMBER:ceritainspirasi.net
Hanya Kebagian Sisanya Saja
Seorang Pria paruh baya sedang termenung, berdiri di pelataran parkir sebuah gedung megah yang baru saja berdiri. Pria berpakaian sederhana itu memandang haru tulisan ”Sekolah Gratis & Panti Asuhan” di papan nama gedung tersebut. Air matanya berlinang dan senyum puas pun terhias di bibirnya.
Seorang Pemuda berdasi yang sejak tadi memandangi tingkah laku sang pria dari balik kaca dalam gedung bergegas ke luar. Dia menghampiri sang Pria di pelataran parkir.
”Selamat pagi, Pak”, sapa Pemuda tersebut.
Sang Pria menoleh dan tersenyum sambil berkata, ”Selamat pagi juga, Dik”.
”Sejak tadi saya melihat Bapak mengagumi gedung ini. Benar, Pak?”, tanya si Pemuda.
”Ya, benar”, jawab sang Pria.
”Saya tidak hanya mengagumi keindahan arsitektur gedung ini, tetapi saya juga membayangkan berapa banyak generasi muda calon pemimpin bangsa di masa mendatang yang akan terbantu dengan adanya sekolah gratis dan panti asuhan ini”, lanjutnya lagi.
”Itu betul, Pak.”, kata si Pemuda dengan bangga.
”Dan salah satu orang yang paling berjasa di balik pendirian gedung ini adalah saya sendiri, Pak.”, kata si Pemuda sambil tersenyum lebar.
”Jadi, bisa dikatakan bahwa salah satu founder-nya adalah saya, Pak”, kata si Pemuda sambil menepuk dada.
”Oh, ya?”, kata sang Pria sambil terkejut.
”Kalau begitu, anda adalah orang yang sangat mulia. Masih muda tetapi banyak berjasa”, kata sang Pria melanjutkan.
”Apa saja sih peran anda dalam pembangunan sekolah gratis ini?”, tanya sang Pria dengan penuh minat.
”Saya adalah salah satu dari lima kepala mandor yang membangun gedung ini, Pak”, jawab si Pemuda dengan bangga.
”Saya membangun gedung ini dengan segenap waktu dan tenaga saya karena bagi saya yang saya lakukan ini adalah investasi untuk masa depan saya”, lanjut si Pemuda.
”Dan saya juga setiap bulan selalu menyumbang uang sebesar lima puluh ribu rupiah dari gaji saya selama bekerja sebagai kepala mandor di sini untuk membantu biaya pembangunan gedung sekolah ini”, kata si Pemuda sambil membuka lima jari tangannya.
”Jadi, saya adalah salah satu orang yang telah berjasa mencurahkan waktu, tenaga, keahlian, dan uang pribadi saya, sehingga sekolah gratis ini berdiri sekarang”, kata si Pemuda menutup penjelasannya dengan nada bangga.
”Kalau hanya ada lima kepala mandor yang menyumbangkan lima puluh ribu rupiah setiap bulannya berarti hanya ada sumbangan sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah saja setiap bulannya”, gumam sang Pria.
”Sedangkan biaya setiap bulan yang harus dikeluarkan untuk pembangunan gedung ini pasti besar sekali. Siapa yang menutup kekurangan biaya pembangunannya setiap bulan?”, tanya sang Pria kepada si Pemuda.
”Wah, kalau itu sih bukan urusan saya, Pak”, tukas si Pemuda.
”Siapa suruh membangun sekolah gratis”, jawabnya lagi.
”Begini-begini juga, saya sudah banyak berjasa lho, Pak”, kata si Pemuda membela diri.
”Kalau kontribusi Bapak untuk pembangunan ini apa?”, tanya si Pemuda dengan mimik wajah meremehkan.
Sambil tersenyum sang Pria menjawab,”Saya hanya memiliki impian berdirinya sebuah sekolah gratis yang akan membantu banyak generasi muda menjadi manusia-manusia unggul calon pemimpin bangsa di masa mendatang.”
”Sekolah gratis yang akan menjadi contoh bagi banyak orang, agar mau mendirikan hal yang serupa di tengah-tengah perlombaan sekolah-sekolah meningkatkan biaya pendidikannya. Yang konon, katanya biaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tetapi kenyataannya, semakin tidak dapat menjamin lulusannya mendapatkan pekerjaan apalagi penghasilan”, kata sang Pria sambil menghela nafas.
”Cuma impian saja, Pak?”, kata si Pemuda dengan senyum mengejek.
”Kalau hanya itu sih, semua orang juga bisa”, kata si Pemuda meremehkan.
”Oh, ya. Saya lupa mengatakan bahwa di luar sumbangan dua ratus lima puluh ribu untuk biaya pembangunan gedung ini, sebenarnya saya lah yang menutup seluruh sisa kekurangan biayanya setiap bulan”, kata sang Pria.
”Jadi, kontribusi saya hanya kebagian menutup sisa kekurangan dari sumbangan anda saja”, tutur sang Pria sambil tersenyum.
Kerabat Imelda...Banyak orang yang berjasa kecil ingin ditonjolkan jasa-sajanya dan ingin dihargai atau dihormati oleh orang lain. Mereka ingin dianggap hebat dan sering berkali berkata, ”karena sayalah maka hal itu terjadi” atau ”kalau tidak ada saya, maka hal itu tidak akan terjadi”. Semua hal berpusat kepada dirinya dan jasanya.
Sedangkan orang-orang yang berjasa besar biasanya adalah orang yang rendah hati dan cenderung tidak mau menonjolkan jasa-jasanya. Mereka tidak gila hormat dan tidak menuntut dihargai oleh orang lain karena jasanya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keikhlasan hati dan berjiwa besar. Hal itu lah yang membuat mereka sukses di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, kalau anda ingin menjadi orang yang sukses di dunia dan di akhirat...
Selama masih berkesempatan hidup di dunia ini, Berjuanglah!!! Berjuang menjadi orang-orang yang berhati ikhlas.
SUMBER:www.andrewho-uol.com
Keluarga Kura-Kura Yang Sedang Piknik
Pada hari yang cerah, keluarga kura-kura memutuskan untuk pergi piknik di sebuah taman yang cukup jauh dari kediaman mereka. Ayah, ibu dan dua anak kura-kura mempersiapkan bekal piknik sebelum berangkat. Karena kura-kura adalah hewan yang lambat, mereka harus menempuh waktu satu hari satu malam untuk mencapai tempat piknik yang mereka tuju. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengeluh, karena mereka sudah terbiasa berjalan lambat.
Saat sudah tiba di tempat piknik, anak kura-kura merasa senang karena lokasi piknik tersebut berupa taman yang masih asri dan belum banyak dijamah manusia. Ada air terjun kecil dan terhubung dengan sungai yang airnya sangat jernih, berbeda dengan mata air di dekat kediaman mereka, airnya sedikit keruh dan tidak terlalu segar. Dua anak kura-kura itu bermain dengan riang, sedangkan ibu dan ayah kura-kura mengeluarkan bekal makanan dari dalam tas.
"Wah, ada bahan makanan yang tertinggal," ujar ibu kura-kura. "Makanan kita tidak akan lezat tanpa bahan makanan itu,"
"Sayang sekali, bagaimana jika kita mengundi siapa yang harus kembali ke rumah dan mengambil bahan makanan itu kembali?" saran sang ayah kura-kura.
Semua setuju, kecuali si sulung, karena dia merasa akan ada sesuatu yang tidak beres dalam rencana tersebut. Tetapi dia diam saja karena tidak ingin mengurangi rasa senang dalam piknik keluarga ini. Akhirnya, hasil undian menunjukkan bahwa si sulung yang harus kembali ke rumah untuk mengambil bahan makanan itu lalu kembali ke lokasi piknik untuk makan bersama-sama. Saat itu, si sulung akhirnya mengeluarkan isi hatinya.
"Tapi rumah kita jauh dan membutuhkan waktu satu hari untuk mencapainya," ujar si sulung dengan wajah bingung, "Jika aku kembali lagi ke tempat ini, akan menghabiskan waktu dua hari. Bisa-bisa kalian semua sudah memakan bekal piknik itu sebelum aku kembali ke sini,"
"Tenang saja, nak. Kami semua akan menunggumu kembali dan tidak akan memakan bekal makanan itu." ujar sang ayah berjanji. Ibu kura-kura dan si bungsu juga mengangguk setuju.
"Janji!" tambah sang sulung.
"Iya kami berjanji," ujar mereka bertiga.
Akhirnya si sulung pergi menuju rumah untuk mengambil bahan makanan yang tertinggal. Berjam-jam mereka menunggu, perut tiga ekor kura-kura itu sudah berbunyi nyaring dan minta diisi. Si bungsu mulai merengek karena lapar sedangkan si sulung baru tiba ke tempat piknik keesokan harinya. Ayah dan ibu kura-kura juga merasakan hal yang sama.
"Ya sudah, kita makan saja bekal ini, tak apa walaupun bahan makanannya tidak lengkap," ujar ayah kura-kura.
Akhirnya mereka membuka tas bahan makanan. Dan pada saat itu, si sulung tiba-tiba melompat dari balik semak-semak.
"Sudah kuduga kalian akan makan sebelum aku kembali," teriaknya dengan nada suara kecewa, "Makanya aku sembunyi di semak-semak dan tidak pulang untuk membuktikannya.
Kerabat Imelda, dari kisah di atas, kita dapat mengambil kesimpulan agar tidak terburu-buru saat merencanakan sesuatu, karena segala hal perlu sebuah pemikiran matang sebelum dilakukan. Selain itu, jangan mudah berjanji bila tidak yakin dengan janji Anda. Jangan berjanji bila itu hanya untuk membuat orang lain percaya pada Anda tetapi Anda sendiri tidak dapat menjaga janji itu dengan baik.
SUMBER:KapanLagi.com
Kisah Ibu Kepiting dan Anaknya
Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di sepanjang pantai. Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing, kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.
"Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?" ujar sang ibu kepiting, "Coba kau lihat, manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan. Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping," sang ibu kepiting agak cemas karena merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.
"Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan," ujar sang anak kepiting. Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.
"Aku tidak bisa, ibu," ujar si anak kepiting, tetapi sang ibu terus memaksa agar anaknya bisa berjalan lurus. "Coba ibu contohkan bagaimana berjalan lurus ke depan yang benar!" ujar si anak kepiting karena telah putus asa dan lelah mencoba, kaki-kakinya mulai sakit karena memaksa diri untuk menuruti keinginan ibunya.
Sang ibu lalu mencontohkan bagaimana cara berjalan lurus ke depan. Nyatanya, sang ibu kepiting tidak dapat melakukan hal tersebut. Dia berkali-kali terjatuh, bahkan tubuhnya terbalik saat memaksakan diri untuk berjalan lurus ke depan. Ternyata dia sendiri tidak bisa memberikan contoh pada anaknya.
Akhirnya sang ibu menyerah dan sadar bahwa setiap makhluk punya caranya sendiri-sendiri untuk hidup. Berjalan ke samping di antara makhluk-makhluk yang berjalan lurus ke depan bukan berarti dia aneh atau gagal. Menggali potensi diri jauh lebih baik daripada hanya bercermin dan meniru orang lain.
SUMBER:KapanLagi.com
Kisah Dua Sahabat
Alkisah, di sebuah perguruan beladiri yang terletak di atas bukit, ada dua orang murid yang bersahabat. Biarpun tinggal di bukit yang berbeda, yang dibatasi oleh sebuah anak sungai, tapi jadwal rutin mereka sama. Setiap hari, keduanya bertemu pada saat mengambil air di sungai untuk keperluan minum dan hidup mereka.
Pada suatu hari dan beberapa hari kemudian, murid yang lebih muda mulai merasa khawatir karena dia tidak bertemu dengan sahabatnya saat mengambil air.
"Duh, jangan-jangan temanku sakit atau terjadi kecelakaan! Atau mungkin bahkan dia telah pergi dari sini tanpa pamit?" batinnya penuh rasa gelisah.
Dengan penasaran dan niat untuk membantu kalau-kalau sahabatnya itu sakit atau celaka, si pemuda mendatangi bukit sebelah untuk mencari tahu jawabannya. Tiba di sana, dia melihat sahabatnya sedang berlatih beladiri dan pernafasan. Dia tampak sehat dan tidak kurang suatu apapun.
"Hai Kak, sudah beberapa hari ini saya tidak melihat kakak mengambil air. Saya sangat khawatir kalau kakak sakit atau kecelakaan. Syukurlah kalau sehat-sehat saja. Tetapi kenapa kakak tidak lagi mengambil air? Bukankah air minum dan keperluan sehari-hari masih diperlukan?" ujar si murid muda penasaran.
"Terima kasih, Dik. Kamu lihat sendiri, kakak sehat-sehat saja. Mari sini, kakak tunjukkan!"
Sambil berjalan, murid yang lebih tua ini melanjutkan," Bukannya kakak tidak butuh air lagi, tetapi selama setahun ini, kakak telah bekerja keras di sela-sela waktu istirahat atau bila pekerjaan bisa kakak selesaikan lebih cepat. Kakak menggali tanah mencari sumber air! Kakak yakin, di sekitar sini pasti terdapat banyak sumber mata air dan jika kita mau mencari dan menggali, pasti akan mendapatkan sumber air. Ternyata usaha dan keyakinan kakak tidak sia-sia."
"Nah, sekarang kakak bisa berlatih dengan lebih giat dan mengerjakan hal-hal yang lebih bermanfaat serta lebih menyenangkan dibandingkan dengan kegiatanmengambil air yang setiap hari telah kita lakukan," jelas murid yang jauh lebih tua itu dengan senang.
Kerabat Imelda...murid yang lebih tua menggambarkan sosok manusia yang memiliki kesadaran lebih tinggi untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik dan menyenangkan. Dia sadar, bahwa masa depan harus dipersiapkan dari saat ini. Dia juga bersedia menempuh risiko, karena ia percaya pada "harapan" bahwa yang akan dicapainya adalah sesuatu yang lebih besar dan berarti.
Dengan manajemen waktu yang baik dan sikap siap berjuang dan berkorban, niscaya keberhasilan dapat kita raih.
SUMBER:AndrieWongso - andriewongso.com
Seutas Tali Yang Menahan Gajah
Ketika berkunjung ke sebuah kebun binatang, Larry terpesona dengan gajah yang sedang menikmati hangatnya sinar siang hari. Hewan besar dengan kekuatan super ini nampak begitu tenang di sana, di taman khusus untuk gajah, tanpa dikurung dalam kandang. Perhatian Larry kemudian terusik melihat tali yang mengikat gajah itu.
Ya, seutas tali. Larry heran, mengapa gajah sebesar ini hanya diikat dengan tali dan bukannya rantai? Dengan kondisi tanpa kandang demikian, tentu tidak sulit bagi gajah untuk memutuskan tali, membebaskan diri dan menyerang pengunjung. Namun nyatanya si gajah tampak baik-baik saja, tidak ingin melarikan diri dan belum pernah ada kabar gajah melepaskan diri dari kebun binatang ini.
Kebetulan di dekat situ ada petugas kebun binatang, yang ternyata juga trainer gajah tersebut. Terdorong rasa penasaran, Larry mendekatinya dan bertanya, mengapa hewan sebesar dan sekuat itu hanya diikat dengan tali dan apakah selama ini dia pernah memutuskan tali pengikatnya untuk membebaskan diri.
Pelatih gajah menjawab, gajah itu tidak pernah berusaha melepaskan diri karena sedari kecil telah diikat dengan tali berukuran sama. Saat kecil, tali itu cukup besar dan kuat untuk mengikat kakinya sehingga dia tidak pernah mampu memutuskannya. Seiring dewasa, dia tetap diikat dengan tali tersebut namun telah terbiasa dengan pikiran bahwa mereka tidak mampu memutuskannya. Mereka percaya tali itu masih sangat kuat dan tidak pernah mencoba untuk memutuskannya lagi.
Larry terhenyak, hanya karena pernah gagal maka gajah itu tidak pernah berpikir untuk mencoba kembali, padahal dia terus tumbuh dan sekarang pasti tidak sulit baginya untuk memutuskan tali itu. Manusia pun tidak ada bedanya. Seringkali kita gagal dalam satu hal dan berkesimpulan 'itu bukan bidangku', 'aku tidak berbakat di sana' dan tidak pernah lagi mencoba. Atau jika ada kesempatan mencoba, maka ketakutan untuk gagal selalu membayangi, dan hasilnya, Anda benar-benar gagal lagi.
Jangan pernah menerima batasan-batasan palsu yang diciptakan oleh masa lalu. Waktu berjalan, Anda terus belajar dan kali ini Anda pasti lebih kuat dan lebih mampu dari masa lalu. Mengapa tidak berani mencoba lagi?
SUMBER:kapanlagi.com
Jiwa di Balik Setangkai Bunga
Lihatlah bunga-bunga yang bermekaran itu, warnanya indah, kuning, merah, ungu dengan daun hijau yang menopang. Di belakangnya layar lebar langit biru di gelar luas menjadi background seolah semua bunga dan daun itu menempel di atas warna birunya. Sebuah pemandangan yang sangat indah dan sempurna.
Saat menarik dan menghembuskan nafas, apa yang Anda rasakan? Perasaan senang, bahagia, rasa syukur atau biasa saja, tak merasakan apa-apa? Coba pejamkan mata Anda saat ini, tarik nafas perlahan dan hembuskan. Rasakan benar-benar setiap nafas yang masuk dan keluar dari paru-paru melalui saluran tenggorokan dan hidung serta mulut. Terasa ada yang berbeda bukan?
Setiap hal kecil yang Anda alami setiap hari bisa saja selama ini Anda anggap sebagai hal yang biasa. Namun jika Anda mau mencermatinya, setiap hal kecil itu adalah kepingan yang menyusun kebahagiaan di dalam hidup Anda.
Kesibukan dan masalah yang muncul setiap hari bisa saja membuat Anda merasa hidup ini tak berarti dan membosankan. Ada sebuah sisi yang terlewatkan dari pandangan Anda, di mana hidup ini merupakan suatu hal yang menarik.
Setangkai bunga yang mekar di tepi jalan mungkin luput dari pandangan Anda. Hentikan langkah Anda, lihat sekali lagi, ah ternyata setangkai bunga itu ternyata sangat indah. Mulai lagi dari hal kecil lain yang biasanya selalu terlewatkan dari pandangan Anda, bisa Anda lihat kan ternyata banyak hal yang sangat indah di sekitar Anda.
Saat Anda bisa melihat segala hal dari sisi lain, hal-hal kecil khususnya, di situlah hidup ini terasa begitu indah dan menarik. Banyak orang merasa kehilangan jiwa, dan seumur hidup berusaha mencari jiwa itu. Sahabat yang saat ini sedang mencari jiwa, Anda sudah menemukannya! Di balik mekarnya bunga, gemercik air, rumput yang bergoyang tertiup angin, hangatnya sinar matahari, senyum ramah dari seorang penjual nasi. Ketika hidup ini terasa indah dan menarik. Berbahagialah! Anda telah menemukan jiwa Anda.
SUMBER:Agatha Yunita - kapanlagi.com
Belajar Apapun!
Setiap kali mendengar kata belajar, sepertinya hampir semua telinga berdengung. Itu pun terjadi pada telinga saya. Belajar bukan kata yang perlu ditakuti atau dihindari bahkan tak perlu dijadikan kambing hitam. Kenapa kita selalu mengasumsikan kata belajar dengan sesuatu yang kesannya serius, formal, kaku, membosankan, dan kata-kata yang bernilai negatif. Harusnya kita menyadari bahwa sejak kita dilahirkan kedunia ini, kita tak pernah luput atau lepas dari kata yang satu ini. Sejak bayi kita belajar menangis..apa benar menangis itu belajar? baiklah ambil contoh yang lain, ketika kita berumur 1 tahun kita belajar merangkak, kemudian dilanjutkan dengan belajar berjalan, dan belajar mengucapkan kata "mama". Banyak contoh yang bisa kita ambil bahkan sejak kita masih belum mengerti esensi dari belajar itu sendiri.
Ketika kita menginjak masa remaja, kata belajar ini semakin rumit atau semakin membuat kita penuh beban. Tak seperti dulu waktu kita balita yang dengan riang gembiranya melewati masa-masa belajar. Orang tua kita sering menyebutkan atau bahkan meneriakkan kata belajar penuh dengan pengharapan dan tekanan. "Kamu sudah belajar apa hari ini?" , "Kenapa kamu tidak belajar, malah main terus?", "Belajar sana!jangan males-malesan!", "Belajar kamu!atau uang jajan mami potong!". Apa yang terjadi dengan belajar di masa-masa seperti ini? saya teringat ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, Ibu saya pernah berkata "Kamu kenapa ga belajar, katanya mau jadi dokter?"
Kata belajar terus terngiang di telinga saya sampai saya menginjak dewasa. Kemudian saya menyikapinya dengan penuh beban. "Apakah benar saya harus giat belajar biar saya jadi dokter nantinya" hati kecil saya berbisik. Namun kenyataan berkata lain saya tidak jadi dokter saat ini, dengan catatan bahwa saya sudah belajar dengan giat pada waktu Sekolah Menengah Umum agar bisa masuk Perguruan Tinggi baik itu Negeri ataupun Swasta yang memiliki jurusan Kedokteran. Kesimpulan salah yang mungkin saya bisa saya ambil pada saat itu adalah tidak perlu giat belajar, toh saya tidak jadi dokter. Namun kesimpulan bijak yang bisa kita ambil dari kasus di atas adalah "ternyata diperlukan bukan sekedar giat belajar untuk mencapai tujuan atau cita-cita yang ingin kita raih", ada faktor-faktor lain yang memang harus kita penuhi dan tentunya ada faktor X yang kita tak pernah ketahui sebelumnya.
Dari semua itu saya mendapati hal yang luar biasa dari kata belajar ini. Pada masa pertengahan kuliah, saya menyadari satu hal yang merubah pandangan saya akan kata belajar. Kita tidak perlu selalu bergulat dengan buku-buku tebal, bacaan-bacaan yang penuh dengan teori dan itung-itungan untuk melakukan kegiatan belajar. Dan yang paling utama dari proses belajar adalah jangan pernah belajar kalau hanya ingin mengejar "nilai" berupa angka atau huruf mutu (10, 100, A, B, 3.5, 3.75, dll). Saya lebih menikmati prosesnya dan hasilnya lebih dengan pembuktian yang karya nyata (manfaat bagi diri sendir maupun orang lain). "Nilai" bukan tujuan utama, tapi menurut saya tujuan utama kita harus lebih mulia daripada itu.
Ketika kita berbicara dengan orang lain, saling bertukar pikiran atau pun beradu argumen dengan orang lain itu pun salah satu dari bentuk belajar. Saat berdiskusi tersebut, kita belajar mendengarkan pendapat orang lain, belajar menghormati pandangan hidup orang lain. Belajar Apa pun!karena dibalik pembelajaran itu semua pasti ada sesuatu yang bisa kita ambil walaupun itu sedikit, buang yang kurang berguna-nya dan ambil yang berguna-nya bagi kita. Alasan kita tidak menyukai hal tersebut (subjek, topik, pelajaran) jangan selalu dikedepankan, karena "kita tidak pernah atau apa yang terbaik buat kita, tapi Tuhan tahu". Mungkin kita merasa A bukan yang terbaik (bermanfaat) buat kita, tapi siapa tahu sudah menuliskan A adalah yang terbaik buat kita.
Saya teringat akan perkataan Aesop, seorang budak semenanjung Balkan yang dibebaskan oleh majikannya dan akhirnya menjadi pembuat fabel terkenal, mengatakan "Penderitaan adalah pelajaran". Jadi jangan menunggu sampai kamu menderita sehingga mendapat pelajaran. Sadarkan dirimu dari sekarang juga, karena saya sangat menyesal tidak mengetahuinya dari dulu.
SUMBER:Yoka Pramadi - kulinet.com
Demi Waktu
Bicara soal waktu.Saat ini, sudahkah kita menggunakan waktu sebaik mungkin?
"Aku adalah waktu, yang menemanimu sepanjang hari. Mengiringi setiap langkah dan usahamu. Gunakanlah aku sebaik mungkin, karena aku takkan kembali lagi."
Waktu ibarat desiran angin, yang terkadang meninobobokanmu, membuatmu terkantuk bahkan tertidur lelap. Ia ada di setiap penjuru kota dan desa, di gunung dan di pantai, di sudut-sudut ruang kehidupan. Pergerakannya kadang tak disadari.Kehadirannya terlupakan padahal setiap harinya, ia menemani setiap langkah kita. Itulah sang waktu, kita akan merugi jika tidak menggunakan waktu secara bijak.
Kita memiliki jumlah waktu yang sama dalam kehidupan, yaitu 24 jam sehari. Namun, banyak orang berbeda dalam melakukanhal penting apa saja untuk mengisi waktu yang ada menjadi lebih berguna. Itulah yang membedakan antara orang berhasil dan orang yang menyia-yiakan waktu.
Pepatah China mengatakan "waktu adalah uang"; jadi sebenarnya ia sangat berharga. Penggunaan yang efektif dapat menetukan prestasi seseorang, bahwa ia telah menggunakan waktu dengan sebaik mungkin untuk mencapai tujuan hidup. Setiap detik dari sang waktu akan sangat bermanfaat, jika digunakan sebaik mungkin. Di saat tertidurpun, kita menggunakannya untuk memulihkan fisik yang telah letih bekerja.
Catatan sejarah juga memperlihatkan bahwa orang-orang yang berhasil telah menggunakan waktu melalui "visi" (pandangan jauh ke depan) dan "misi" (langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk mencapai visi), serta rentetan rencana yang membutuhkan efektivitas penggunaan waktu dan pengaturan prioritas berdasarkan waktu.
Kehidupan terus berjalan, bergulir seiring putaran waktu yangmengiringi langkah-langkah kita. Sejak terbit matahari sampai terbenam di upuk Barat, menemani ke peraduan. Tidak ada yang berbeda diantara kita dalam jumlah waktu yang dimiliki, tetap 24 jam sehari. Ia datang dan lalu pergi. Hanya orang-orang yang mampu berpikir dan menggunakan waktu dengan bijaklah, yang mampu "berhasil" mencapai tujuan hidup di dunia, yaitu menjadi manusia yang berguna, dan waktupun akan menjadi SEJARAH.
SUMBER:Antoni Ludfi Arifin - andriewongso.com
Hidupku Seperti Lilin Yang Terbakar
Sebagai seorang anak bungsu, aku (sebut saja dengan nama Ririn) seharusnya mendapat perlakuan yang lebih istimewa dari kakak-kakakku. Tetapi ayah, ibu serta saudara-saudaraku yang lain selalu memperlakukan aku layaknya anak tertua bahkan mungkin anak tiri. Sejak aku masih sekolah di tingkat dasar semua pekerjaan rumah selalu aku yang mengerjakan dan membereskan, kakak-kakakku tak ada yang mau perduli dengan kesulitan-kesulitan yang kudapat.
Sebetulnya aku memang berkewajiban membantu kedua orang tuaku yang hanya memiliki usaha kecil-kecilan dengan membuka toko kelontong. Itulah sebabnya saat aku menginjak usia 15 tahun, aku bertekad membiayai sekolahku sendiri. Dan tekadku itu akhirnya menjadi kenyataan hingga aku lulus SMU.
Setamat SMU, dan karena aku telah memiliki pengalaman dalam bekerja dengan mudahnya aku mendapat pekerjaan. Aku diterima menjadi seorang karyawan di toko serba ada. Karena hasil kerjaku yang dinilai sangat baik, membuat jabatanku sangat cepat naik dan secara otomatis gajiku juga naik dengan cepat.
Namun hasil yang kudapat dari pekerjaan itu habis hanya untuk membantu kakak-kakakku dalam membiayai hidup dan sekolah anak-anaknya. Tentu saja hal itu membuatku sangat kecewa. Mereka yang seharusnya membantu adiknya malah terus merongrongku dengan segala kesulitannya. Namun jika aku berfikir lebih jernih, mungkin ini memang sudah kewajibanku membantu mereka yang tengah dalam kesulitan.
Di tempatku bekerja inilah aku akhirnya bertemu dengan Agus (bukan nama sebenarnya) yang menjadi suamiku saat ini. Bersama Agus aku memilki banyak kesamaan. Selain ketampanan dan kecerdasan otaknya, seperti juga aku Agus juga berasal dari keluarga yang keadaan social ekonominya sangat sederhana. Karena itu aku berharap kami bisa sama-sama memulai dari bawah utnuk mencapai hidup sejahtera.
Dan akhirnya kami menikah. Namun pernikahan itu ternyata tak seindah yang aku bayangkan. Diawal pernikahanku sudah mulai timbul pertengkaran. Setelah pertengkaran itu, aku baru menyadari bahwa dibalik ketampanan dan kecerdasannya, Agus seorang yang temperamental sekalipun untuk masalah yang terbilang sepele.
Kelakuan buruknya ternyata tak sampai disitu, Agus juga ternyata gemar berjudi dan inilah awal kehancuran hidupku. Dari kegemarannya berjudi akhirnya membuat Agus memiliki banyak hutang. Gaji bulananya tak pernah cukup untuk menutupi hutangnya tersebut. Bahkan sejak tahun kedua pernikahannku, tidak sesenpun gaji bulannya diberikan padaku, semuanya menguap dimeja judi.
Karena kegemarannya itu pula Agus pernah ditahan pihak kepolisian karena tertangkap basah sedang berjudi. Karena tak tega melihat ia di penjara, akupun mengeluarkan agus dengan uang jaminan. Tapi ternyata Agus tak juga jera dia tetap saja berjudi, padahal usia pernikanku dengan Agus telah memasuki tahun ke-enam.
Sampai kami melahirkan anak pertama tabiat Agus bukanya mereda, malah sebaliknya kegemarannya berjudi semakin menjadi-jadi. Tapi aku bertekad memperjuangkan perkawinanku ini, dengan harapan Agus bisa merubah semua kebiasaan buruknya. Selain itu aku memang tak ingin anakku nanti bertanya tentang ayahnya jika aku memutuskan untuk bercerai.
Diluar dugaan, Agus yang begitu temperamental ternyata memiliki kerapuhan. Ia pernah mencoba mengakhiri hidupnya dengan minum racun serangga, namun untunglah jiwanya masih tertolong. Efek dari perbuatannya tersebut, aku harus menanggung beban biaya yang tak sedikit lantaran Agus harus dirawat selama beberapa hari karena racun yang ia telan telah masuk kedalam paru-parunya.
Belum selesai sampai disitu, bebanku semakin bertambah dengan datangnya empat orang kolektor kartu kredit yang menagih hutang Agus. Saat itu tak kurang dari dua puluh tiga juta yang harus kukeluarkan untuk melunasi hutang tersebut.
Dan terpaksa aku harus menguras habis isi tabunganku, belum lagi biaya untuk keperluan anakku yang masih balita. Sepertinya hidupku memang bukan untukku melainkan untuk orang-orang yang aku kasihi dan cintai, biarlah aku berkorban untuk mereka dan mudah-mudahan Tuhan memberiku ketabahan dan jalan keluar.
SUMBER:perempuan.com
Hanya Manusia Biasa
Bayangkan Anda baru membeli poster artis idola Anda. Anda menatap poster itu lama sekali. Mulai dari mata, hmm mata yang sempurna. Beralih ke hidung, hidung di gambar itu begitu mancung, lalu bibirnya, wah seksi sekali......
Apakah Anda pernah memelototi poster idola Anda seperti itu?
Tak hanya sampai di situ, begitu Anda melihat gaya jalannya, gaya bicaranya, gaya pakaiannya, hingga gaya penataan rumahnya, semuanya terlihat begitu sempurna.
Sepertinya dia memang sempurna. Lalu, Anda mulai membandingkan diri Anda dengannya. Kehidupannya dengan kehidupan idola Anda. Dan Anda tanpa sadar mulai meniru gaya bicaranya, gaya pakaiannya dan gaya-gayanya yang lain.
Hati-hati! Anda mungkin telah terobsesi. Bukan saja idola Anda, namun tetangga sebelah rumah pun bisa tampak 'lebih' segala-galanya dari Anda. Lebih kaya, lebih cantik, lebih bahagia.......Oleh karena itu, maka ada istilah 'rumput tetangga lebih hijau'.
Mengidolakan seseorang itu sah-sah saja, asal jangan sampai terobsesi. Ingatlah, bahwa mereka juga manusia biasa seperti kita. Jika mereka lupa sikat gigi, mulut mereka pun akan bau, sama saja seperti kita.
Memang tidak dilarang jika Anda meneladani hal-hal baik yang dimiliki seseorang. Namun, jangan sampai hal itu kemudian membuat Anda menjadi 'bukan diri Anda'.
Anda unik. Anda memang tidak sama dengan artis idola Anda. Banggalah dengan apa yang Anda miliki. Banggalah dengan keberadaan diri Anda sendiri.
Ingat, ada sebuah rahasia umum yang sering terlupakan....
"Mereka hanya manusia biasa...sama seperti kita."
SUMBER:kapanlagi.com
Ombak Besar, Ombak Kecil
Alkisah, di tengahsamudra yang luas, saat air laut pasang, tampak ombak besar bergulung-gulung dengan gemuruh suaranya yang menggelegar, seakan ingin menyatakan keberadaan dirinya yang besar dan gagah perkasa.
Sementara itu, jauh di belakang gelombang ombak besar, terdengar gemericik suara ombak kecil bersusah payah mengikuti jejak si ombak besar. Tertatih-tatih, mengekor hempasan ombak besar. Si ombak kecil merasa dirinya begitu kecil, lemah, tidak berdaya, dan tersisih di belakang. Sungguh, terasa menyakitkan.
Dengan suaranya yang lemah, kurang percaya diri, ombak kecil bertanya kepada ombak besar. Maka sayup-sayup, terdengar serangkaian percakapan di antara mereka.
"Hai ombak besar...! Aku ingin bertanya kepadamu...!! Mengapa engkau begitu besar, begitu kuat, dan gagah perkasa? Sementara lihatlah diriku... begitu kecil, lemah, dan tidak berdaya. Aku ingin seperti kamu!"
Ombak besar pun menjawab, "Sahabatku, kamu mengganggap dirimu kecil dan tidak berdaya. Sebaliknya, kamu mengganggap aku begitu hebat dan luar biasa. Anggapanmu itu muncul karena kamu belum sadar dan belum mengerti jati dirimu yang sebenarnya!"
"Jati diri? Kalau jati diriku bukan ombak kecil, lalu apa...?" timpal ombak kecil.
Ombak besar meneruskan, "Memang di antara kita terasa berbeda, tetapi sebenarnya jati diri kita adalah sama! Kamu bukan ombak kecil, aku pun juga bukan ombak besar. Ombak kecil dan ombak besar adalah sifat kita yang sementara. Jati diri kita yang sejati adalah air. Bila kamu bisa menyadari bahwa kita sama-sama air, maka kamu tidak akan menderita lagi. Kamu adalah air, setiap waktu kamu bisa menikmati menjadi ombak besar seperti aku: kuat, gagah, dan perkasa."
Kerabat Imelda...Sebagai manusia, sering kali kita terjebak dalam kebimbangan akibat situasi sulit yang kita hadapi. Yang sesungguhnya, itu hanyalah pernak-pernik atau tahapan dalam perjalanan kehidupan. Seringkali kita memvonis (keadaan itu) sebagai suratan takdir, lalu muncullah mitos: "Aku tidak beruntung", "Nasibku jelek", "Aku orang gagal". Bahkan ada yang menganggap kondisi tersebut sebagai bentuk ketidakadilan Tuhan!
Dengan memahami bahwa jati diri kita adalah sama-sama manusia, tidak ada alasan untuk merasa kecil dan kerdil dibandingkan dengan orang lain. Karena sesungguhnya, kesuksesan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bukan monopoli orang-orang tertentu. Jika orang lain bisa sukses, kita pun juga bisa sukses!
Kesadaran tentang jati diri, bila telah ditemukan, maka di dalam diri kita akan timbul daya dorong dan semangat hidup yang penuh gairah; sedahsyat ombak besar di samudra nan luas, siap menghadapi setiap tantangan dan mengembangkan potensi terbaik demi menapaki puncak tangga kesuksesan.
SUMBER: Andrie Wongso - andriewongso.com
Raihlah Kemenangan Sejati
Dalam kehidupan manusia sangatlah diperlukan rasa "menaklukkan", suatu rasa superior dan rasa menang. Mengapa demikian? Karena hal ini berkaitan dengan identitasnya. Manusia selalu ditentukan untuk bisa menaklukan dan berkuasa, untuk itulah kita begitu memerlukan kemenangan di dalam hidup kita. Kemenangan kita dimulai dari bagaimana kita menghargai pencapaian-pencapaian kita setiap hari. Tanpa rasa menang ini, kita akan merasa seperti ada sesuatu yang hilang di dalam hidup kita. Itu sebabnya manusia mencoba segala cara untuk merasakan kemenangannya, bahkan walaupun dengan sesuatu yang semu.
Seperti contohnya, saya melihat banyak sekali anak muda yang menyukai permainan-permainan seperti PlayStation, games online atau games yang ada di telepon genggam. Mengapa mereka begitu menyukai permainan itu dan bahkan ada yang sampai kecanduan? Karena mereka telah dapat merasakan kemenangan dan saat kalah, mereka akan selalu mencoba untuk memenangkan permainan itu sampai akhirnya benar-benar memperoleh kemenangan dari permainan tersebut. Walaupun hal itu tidak nyata, namun sensasi yang mereka rasakan sangat nyata. Sensasi kemenangan itulah yang membuat mereka kecanduan dan senang main games.
Pada kenyataannya, kehidupan ini setiap hari memberikan kesempatan untuk menaklukan dan menang bagi kita. Namun penghargaan dan perayaan kemenangan harus dimulai oleh diri sendiri. Setiap kali kita bangun pagi, kita memulai hari kita dengan berangkat sampai ke tempat kerja, itu adalah sebuah kemenangan. Ketika kita bisa mencapai target pada hari tersebut, seperti berhasil memprestasikan hasil karya kita, maka klien akan merasa puas dengan pelayanan kita dan itu adalah kemenangan kita juga! Berikanlah ucapan selamat pada diri sendiri dan buatlah perayaan dan penghargaan untuk kita sendiri. Lakukan dengan cara sederhana namun menyenangkan.
Piala sorak sorai penonton sedang menanti kita di depan sana; itu tinggal masalah waktu saja. Namun kita harus menjalani setiap detik kehidupan kita sebagai seorang pemenang. Karena itu adalah jati diri kita yang sesungguhnya! Maka, teman-teman dan pembaca sekalian, Anda berhak merasakan kemenangan dan meraih kemenangan itu dengan rasa percaya diri yang penuhm sikap berani menghadapi kehidupan serta tidak gentar menghadapi tantangan.
Semoga kisah ini dapat menginspirasi Anda semua untuk bisa menjadi seorang Pemenang di dalam kehidupan Anda.
SUMBER: Nokinda Wita - andriewongso.com
Celoteh Anakku Membuatku Tersadar
Dua minggu sebelum Ramadhan kemarin tiba, seperti biasa kami selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi makam ibuku. Namun kali ini istri dan anak-anakku yang lain tak bisa ikut serta, dan aku hanya bisa mengajak Dytha anak bungsuku yang masih berusia tujuh tahun. Walau terlihat masih kecil, Dytha anak yang sangat cerdas. Di sekolah ia termasuk pemegang peringkat teratas dari tiga puluh siswa.
Angin bertiup sepoi-sepoi ketika kami tiba di area pemakaman umum tempat ibuku atau nenek dari Dytha beristirahat ditempatnya yang terakhir. Pakaian dan rambut anakku yang panjang melambai-lambai ditiup angin. Sesekali ia menutup matanya karena debu ikut berterbangan, sementara tangan satunya dengan erat memegang celana panjangku. Setelah berjalan agak jauh ke penjuru pemakaman aku dan Dytha tiba di sebuah kubur yang telah terbentuk rapi.
Di batu nisan tertera tanggal lahir dan wafatnya ibu 19-10-1915 : 20- 01-1965, “Nak, ini kubur nenekmu mari Kita berdo’a untuk nenekmu” Sejenak Dytha melihat wajahku, sebentar kemudian ia mulai menirukan apa yang aku lakukan, mengangkat ke atas dan ikut memejamkan mata. Ia mendengarkan aku yang tengah berdo’a untuk Neneknya.
Namun tiba-tiba Dytha bertanya, “Ayah, nenek waktu meninggal umurnya lima puluh tahun ya Yah.” Aku mengangguk sembari tersenyum, seraya memandang pusara Ibu. Setelah diam sejenak ia kembali berceloteh, “Hmm, berarti nenek sudah meninggal 42 tahun ya Yah…” Kata Dytha berlagak sambil matanya menerawang dan jarinya berhitung. “Ya, nenekmu sudah di dalam kubur 42 tahun … ” jawabku dengan nafas dalam.
Kulihat Dytha memadang areal pekuburan, entah apa yang ada dibenaknya saat itu. kemudian matanya tertumbuk pada sebuah nisan yang berada persis di samping makam neneknya. Di nisan itu tertera sebuah nama dan tanggal lahir serta wafatnya. Abdul Muis, 19-02-1882 : 30-01-1910?.
“Hmm.. Kalau yang itu sudah meninggal 106 tahun yang lalu ya Yah”, jarinya menunjuk nisan disamping kubur neneknya. Sekali lagi aku hanya bisa mengangguk. Tiba-tiba saja aku ingin megelus kepala anakku dan aku semakin tidak mengerti apa yang ada dibenaknya saat itu. “Memangnya kenapa nak ?” kataku balik bertanya. “Hmmm, ayah khan pernah bilang, bahwa kalau kita mati, lalu di kubur dan kalau kita banyak dosanya, kita akan disiksa di dalam kubur” kata Dytha sambil meminta persetujuanku. “Iya kan yah?”
Aku hanya bisa tersenyum, “Lalu?” “Iya .. Kalau nenek banyak dosanya, berarti nenek sudah disiksa 42 tahun dong yah di kubur? Kalau nenek banyak pahalanya, berarti sudah 42 tahun nenek senang dikubur, Ya nggak yah?” mata Dytha berbinar karena bisa menjelaskan kepada Ayahnya pendapatnya. Sementera aku diam-diam merasa terkejut dengan celotehnya dan aku mulai merasakan kegalauan. “Iya nak, kamu pintar,” jawabku pendek.
Pulang dari pemakaman, celoteh anakku siang tadi masih saja terngiang-ngiang di telingaku. Aku terus saja memikirkan hal itu. “Empat puluh dua tahun hingga sekarang, kalau kiamat datang seratus tahun lagi, seratus empat puluh dua tahun disiksa atau bahagia dalam kubur,” aku mulai tertunduk membayangkan jika aku yang menhadapi siksa itu. tak terasa air mataku mulai menetes di atas sejadahku.
“Jika aku wafat dan meninggalkan banyak jejak dosa dalam hidupku, lalu kiamat masih seribu tahun lagi, berarti aku akan disiksa selama itu, ya Allah,” saat itu juga air mataku tumpah tak terbendung. “Iya kalau kiamat datang seribu tahun lagi, kalau dua ribu tahun lagi atau tiga ribu tahun kedepan, selama itu aku akan disiksa,” kegalauan dan kecemasan mendadak menyelimuti sekujur jiwa dan ragaku, aku juga semakin ngeri membayangkan hal itu.
Ya Allah… aku semakin menunduk dan sadar atas apa yang sudah aku kerjakan selama hidup, aku semakin sadar bahwa dosa sudah lebih banyak dari pada kebajikan yang pernah aku lakukan. Allahumma as aluka khusnul khootimah.. berulang kali aku baca doa itu berharap Allah mengampuni aku dan tak memberikan siksa yang maha dahsyat di alam kubur nanti, hingga akhirnya tangisku tak terbendung, meledak dikeheningan malam di bulan Ramadhan yang suci ini.
Kutatap dalam-dalam wajah putri bungsuku yang telah tertidur saat aku masih mengerjakan Sholat Isya. Wajahnya begitu damai karena tak ada setitik dosapun pada dirinya. Dytha terus saja tertidur tanpa tahu, aku sebetulnya ingin mengucapkan terima kasih karena telah menyadarkanku tentang kehidupan dan akhir dari kehidupan itu sendiri, “Yaa Allah, letakkanlah dunia ditanganku, jangan Kau letakkan dihatiku…” ucapku lirih, sambil kucium kening anakku.
SUMBER:perempuan.com
Pulang Kembali dan Jadilah Suci
Setiap tahun kita merayakan Idul Fitri. Dan setiap tahun kita disuguhi kabar-kabar tentang mudik yang semakin hari semakin meningkat, baik jumlah populasi orang, kendaraan maupun tingkat kerawanan.
Meningkatnya jumlah populasi pemudik baik yang menggunakan kendaraan pribadi maupun umum, membuka peluang tersendiri bagi orang-orang tertentu yang segera dapat menangkapnya. Ada perusahaan-perusahaan besar yang langsung menangkap peluang tersebut dengan membuka pos-pos tertentu di tititk-titik keramaian untuk menawarkan barang-barang dan jasa yang dikelolanya. Ada juga orang-orang kecil yang menangkap peluang tersebut dengan membuka kios-kios atau jasa tertentu baik itu tempat peristirahatan sekadar untuk melepas lelah, atau menjual makanan minuman penghalau lapar dan dahaga. Bahkan anak-anak kecil pun mampu menangkap peluang tersebut. Mereka terjun untuk meraup receh dengan menjual jasa membersihkan kendaraan-kendaraan yang berhenti pada perempatan atau di tempat-tempat tertentu, baik itu kendaraan beroda 4 atau roda 2. Semua itu sah-sah saja dan baik adanya.
Semakin dekat dengan Lebaran, nampaknya hampir semua orang semakin sibuk. Media massa semakin sibuk mengabarkan informasi di sekitar dan yang berkaitan dengan kegiatan yang tiap tahun telah menjadi semacam "ritual" itu. Para pemudik sibuk dengan berbagai macam persiapan dan pelaksanaan mudik. Bahkan kita saksikan betapa banyaknya pemudik yang rela menunggu, berlelah-lelah, berdesak-desakan dan berebut kendaraan umum yang akan membawa mereka ke daerah tujuan.
Mengamati kegiatan dan kesibukan menjelang, selama dan sesudah Lebaran kita diingatkan kembali bahwa bangsa kita masih sangat menghargai tradisi. Kita senantiasa diingatkan kembali untuk pulang kembali kepada kesadaran dan menjadikan diri kita suci, fitri, seperti sediakala kita diciptakan. Kita diingatkan lagi apakah persiapan kita semakin layak untuk pulang kembali ke tanah air keabadian dalam kondisi yang fitri itu.
Mungkin kita pernah mendengar istilah "Forgiven but not forgotten". Artinya memaafkan tapi bukan melupakan. Hal ini mengandung dua pendapat. Pendapat pertama beranggapan kalau sudah memaafkan harusnya ya dilupakan. Bukankah memaafkan berarti tidak mempersoalkannya walau hanya dalam hati? Pendapat kedua meyakini, memaafkan memang harus dilakukan tapi melupakan, nanti dulu. Rasa sakit itu masih terasa.
Ada sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi tanpa dengan berkata-kata, dia menulis di atas pasir: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis. Di sana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di atas batu?"
Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin".
Jika kita sadari benar, memendam luka atas kesalahan orang lain akan membuat jiwa seakan terikat belenggu kekesalan, kemarahan, kesakitan yang lambat laun menjadikan lemahnya hati untuk merdeka. Bagaikan selembar kertas putih, kita membiarkan tinta-tinta hitam kegeraman hati menitikkan noda-noda di hamparan kesuciannya. Memang tak mudah melupakan luka yang begitu membekas di lorong-lorong jiwa kita, terlebih kalau hal itu begitu menyakitkan. Tetapi apakah kita akan terus membiarkan hati dihantui perasaan kecewa dan sedih hingga keresahan hadir mengelilingi alam pikiran dan tindakan kita?
Berusahalah untuk mengikis perlahan kristal-kristal hitam kekecewaan dengan membuka sedikit-sedikit pintu maaf untuk orang lain. Biarkan keikhlasan hati menelurusi lorong-lorong jiwa tanpa tersendat menuju kebersihan hati..
Ribuan maaf bisa kita mohonkan, tetapi mengapa satuan maaf tidak dapat kita berikan? Semoga di hari yang Fitri ini kita dapat pulang kembali pada kesadaran hakiki dan menjaga kesucian hati.
Jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia... ALLAH tahu betapa keras engkau sudah berusaha.
Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih... ALLAH sudah menghitung airmatamu.
Jika kau pikir bahwa hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berlalu begitu saja... ALLAH sedang menunggu bersama denganmu.
Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk menelepon... ALLAH selalu berada di sampingmu.
Ketika kau pikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi... ALLAH punya jawabannya.
Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan... ALLAH dapat menenangkanmu.
Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak-jejak harapan... ALLAH sedang berbisik kepadamu.
Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan kau merasa ingin mengucap syukur... ALLAH telah memberkatimu.
Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kau dipenuhi ketakjuban... ALLAH telah tersenyum padamu.
Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi... ALLAH sudah membuka matamu dan memanggil dengan namamu.
Ingat bahwa di mana pun kau atau ke mana pun kau menghadap... ALLAH TAHU.
Kerabat Imelda, selama dua belas bulan dalam kebersamaan, tentulah ada gesekan, benturan dan ketidaknyamanan. Namun semua itu marilah kita tempatkan dalam kerangka pendewasaan dan pengembangan pribadi kita. Oleh karena itu, di hari yang fitri ini, dari lubuk hati yang paling dalam kami ucapkan,
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1432 H. Mohon Maaf Lahir Batin.
Marilah memulai hari baru dengan semangat Idul Fitri!
SUMBER:Teha Sugiyo - andriewongso.com
Subscribe to:
Posts (Atom)