INSPIRASI PAGI/ IMELDA FM
Ada cerita menarik dari sahabat karib kami, yang diceritakan kemarin dirumahku. Dia curhat tentang masa lalunya.. bagaimana proses jadiannya bersuamikan pria yang mendampinya sampai kini, di usianya yang telah melewati masa pensiun. Waktu dia remaja, dia adalah gadis desa yang menjadi impian pemuda dikampungnya. Syahdan, ada seorang remaja yang menyenanginya, cintapun berbalas. Kenangan manis mereka buat bersama, sayangnya jarum jam terus bergerak, tak ada pertemuan yang tidak diakhiri dengan perpisahan, demikian juga dengan cinta mereka, pun akhirnya tertutup karena sang remaja telah berganti usia menjadi pemuda. Sesuai kodratnya, dia harus bekerja atauberniaga. Ke kotalah yang akhirnya menjadi tujuannya.
Bulan purnama berganti, sang pemuda hanya bisa berkirim surat melalui perantaraan sahabatnya yang pulang mudik, demikian pula bulan ke dua, ke tiga dan seterusnya surat diantar oleh kurir yang sama. Di awali dari perkenalan sebagai kurir, berbasa-basi, dan kunjungan rutin,akhirnya bersemilah cinta di antara mereka. Cinta antara sang kurir danpenerima surat. Lupa janji setia dengan pemuda yang merantau demi masa depan. Cerita cinta pertama tidak mesti harus berakhir dengan pelaminan, cinta ke dua sang mempelai wanita, membawa kebahagiaan perkawinan mereka,sampai di hari tua.
Bagi pemuda yang merantau mencari kerja menyiapkan masa depanpun berakhir bahagia, dia menjadi seorang pilot, dan berkeluarga. Di kampungnya, setahunlalu pada saat reuni SMA, mereka berjumpa, dan ada satu hikmah tersembunyi diantara manis dan pahitnya cinta mereka. Ibarat pohon, yang perlu disiram secara berkala, cinta pun perlu perhatian rutin, siapa yang rajin menyirammaka berhak atas buah.. atas bunga yang pohon berikan, atas cinta yang diberikan.
Pohon tidak hanya memberikan pelajaran kepada insan yang dimabuk kepayang cinta, pohon bisa juga memberikan pelajaran kepada insan yang dimabuk kepayang kepada Sang Pencipta. Ibaratnya akar pohon adalah praktek keagamaan dan dasar-dasar keagamaan, yang memusatkan perilaku yang terlihatoleh mata, maka cabang-cabang pohon adalah dimensi spiritualnya (seperti yang dijelaskan tentang zen pada Budhisme, Jnana-yoga pada hindu, gnostiksufis pada tasawuf) membawa perilakunya naik menuju kepada Sang Pencipta yang dilambangkan dengan buahnya.
Keberagaman spiritual yang dimiliki oleh masing-masing agama, itu ibaratsungai yang meng"ular", dan melewati antar negara, dan di klaim bahwa sungaiitu miliknya, tetapi esensinya tetap satu sungai dan satu muara. Kenapa harus kita bertikai apabila satu muara?
Oleh : Ferry Djajaprana
dari milis motivasi
No comments:
Post a Comment