Aku meminta pada Tuhan setangkai bunga segar, namun Ia memberi aku kaktus berduri. Aku meminta pada Tuhan binatang mungil nan cantik, namun Ia memberi aku ulat berbulu. Aku sedih dan kecewa, mengapa pemberian Tuhan tidak sesuai dengan permintaanku. Mungkin Tuhan mempunyai umat yang terlalu banyak untuk diurus.
Namun beberapa waktu kemudian kaktus itu berbunga sangat indah dan ulatpun tumbuh dan berubah menjadi sekor kupu-kupu yang sangat cantik.
Tuhan selalu melakukan segala perkara dengan benar. Cara Tuhan adalah cara yang terbaik, walaupun kelihatannya salah. Jika anda meminta sesuatu namun menerima yang lain dari Tuhan, percayalah. Pasti Tuhan memberikan apa yang kita minta pada waktunya. Tuhan tidak selalu memberi apa yang kita minta tapi Ia memberi apa yang kita perlukan. Seperti itulah jalan Tuhan, Ia merajut hal yang terbaik untuk kita, segala sesuatu indah pada waktunya.
Bisa jadi.. Duri hari ini adalah bunga hari esok…
OLEH RUSDY GUNAWAN
Bagi Kerabat Imelda yang ingin mendapatkan kisah-kisah yang di on-airkan dalam Inspirasi Pagi Imelda FM, silahkan untuk mengunjungi website kami di www.radioimeldafm.com .Adapun blog Inspirasi Pagi ini tidak akan mengupdate lagi kisah-kisah Inspirasi Pagi. Thanks for visiting our blog! #muchLove :)
Wednesday, May 20, 2009
BERANI MENGAMBIL RESIKO
Tertawa beresiko memperlihatkan kebodohan.
Menangis beresiko memperlihatkan kecengengan.
Bertemu orang lain beresiko memperlihatkan keterlibatan.
Menunjukkan perasaan beresiko menunjukkan diri Anda yang sebenarnya.
Mengemukakan gagasan-gagasan, impian-impian Anda di hadapan umum beresiko kehilangan mereka.
Mencintai beresiko untuk tidak dicintai.
Hidup beresiko mati.
Berharap beresiko putus asa.
Mencoba beresiko gagal.
Tetapi resiko harus diambil, karena bahaya terbesar dalam hidup adalah tidak mengambil resiko apa pun. Orang yang tidak mengambil resiko, tidak melakukan apa pun, tidak memiliki apa pun, dan tidak berarti apa-apa. Mereka dapat terhindar dari penderitaan dan kesedihan, tetapi mereka tidak dapat belajar, merasakan, berubah, bertumbuh, mencintai atau hidup. Mereka adalah budak-budak yang dikungkung oleh sikap mereka sendiri, yakni kehilangan kebebasan. Orang yang merdeka hanyalah mereka yang berani mengambil resiko.
Ada sebuah kisah tentang seseorang yang bertanya kepada petani apakah ia telah menanam gandum untuk musim itu. Petani itu menjawab, “Belum, saya takut hujan tidak akan turun.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah Anda menanam jagung?” Petani itu menjawab, “Tidak, saya takut akan diserang serangga.” Kemudian orang itu bertanya lagi, “Jadi, apa yang Anda tanam?” Petani itu menjawab, “Tidak ada. Saya tidak mau mengambil resiko.”
Kesuksesan mencakup juga keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan. Mengambil resiko tidak berarti berspekulasi secara bodoh dan berprilaku tanpa tanggung jawab.
OLEH RUSDY GUNAWAN dari milis motivasi
Menangis beresiko memperlihatkan kecengengan.
Bertemu orang lain beresiko memperlihatkan keterlibatan.
Menunjukkan perasaan beresiko menunjukkan diri Anda yang sebenarnya.
Mengemukakan gagasan-gagasan, impian-impian Anda di hadapan umum beresiko kehilangan mereka.
Mencintai beresiko untuk tidak dicintai.
Hidup beresiko mati.
Berharap beresiko putus asa.
Mencoba beresiko gagal.
Tetapi resiko harus diambil, karena bahaya terbesar dalam hidup adalah tidak mengambil resiko apa pun. Orang yang tidak mengambil resiko, tidak melakukan apa pun, tidak memiliki apa pun, dan tidak berarti apa-apa. Mereka dapat terhindar dari penderitaan dan kesedihan, tetapi mereka tidak dapat belajar, merasakan, berubah, bertumbuh, mencintai atau hidup. Mereka adalah budak-budak yang dikungkung oleh sikap mereka sendiri, yakni kehilangan kebebasan. Orang yang merdeka hanyalah mereka yang berani mengambil resiko.
Ada sebuah kisah tentang seseorang yang bertanya kepada petani apakah ia telah menanam gandum untuk musim itu. Petani itu menjawab, “Belum, saya takut hujan tidak akan turun.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah Anda menanam jagung?” Petani itu menjawab, “Tidak, saya takut akan diserang serangga.” Kemudian orang itu bertanya lagi, “Jadi, apa yang Anda tanam?” Petani itu menjawab, “Tidak ada. Saya tidak mau mengambil resiko.”
Kesuksesan mencakup juga keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan. Mengambil resiko tidak berarti berspekulasi secara bodoh dan berprilaku tanpa tanggung jawab.
OLEH RUSDY GUNAWAN dari milis motivasi
Monday, May 18, 2009
Persamaan TUHAN dan Jas Hujan
“Jangan bawa-bawa TUHAN, Mas !” bentaknya dengan nada jauh dari bersahabat,”ini bisnis Pak…TUHAN itu tempatnya dirumah ibadat !!”. Wanita muda modern ini jenis orang yang suka sekali berdebat. Menutupi kesalahan sendiri dengan membolak-balik kata. Mencari secuil apapun kesalahan lidah lawan. Menghujamkan kata-kata pedas dengan begitu bernafsu. Memojokkan lawan bicara sedemikian rupa, membuat nya merasa begitu genius. Rasanya ia lebih pantas menjadi seorang pengacara dibandingkan seorang ibu rumah tangga. Dan jika diperhatikan lebih jauh, nada suara, intonasi yang digunakanpun agak ganjil. Terlalu dibuat-buat. Naskah banget. Tidak jarang membuat bulu kuduk berdiri, karena risih. Wanita muda ini mungkin banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi, cara ia berkata-katapun jadi mirip adegan sinetron. Calon pengacara yang gagal, karena kebanyakan nonton sinetron. Dan kini lawan bicaranya yang walau jujur tapi gagap karena terpojok tak dapat berdalih apapun selain : “Demi TUHAN”. Ternyata dua kata ini membuat wanita tadi meradang. Tembok yang tampak tinggi kokoh dan mengesankan kemegahan itu ternyata begitu mudah runtuh dengan sekali senggol.
**
“Cari selimut yuk..Made”, kata seorang sahabat, yang kebetulan berprofesi sebagai motivator. “Bukannya di kamar ada selimut, Pak ?”, sahutku tidak mengerti. “Wah..wah..wah. .dasar anak muda gak gaul, kok nggak ngerti..selimut hidup..ha..ha. .ha..”, jawab salah satu rekannya sambil tertawa. Keningkupun berkerut. Apa nggak salah dengar. Baru saja ia bicara soal keutuhan keluarga. Soal istri yang setia menemani saat-saat kebangkrutannya. Soal anak-anak yang menjadi semangat juang. Soal keluargaku yang menjadi sorga ku didunia…dan sebaginya..dan sebagainya. Secepat tanah kering melenyapkan gerimis, secepat itu juga teori-teori moralnya lenyap disela-sela gigi. Meskipun gigi itu belum kering. Kalau motivatornya begini, bagaimana dengan yang dimotivasi.. Baru sepuluh menit sessi seminar berakhir, karakter asli pun –tak tertahan lagi- muncrat kepermukaan. Siluman jadi-jadian. Seperti kata pepatah : babi berbulu merak !!!
**
Sang Ayah adalah seorang tokoh spiritual terkemuka dikomunitasnya. Gelar jabatan formal seorang pemuka agama terpampang jelas menambah panjang nama orang itu. Wajah dan penampilan beda tipis dengan para nabi jaman dahulu kala. Kini anaknya akan menikah. Acara resepsi outdoor yang cukup mewahpun akan digelar. Segalanya sudah disiapkan dengan seksama. Tinggal satu hal yang ia anggap belum tersedia. Sesuatu yang amat kritikal. Ia sangat mencemaskan hal itu. Dalam setiap meeting keluarga dan panitia, “sesuatu” itu selalu mendapat penekanan khusus. Sesuatu itupun membuatnya susah memejamkan mata diwaktu malam. Pawang Hujan. Ia mencari seorang pawang hujan yang cukup sakti untuk menangkal hujan guna mensukseskan resepsi ini. Tidak perduli berapapun permintaan dan sesajen yang dibutuhkan, Pawang hujan itu pasti akan menerimanya. Cukup mengejutkan. Bahkan seorang anak kecil loper koran gelandangan yang mungkin belum pernah melihat wujud kitab suci pun ketika langit mendung, berbisik : “Ya TUHAN semoga hujan jangan turun dahulu.” Kini seorang tokoh agama, yang nyaris hafal isi kitab suci dan sanggup menerangkan hukum-hukum agama yang begitu keriting, tiba-tiba saja dapat lupa, jika atas seijin TUHANlah hujan turun membasahi bumi. Dengan bibir mengumandangkan nama-Nya, tetapi dengan logika sempit membuang keberadaan-Nya ke tong sampah. Ia yang tampaknya paling dekat, ternyata berdiri terlalu jauh untuk mengenal Boss-nya sendiri.
**
Sebagian besar dari kita tentunya tahu dan pernah mencoba seperangkat jas hujan. Apapun bentuk dan warnanya, menggunakan jas hujan bertujuan sama. Agar tidak kehujanan. Kalau mau jujur, sebenarnya menggunakan jas hujan tidak membuat kita nyaman. Gerah, berisik dan membuat penampilan kita jadi aneh. Batman bukan, Superman apalagi. Belum pernah ada seorang yang merasa bertambah sexi, ganteng, macho pada saat menggunakan jas hujan. Yang ada mesti ngedumel….”grrrrhhh hujan deh..yah terpaksa harus pake nih..”. Dan belum pernah saya jumpai ada orang yang dengan begitu riang gembira menggunakan jas hujan, pada saat hari demikian cerah. Kecuali orang itu rada-rada, atau bisa jadi seorang caleg gagal. Memang begitulah nasib jas hujan. Digunakan jika dan hanya jika berada dalam keadaan sangat terpaksa. Kemudian buru-buru dilepas, jika sudah tidak perlu.
Jika kita amati bersama-sama ternyata TUHAN bernasib mirip dengan seperangkat jas hujan dalam kehidupan kita. Diingat jika terpaksa dan sebisa mungkin tidak kita harapkan untuk digunakan. Tiga contoh cerita diatas hanya secuil contoh nyata, dimana TUHAN dikesampingkan keberadaannya. Tragis, walaupun nyata. TUHAN yang merupakan pencipta dunia ini hanya disisakan kavling tersempit dalam hidup kita. Itupun jika tersisa. Who’s The Boss ? Dan jika kita ingat. Dia yang adalah pemilik kehidupan sekaligus nyawa kita, dikesampingkan sedemikian rupa seolah bukan siapa-siapa. Pencipta mata, telinga, dan seluruh indera, dianggap buta, tuli dan tidak dapat berbuat apa-apa. Yang “begituan itu” tempatnya di gereja, mesjid, pura, wihara dan lain sebagainya, diluar itu jangan bawa-bawa Tuhan deh… Kita, Anda dan Saya semakin pandai mengklasifikasi mana daerah yang pantas buat Dia, mana daerah yang harus disterilisasi dari keberadaan Dia. TUHAN gak mungkin menyeberang ke areal bisnis, nggak matching. Tahu apa TUHAN soal bisnis !! Begitu kira-kira. Dirumah ibadah tampak demikian luar biasa saleh. Bahkan penampilan dan ekspresi kitapun membuat para Malaikat minder. Diluar ? sikut sana sikut sini, fitnah sana sini, jilat sana sini, sogok sana sini, selingkuh sana sini. Mempersulit demi duit. Entertain dengan perempuan. Ganas, peras, jebak, gebuk, habisiiiin. Dalam hal ini, jangankan orang, setan aja ngeri melihat melihat ulah kita !! Gilanya ini semakin kita anggap sebagai sebuah kelaziman dalam dunia yang modern. Semua juga begini, begitu mantra yang sering kita ucapkan untuk menenangkan diri. Jujur ? Ahhh come on man..be real..!!!
Ada sebuah kalimat dari Mario Teguh yang sangat berkesan bagi saya pribadi sapai sekarang ini. “Sesungguhnya jalan kebaikan ada milik TUHAN. Dan orang yang berjalan didalamnya, sebenarnya sedang berjalan bersama TUHAN. Karena itu berjalanlah dalam jalan-jalan kebaikan. Kemudian perhatikan apa yang terjadi”. Yang paling saya sukai adalah kalimat “kemudian perhatikan apa yang terjadi”. Memang tidak perlu diragukan lagi, entah kita melibatkan Dia dalam kehidupan kita ataukah tidak. Pastilah ada akibat yang begitu nyata yang dapat kita lihat dan rasakan. Saya pribadi percaya, dan pengalaman hidup bertutur bahwa semakin luas pengakuan kita tentang “keberadaan” Nya dalam kehidupan kita, maka semakin kuat juga otoritas Nya dalam menjaga, melindungi dan menjamin hidup kita. Dia bukan jas hujan, Dia adalah pemilik tunggal bumi dan segala isinya, dunia dan segala peradabannya, seluruh nyawa, seluruh hati, seluruh rizki, seluruh keberuntungan ada dalam genggamanNya. Jika Ia membuka tidak akan ada yang sanggup menutup, dan sebaliknya jika Ia menutup tidak satupun yang sanggup membuka.
Akhir kata, ada baiknya jika kita merenungkan kata-kata seorang yang paling bijaksana yang pernah hidup dimuka bumi ini. Seorang raja yang kaya raya, penyair luar biasa yang gubahannya dijadikan tuntunan hidup orang banyak sampai sekarang ini. Dalam sebuah syair, beliau berkata “Akuilah Dia dalam segenap lakumu, maka Ia akan meluruskan jalan mu”.
by MTA (Made Teddy Artiana)
photographer, designer & profile developer
**
“Cari selimut yuk..Made”, kata seorang sahabat, yang kebetulan berprofesi sebagai motivator. “Bukannya di kamar ada selimut, Pak ?”, sahutku tidak mengerti. “Wah..wah..wah. .dasar anak muda gak gaul, kok nggak ngerti..selimut hidup..ha..ha. .ha..”, jawab salah satu rekannya sambil tertawa. Keningkupun berkerut. Apa nggak salah dengar. Baru saja ia bicara soal keutuhan keluarga. Soal istri yang setia menemani saat-saat kebangkrutannya. Soal anak-anak yang menjadi semangat juang. Soal keluargaku yang menjadi sorga ku didunia…dan sebaginya..dan sebagainya. Secepat tanah kering melenyapkan gerimis, secepat itu juga teori-teori moralnya lenyap disela-sela gigi. Meskipun gigi itu belum kering. Kalau motivatornya begini, bagaimana dengan yang dimotivasi.. Baru sepuluh menit sessi seminar berakhir, karakter asli pun –tak tertahan lagi- muncrat kepermukaan. Siluman jadi-jadian. Seperti kata pepatah : babi berbulu merak !!!
**
Sang Ayah adalah seorang tokoh spiritual terkemuka dikomunitasnya. Gelar jabatan formal seorang pemuka agama terpampang jelas menambah panjang nama orang itu. Wajah dan penampilan beda tipis dengan para nabi jaman dahulu kala. Kini anaknya akan menikah. Acara resepsi outdoor yang cukup mewahpun akan digelar. Segalanya sudah disiapkan dengan seksama. Tinggal satu hal yang ia anggap belum tersedia. Sesuatu yang amat kritikal. Ia sangat mencemaskan hal itu. Dalam setiap meeting keluarga dan panitia, “sesuatu” itu selalu mendapat penekanan khusus. Sesuatu itupun membuatnya susah memejamkan mata diwaktu malam. Pawang Hujan. Ia mencari seorang pawang hujan yang cukup sakti untuk menangkal hujan guna mensukseskan resepsi ini. Tidak perduli berapapun permintaan dan sesajen yang dibutuhkan, Pawang hujan itu pasti akan menerimanya. Cukup mengejutkan. Bahkan seorang anak kecil loper koran gelandangan yang mungkin belum pernah melihat wujud kitab suci pun ketika langit mendung, berbisik : “Ya TUHAN semoga hujan jangan turun dahulu.” Kini seorang tokoh agama, yang nyaris hafal isi kitab suci dan sanggup menerangkan hukum-hukum agama yang begitu keriting, tiba-tiba saja dapat lupa, jika atas seijin TUHANlah hujan turun membasahi bumi. Dengan bibir mengumandangkan nama-Nya, tetapi dengan logika sempit membuang keberadaan-Nya ke tong sampah. Ia yang tampaknya paling dekat, ternyata berdiri terlalu jauh untuk mengenal Boss-nya sendiri.
**
Sebagian besar dari kita tentunya tahu dan pernah mencoba seperangkat jas hujan. Apapun bentuk dan warnanya, menggunakan jas hujan bertujuan sama. Agar tidak kehujanan. Kalau mau jujur, sebenarnya menggunakan jas hujan tidak membuat kita nyaman. Gerah, berisik dan membuat penampilan kita jadi aneh. Batman bukan, Superman apalagi. Belum pernah ada seorang yang merasa bertambah sexi, ganteng, macho pada saat menggunakan jas hujan. Yang ada mesti ngedumel….”grrrrhhh hujan deh..yah terpaksa harus pake nih..”. Dan belum pernah saya jumpai ada orang yang dengan begitu riang gembira menggunakan jas hujan, pada saat hari demikian cerah. Kecuali orang itu rada-rada, atau bisa jadi seorang caleg gagal. Memang begitulah nasib jas hujan. Digunakan jika dan hanya jika berada dalam keadaan sangat terpaksa. Kemudian buru-buru dilepas, jika sudah tidak perlu.
Jika kita amati bersama-sama ternyata TUHAN bernasib mirip dengan seperangkat jas hujan dalam kehidupan kita. Diingat jika terpaksa dan sebisa mungkin tidak kita harapkan untuk digunakan. Tiga contoh cerita diatas hanya secuil contoh nyata, dimana TUHAN dikesampingkan keberadaannya. Tragis, walaupun nyata. TUHAN yang merupakan pencipta dunia ini hanya disisakan kavling tersempit dalam hidup kita. Itupun jika tersisa. Who’s The Boss ? Dan jika kita ingat. Dia yang adalah pemilik kehidupan sekaligus nyawa kita, dikesampingkan sedemikian rupa seolah bukan siapa-siapa. Pencipta mata, telinga, dan seluruh indera, dianggap buta, tuli dan tidak dapat berbuat apa-apa. Yang “begituan itu” tempatnya di gereja, mesjid, pura, wihara dan lain sebagainya, diluar itu jangan bawa-bawa Tuhan deh… Kita, Anda dan Saya semakin pandai mengklasifikasi mana daerah yang pantas buat Dia, mana daerah yang harus disterilisasi dari keberadaan Dia. TUHAN gak mungkin menyeberang ke areal bisnis, nggak matching. Tahu apa TUHAN soal bisnis !! Begitu kira-kira. Dirumah ibadah tampak demikian luar biasa saleh. Bahkan penampilan dan ekspresi kitapun membuat para Malaikat minder. Diluar ? sikut sana sikut sini, fitnah sana sini, jilat sana sini, sogok sana sini, selingkuh sana sini. Mempersulit demi duit. Entertain dengan perempuan. Ganas, peras, jebak, gebuk, habisiiiin. Dalam hal ini, jangankan orang, setan aja ngeri melihat melihat ulah kita !! Gilanya ini semakin kita anggap sebagai sebuah kelaziman dalam dunia yang modern. Semua juga begini, begitu mantra yang sering kita ucapkan untuk menenangkan diri. Jujur ? Ahhh come on man..be real..!!!
Ada sebuah kalimat dari Mario Teguh yang sangat berkesan bagi saya pribadi sapai sekarang ini. “Sesungguhnya jalan kebaikan ada milik TUHAN. Dan orang yang berjalan didalamnya, sebenarnya sedang berjalan bersama TUHAN. Karena itu berjalanlah dalam jalan-jalan kebaikan. Kemudian perhatikan apa yang terjadi”. Yang paling saya sukai adalah kalimat “kemudian perhatikan apa yang terjadi”. Memang tidak perlu diragukan lagi, entah kita melibatkan Dia dalam kehidupan kita ataukah tidak. Pastilah ada akibat yang begitu nyata yang dapat kita lihat dan rasakan. Saya pribadi percaya, dan pengalaman hidup bertutur bahwa semakin luas pengakuan kita tentang “keberadaan” Nya dalam kehidupan kita, maka semakin kuat juga otoritas Nya dalam menjaga, melindungi dan menjamin hidup kita. Dia bukan jas hujan, Dia adalah pemilik tunggal bumi dan segala isinya, dunia dan segala peradabannya, seluruh nyawa, seluruh hati, seluruh rizki, seluruh keberuntungan ada dalam genggamanNya. Jika Ia membuka tidak akan ada yang sanggup menutup, dan sebaliknya jika Ia menutup tidak satupun yang sanggup membuka.
Akhir kata, ada baiknya jika kita merenungkan kata-kata seorang yang paling bijaksana yang pernah hidup dimuka bumi ini. Seorang raja yang kaya raya, penyair luar biasa yang gubahannya dijadikan tuntunan hidup orang banyak sampai sekarang ini. Dalam sebuah syair, beliau berkata “Akuilah Dia dalam segenap lakumu, maka Ia akan meluruskan jalan mu”.
by MTA (Made Teddy Artiana)
photographer, designer & profile developer
Tuesday, May 12, 2009
Harimau dan Serigala
Di sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama
seekor harimau yang besar berbadan coklat keemasan. Luka yang di derita
serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di kejar pemburu.
Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang
telah di bidik malah mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liar itu tak
bisa berburu lagi bersama harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari
perkampungan penduduk.
Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi. Setiap selesai berburu, di
mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit,
sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan. Sang harimau paham,
bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu. Sebagai
balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari
gangguan hewan-hewan lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi
siapapun yang mendengar. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya
duduk teronggok di pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu telah sampai pula ke telinga seorang pertapa. Sang
pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia
ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan persahabatan, kepada anak
didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus
dari semua pelajaran yang diberikan olehnya. Pada awalnya banyak yang takut,
namun setelah di tantang, mereka semua mau untuk ikut.
Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Semuanya tampak beriringan, dipandu
sang pertapa yang berjalan di depan rombongan. Setelah seharian berjalan,
sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap.
Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan
sebongkah daging kepada serigala. Melihat kejadian itu, sang pertapa bertanya
bertanya kepada murid-muridnya, "Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari
sana..?".Seorang murid tampak angkat bicara, "Guru, aku melihat kekuasaan dan
kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena
itu, lebih baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan
rezekinya kepada ku lewat berbagai cara."
Sang pertapa tampak tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, "Lihatlah
serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan."
Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya.
"Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta.
Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah
berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau."
Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala
yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika disana
kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang dari Tuhan. Dari sana
pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun,
ada satu hal kecil yang patut diingat disana, bahwa: berbagi, menolong, membantu
sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu
adalah suatu keterpaksaan, bukan pula karena di dorong rasa kasihan dan ingin
membalas budi.
dari milis motivasi
seekor harimau yang besar berbadan coklat keemasan. Luka yang di derita
serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di kejar pemburu.
Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang
telah di bidik malah mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liar itu tak
bisa berburu lagi bersama harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari
perkampungan penduduk.
Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi. Setiap selesai berburu, di
mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit,
sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan. Sang harimau paham,
bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu. Sebagai
balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari
gangguan hewan-hewan lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi
siapapun yang mendengar. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya
duduk teronggok di pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu telah sampai pula ke telinga seorang pertapa. Sang
pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia
ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan persahabatan, kepada anak
didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus
dari semua pelajaran yang diberikan olehnya. Pada awalnya banyak yang takut,
namun setelah di tantang, mereka semua mau untuk ikut.
Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Semuanya tampak beriringan, dipandu
sang pertapa yang berjalan di depan rombongan. Setelah seharian berjalan,
sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap.
Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan
sebongkah daging kepada serigala. Melihat kejadian itu, sang pertapa bertanya
bertanya kepada murid-muridnya, "Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari
sana..?".Seorang murid tampak angkat bicara, "Guru, aku melihat kekuasaan dan
kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena
itu, lebih baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan
rezekinya kepada ku lewat berbagai cara."
Sang pertapa tampak tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, "Lihatlah
serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan."
Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya.
"Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta.
Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah
berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau."
Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala
yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika disana
kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang dari Tuhan. Dari sana
pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun,
ada satu hal kecil yang patut diingat disana, bahwa: berbagi, menolong, membantu
sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu
adalah suatu keterpaksaan, bukan pula karena di dorong rasa kasihan dan ingin
membalas budi.
dari milis motivasi
Thursday, May 07, 2009
Sakit Bisa Membawa Nikmat Dan Berkah, Bagaimana Caranya ?
Adalah sesuatu yang lazim bila sebagian kita jatuh mengeluh tatkala sakit. Tubuh lunglai, wajah kuyu, dan pudar cahayanya. Padahal, semakin banyak kita mengeluh, maka akan semakin terasa pula sakitnya. Yang paling membahayakan adalah bila pikiran kita tidak terkuasai dengan baik. Biasanya menerawang jauh, realitas yang ada didramatisasi, segalanya dipersulit dan dikembangkan, hingga makin parah dan menegangkan.
Orang yang terkena gejala tumor misalnya, akan menjadi sengsara jika yang menjadi buah pikirannya adalah sesuatu yang lebih mengerikan dari kondisi sebenarnya. Ah, jangan-jangan tumor ganas. Bagaimana kalau merambat ke seluruh tubuh, sehingga harus dioperasi? Lalu, bagaimana kalau operasinya gagal? Belum lagi biayanya yang pasti akan sangat mahal. Bila hal ini terjadi, maka orang tersebut akan jauh lebih menderita daripada kenyataan sebenarnya. Hal ini terjadi karena kesalahan cara berpikir. Ia belum paham terhadap hikmah dari penyakit yang menimpanya, sehingga salah dalam menyikapinya.
Hasilnya jelas: rugi dunia akhirat. Sikap mental semacam ini tentu harus segera kita atasi. Memang benar badan kita harus sehat, karena hanya dengan badan sehatlah gerak hidup kita menjadi lancar. Kalau pun tubuh kita harus sakit, suatu saat nanti, maka hati kita harus tetap berfungsi dengan baik. Bagaimana cara menyiasatinya? Pertama, kita harus yakin bahwa hidup kita akan selalu dipergilirkan. Boleh jadi sekarang kita sehat, tapi esok hari kita sakit. Ini adalah sebuah keniscayaan. Kita harus yakin bahwa segala yang ada dan yang terjadi di dunia ini ada dalam genggaman Tuhan.
Begitu pula kalau Tuhan menghendaki kita sakit. Itu adalah hal yang wajar, karena tubuh kita adalah milikNYA. Kenapa kita harus kecewa dan protes? Ibarat seseorang menitipkan baju miliknya kepada kita. Kalau suatu saat diambil kembali, maka sangat tidak layak bila kita menahannya. Alangkah baiknya bila kita memilih ridha saja dalam menerima semua yang terjadi. Segala kekecewaan, penyesalan, dan keluh-kesah, sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah. Tugas kita adalah ridha akan ketentuan-Nya dan berikhtiar seoptimal mungkin untuk berobat. Ketiga, kita harus yakin bahwa Tuhan itu sangat adil dan bijaksana dalam menentukan sesuatu hal bagi makhluk-Nya. Tuhan itu Maha tahu akan keadaan tubuh kita. Semua yang ditimpakan kepada kita sudah diukur dengan sangat sempurna dan mustahil “over dosis”.
Dengan sakit, kita dapat terhindar dari kemaksiatan yang mungkin akan kita lakukan dalam keadaan sehat. Kita menjadi insyaf akan betapa penting dan mahalnya harga kesehatan yang seringkali kita sia-siakan ketika sehat.
dari milis motivasi
Orang yang terkena gejala tumor misalnya, akan menjadi sengsara jika yang menjadi buah pikirannya adalah sesuatu yang lebih mengerikan dari kondisi sebenarnya. Ah, jangan-jangan tumor ganas. Bagaimana kalau merambat ke seluruh tubuh, sehingga harus dioperasi? Lalu, bagaimana kalau operasinya gagal? Belum lagi biayanya yang pasti akan sangat mahal. Bila hal ini terjadi, maka orang tersebut akan jauh lebih menderita daripada kenyataan sebenarnya. Hal ini terjadi karena kesalahan cara berpikir. Ia belum paham terhadap hikmah dari penyakit yang menimpanya, sehingga salah dalam menyikapinya.
Hasilnya jelas: rugi dunia akhirat. Sikap mental semacam ini tentu harus segera kita atasi. Memang benar badan kita harus sehat, karena hanya dengan badan sehatlah gerak hidup kita menjadi lancar. Kalau pun tubuh kita harus sakit, suatu saat nanti, maka hati kita harus tetap berfungsi dengan baik. Bagaimana cara menyiasatinya? Pertama, kita harus yakin bahwa hidup kita akan selalu dipergilirkan. Boleh jadi sekarang kita sehat, tapi esok hari kita sakit. Ini adalah sebuah keniscayaan. Kita harus yakin bahwa segala yang ada dan yang terjadi di dunia ini ada dalam genggaman Tuhan.
Begitu pula kalau Tuhan menghendaki kita sakit. Itu adalah hal yang wajar, karena tubuh kita adalah milikNYA. Kenapa kita harus kecewa dan protes? Ibarat seseorang menitipkan baju miliknya kepada kita. Kalau suatu saat diambil kembali, maka sangat tidak layak bila kita menahannya. Alangkah baiknya bila kita memilih ridha saja dalam menerima semua yang terjadi. Segala kekecewaan, penyesalan, dan keluh-kesah, sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah. Tugas kita adalah ridha akan ketentuan-Nya dan berikhtiar seoptimal mungkin untuk berobat. Ketiga, kita harus yakin bahwa Tuhan itu sangat adil dan bijaksana dalam menentukan sesuatu hal bagi makhluk-Nya. Tuhan itu Maha tahu akan keadaan tubuh kita. Semua yang ditimpakan kepada kita sudah diukur dengan sangat sempurna dan mustahil “over dosis”.
Dengan sakit, kita dapat terhindar dari kemaksiatan yang mungkin akan kita lakukan dalam keadaan sehat. Kita menjadi insyaf akan betapa penting dan mahalnya harga kesehatan yang seringkali kita sia-siakan ketika sehat.
dari milis motivasi
SEBUA KISAH YANG (MUNGKIN) NYATA
Seperti biasa saya sehabis pulang kantor tiba di rumah langsung duduk bersantai
sambil melepas penat. Sepertinya saya sangat enggan untuk membersihkan diri dan
langsung shalat.
Sementara anak2 & istri sedang berkumpul di ruang tengah. Dalam kelelahan tadi,
saya disegarkan dengan adanya angin dingin sepoi2 yang menghembus tepat di muka
saya.
Selang beberapa lama seorang yang tak tampak mukanya berjubah putih dengan
tongkat ditangannya tiba2 sudah berdiri di depanku.
Saya sangat kaget dengan kedatangannya yang tiba2 itu. Sebelum sempat
bertanya.... .siapa dia...tiba2 saya m eras a dada saya sesak... sulit untuk
bernafas.... namun saya berusaha untuk tetap menghirup udara sebisanya.
Yang saya rasakan waktu itu ada sesuatu yang berjalan pelan2 dari dadaku......
terus berjalan.... . kekerongkonganku. ...sakittttttttt ........sakit. ..... rasanya. Keluar airmataku menahan rasa sakitnya,... . Oh Tuhan ! ada apa dengan diriku.....
Dalam kondisi yang masih sulit bernafas tadi, benda tadi terus memaksa untuk keluar dari tubuhku...
kkhh........ .khhhh... .. kerongkonganku berbunyi. Sakit rasanya, amat teramat sakit
Seolah tak mampu aku menahan benda tadi... Badanku gemetar... peluh keringat
mengucur d eras .... mataku terbelalak.. ...air mataku seolah tak berhenti.
Tangan & kakiku kejang2 sedetik setelah benda itu meninggalkan aku. Aku melihat
benda tadi dibawa oleh orang misterius itu...pergi. ..berlalu begitu saja....hilang dari pandangan.
Namun setelah itu......... aku m eras a aku jauh lebih Ringan, sehat, segar,
cerah... tidak seperti biasanya.
Aku heran... istri & anak2 ku yang sedari tadi ada diruang tengah, tiba2
terkejut berhamburan ke arahku.. Di situ aku melihat ada seseorang yang terbujur
kaku ada tepat di bawah sofa yang kududuki tadi. Badannya dingin kulitnya
membiru. siapa dia?.. . Mengapa anak2 & istriku memeluknya ! sambil
menangis... mereka menjerit...histeris ...terlebih istriku seolah tak mau
melepaskan orang yang terbujur tadi...
Siapa dia.?
Betapa terkejutnya aku ketika wajahnya dibalikkan.. .. dia........dia. ......dia mirip dengan aku....ada apa ini Tuhan?
Aku mencoba menarik tangan istriku tapi tak mampu..... Aku mencoba merangkul
anak2 ku tapi tak bisa. Aku coba jelaskan kalau itu bukan aku.
Aku coba jelaskan kalau aku ada di sini.. Aku mulai berteriak... ..tapi mereka
seolah tak mendengarkan aku seolah mereka tak melihatku...
Dan mereka terus-menerus menangis.... aku sadar..aku sadar bahwa orang misterius
tadi telah membawa rohku Aku telah mati...aku telah mati.
Aku telah meninggalkan mereka ..tak kuasa aku menangis.... berteriak. .....
Aku tak kuat melihat mereka menangisi mayatku. Aku sangat sedih.. selama hidupku
belum banyak yang kulakukan untuk membahagiakan mereka. Belum banyak yang bisa
kulakukan ! untuk membimbing mereka.
Tapi waktuku telah habis....... masaku telah terlewati... . aku sudah tutup usia pada saat aku
terduduk di sofa setelah lelah seharian bekerja.
Sungguh bila aku tahu aku akan mati, aku akan membagi waktu kapan harus bekerja,
beribadah, untuk keluarga dll.
Aku menyesal aku terlambat menyadarinya. Aku mati dalam keadaan belum ibadah..
dari milis motivasi
sambil melepas penat. Sepertinya saya sangat enggan untuk membersihkan diri dan
langsung shalat.
Sementara anak2 & istri sedang berkumpul di ruang tengah. Dalam kelelahan tadi,
saya disegarkan dengan adanya angin dingin sepoi2 yang menghembus tepat di muka
saya.
Selang beberapa lama seorang yang tak tampak mukanya berjubah putih dengan
tongkat ditangannya tiba2 sudah berdiri di depanku.
Saya sangat kaget dengan kedatangannya yang tiba2 itu. Sebelum sempat
bertanya.... .siapa dia...tiba2 saya m eras a dada saya sesak... sulit untuk
bernafas.... namun saya berusaha untuk tetap menghirup udara sebisanya.
Yang saya rasakan waktu itu ada sesuatu yang berjalan pelan2 dari dadaku......
terus berjalan.... . kekerongkonganku. ...sakittttttttt ........sakit. ..... rasanya. Keluar airmataku menahan rasa sakitnya,... . Oh Tuhan ! ada apa dengan diriku.....
Dalam kondisi yang masih sulit bernafas tadi, benda tadi terus memaksa untuk keluar dari tubuhku...
kkhh........ .khhhh... .. kerongkonganku berbunyi. Sakit rasanya, amat teramat sakit
Seolah tak mampu aku menahan benda tadi... Badanku gemetar... peluh keringat
mengucur d eras .... mataku terbelalak.. ...air mataku seolah tak berhenti.
Tangan & kakiku kejang2 sedetik setelah benda itu meninggalkan aku. Aku melihat
benda tadi dibawa oleh orang misterius itu...pergi. ..berlalu begitu saja....hilang dari pandangan.
Namun setelah itu......... aku m eras a aku jauh lebih Ringan, sehat, segar,
cerah... tidak seperti biasanya.
Aku heran... istri & anak2 ku yang sedari tadi ada diruang tengah, tiba2
terkejut berhamburan ke arahku.. Di situ aku melihat ada seseorang yang terbujur
kaku ada tepat di bawah sofa yang kududuki tadi. Badannya dingin kulitnya
membiru. siapa dia?.. . Mengapa anak2 & istriku memeluknya ! sambil
menangis... mereka menjerit...histeris ...terlebih istriku seolah tak mau
melepaskan orang yang terbujur tadi...
Siapa dia.?
Betapa terkejutnya aku ketika wajahnya dibalikkan.. .. dia........dia. ......dia mirip dengan aku....ada apa ini Tuhan?
Aku mencoba menarik tangan istriku tapi tak mampu..... Aku mencoba merangkul
anak2 ku tapi tak bisa. Aku coba jelaskan kalau itu bukan aku.
Aku coba jelaskan kalau aku ada di sini.. Aku mulai berteriak... ..tapi mereka
seolah tak mendengarkan aku seolah mereka tak melihatku...
Dan mereka terus-menerus menangis.... aku sadar..aku sadar bahwa orang misterius
tadi telah membawa rohku Aku telah mati...aku telah mati.
Aku telah meninggalkan mereka ..tak kuasa aku menangis.... berteriak. .....
Aku tak kuat melihat mereka menangisi mayatku. Aku sangat sedih.. selama hidupku
belum banyak yang kulakukan untuk membahagiakan mereka. Belum banyak yang bisa
kulakukan ! untuk membimbing mereka.
Tapi waktuku telah habis....... masaku telah terlewati... . aku sudah tutup usia pada saat aku
terduduk di sofa setelah lelah seharian bekerja.
Sungguh bila aku tahu aku akan mati, aku akan membagi waktu kapan harus bekerja,
beribadah, untuk keluarga dll.
Aku menyesal aku terlambat menyadarinya. Aku mati dalam keadaan belum ibadah..
dari milis motivasi
Tuesday, May 05, 2009
Kadang, Diam Itu Emas
Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki miskin yang mencari nafkahnya hanya
dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya di pasar. Hasil yang ia
dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi
kebutuhannya. Tetapi, ia terkenal sebagai orang yang sabar.
Pada suatu hari, seperti biasanya dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan
kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar
kayu bakar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar.
Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan.
Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia
lalu berteriak, "Minggir... minggir! kayu bakar mau lewat!."
Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena
ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba
lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan
peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya.
Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan
merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak
menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia
kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti
rugi atas kerusakan bajunya.
Sesampainya di hadapan hakim, orang kaya itu lalu menceritakan kejadiannya
serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu
berkata, "Mungkin ia tidak sengaja." Bangsawan itu membantah. Sementara si
lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa
kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya hakim
mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap
kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam.
Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang hakim akhirnya
berkata pada bangsawan itu, "Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak
bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi."
Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata,
"Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di
pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!" dengan nada sedikit emosi.
"Pokoknya saya tetap minta ganti," lanjutnya.
Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, "Kalau engkau
mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak minggir?" Jika ia sudah
memperingatkan, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan
peringatannya."
Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung.
Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia
pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari
tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.
dari milis motivasi
dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya di pasar. Hasil yang ia
dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi
kebutuhannya. Tetapi, ia terkenal sebagai orang yang sabar.
Pada suatu hari, seperti biasanya dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan
kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar
kayu bakar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar.
Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan.
Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia
lalu berteriak, "Minggir... minggir! kayu bakar mau lewat!."
Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena
ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba
lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan
peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya.
Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan
merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak
menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia
kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti
rugi atas kerusakan bajunya.
Sesampainya di hadapan hakim, orang kaya itu lalu menceritakan kejadiannya
serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu
berkata, "Mungkin ia tidak sengaja." Bangsawan itu membantah. Sementara si
lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa
kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya hakim
mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap
kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam.
Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang hakim akhirnya
berkata pada bangsawan itu, "Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak
bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi."
Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata,
"Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di
pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!" dengan nada sedikit emosi.
"Pokoknya saya tetap minta ganti," lanjutnya.
Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, "Kalau engkau
mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak minggir?" Jika ia sudah
memperingatkan, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan
peringatannya."
Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung.
Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia
pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari
tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.
dari milis motivasi
Sunday, May 03, 2009
YAbg Palsu di Diri Kita
Jenny, gadis cantik kecil berusia 5 tahun dan bermata indah. Suatu hari ketika ia dan ibunya sedang pergi berbelanja ia melihat sebuah kalung mutiara tiruan yang sangat Indah, dan harganya-pun cuma 2,5 dolar. Ia sangat ingin memiliki kalung tersebut dan mulai merengek kepada ibunya. Akhirnya sang Ibu setuju, katanya: “Baiklah, anakku. Tetapi ingatlah bahwa meskipun kalung itu sangat mahal, ibu akan membelikannya untukmu. Nanti sesampai di rumah, kita buat daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan sebagai gantinya. Dan, biasanya kan Nenek selalu memberimu uang pada hari ulang tahunmu, itu juga harus kamu berikan kepada ibu.” “Okay,” kata Jenny setuju.
Merekapun lalu membeli kalung tersebut. Setiap hari Jenny dengan rajin mengerjakan pekerjaan yang ditulis dalam daftar oleh ibunya. Uang yang diberikan oleh neneknya pada hari ulang tahunnya juga diberikannya kepada ibunya.Tidak berapa lama, perjanjiannya dengan ibunya pun selesai. Ia mulai memakai kalung barunya dengan rasa sangat bangga. Ia selalu memakai kalung itu kemanapun ia pergi. Ke sekolah taman kanak-kanaknya, ke supermarket, bermain bahkan pada saat ia tidur, kecuali pada saat mandi. “Nanti lehermu jadi hijau,” kata ibunya…
Jenny juga memiliki seorang ayah yang sangat menyayanginya. Setiap menjelang tidur, sang ayah selalu membacakan sebuah buku cerita untuknya. Pada suatu hari seusai membacakan cerita, sang ayah bertanya kepada Jenny; “Jenny, apakah kamu sayang ayah?” “Pasti, yah. Ayah tahu betapa aku menyayangi ayah.”"Kalau kau memang mencintai ayah, berikanlah kalung mutiaramu pada ayah.” “Yaa… ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil mainanku yang lain, Ayah boleh ambil Rosie, bonekaku yang terbagus, Ayah juga boleh ambil pakaian-pakaiannya yang terbaru tapi jangan ayah ambil kalungku…” “Ya anakku, tidak apa-apa… tidurlah.” Ayah Jenny lalu mencium keningnya dan pergi, sambil berkata: “Selamat malam anakku, semoga mimpi indah.”
Seminggu kemudian setelah membacakan cerita ayahnya bertanya lagi: “Jenny apakah kamu sayang ayah?” “Pasti, Yah. Ayah kan tahu aku sangat mencintaimu. ” “Kalau begitu, boleh ayah minta kalungmu?” “Yaa, jangan kalungku…, Ayah ambil Ribbons, kuda-kudaanku. .. Ayah masih ingat kan ? Itu mainan favoritku. Rambutnya panjang dan lembut. Ayah bisa memainkan rambutnya, mengepangnya dan sebagainya. Ambillah Yah, Asal ayah jangan minta kalungku…” “Sudahlah nak, lupakanlah,” kata sang ayah.
Beberapa hari setelah itu Jenny mulai berpikir, kenapa ayahnya selalu meminta kalungnya? dan kenapa ayahnya selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak? Beberapa hari kemudian ketika ayah Jenny membacakan cerita, Jenny duduk dengan resah. Ketika ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia mengulurkan tangannya yang mungil kepada ayahnya sambil berkata: “Ayah…, terimalah ini..” Ia lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya, dan dengan penuh kesedihan kalung tersebut berpidah ke tangan sang ayah…Dengan satu tangan menggenggam kalung mutiara palsu kesayangan anaknya, tangan yang lainnya mengambil sebuah kotak beludru biru kecil dari kantong bajunya. Di dalam kotak beludru itu terletak seuntai kalung mutiara yang asli, sangat indah dan sangat mahal… Ia telah menyimpannya begitu lama untuk anak yang dikasihinya. Ia menunggu dan menunggu agar anaknya mau melepaskan kalung mutiara plastiknya yang murah, sehingga ia dapat memberikan kepadanya kalung mutiara yang asli
Begitu pula dengan dengan Tuhan kita… seringkali Ia menunggu lama sekali agar kita mau menyerahkan segala milik kita yang palsu … dan menukarnya dengan sesuatu yang sangat berharga….
dari milis motivasi
Merekapun lalu membeli kalung tersebut. Setiap hari Jenny dengan rajin mengerjakan pekerjaan yang ditulis dalam daftar oleh ibunya. Uang yang diberikan oleh neneknya pada hari ulang tahunnya juga diberikannya kepada ibunya.Tidak berapa lama, perjanjiannya dengan ibunya pun selesai. Ia mulai memakai kalung barunya dengan rasa sangat bangga. Ia selalu memakai kalung itu kemanapun ia pergi. Ke sekolah taman kanak-kanaknya, ke supermarket, bermain bahkan pada saat ia tidur, kecuali pada saat mandi. “Nanti lehermu jadi hijau,” kata ibunya…
Jenny juga memiliki seorang ayah yang sangat menyayanginya. Setiap menjelang tidur, sang ayah selalu membacakan sebuah buku cerita untuknya. Pada suatu hari seusai membacakan cerita, sang ayah bertanya kepada Jenny; “Jenny, apakah kamu sayang ayah?” “Pasti, yah. Ayah tahu betapa aku menyayangi ayah.”"Kalau kau memang mencintai ayah, berikanlah kalung mutiaramu pada ayah.” “Yaa… ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil mainanku yang lain, Ayah boleh ambil Rosie, bonekaku yang terbagus, Ayah juga boleh ambil pakaian-pakaiannya yang terbaru tapi jangan ayah ambil kalungku…” “Ya anakku, tidak apa-apa… tidurlah.” Ayah Jenny lalu mencium keningnya dan pergi, sambil berkata: “Selamat malam anakku, semoga mimpi indah.”
Seminggu kemudian setelah membacakan cerita ayahnya bertanya lagi: “Jenny apakah kamu sayang ayah?” “Pasti, Yah. Ayah kan tahu aku sangat mencintaimu. ” “Kalau begitu, boleh ayah minta kalungmu?” “Yaa, jangan kalungku…, Ayah ambil Ribbons, kuda-kudaanku. .. Ayah masih ingat kan ? Itu mainan favoritku. Rambutnya panjang dan lembut. Ayah bisa memainkan rambutnya, mengepangnya dan sebagainya. Ambillah Yah, Asal ayah jangan minta kalungku…” “Sudahlah nak, lupakanlah,” kata sang ayah.
Beberapa hari setelah itu Jenny mulai berpikir, kenapa ayahnya selalu meminta kalungnya? dan kenapa ayahnya selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak? Beberapa hari kemudian ketika ayah Jenny membacakan cerita, Jenny duduk dengan resah. Ketika ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia mengulurkan tangannya yang mungil kepada ayahnya sambil berkata: “Ayah…, terimalah ini..” Ia lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya, dan dengan penuh kesedihan kalung tersebut berpidah ke tangan sang ayah…Dengan satu tangan menggenggam kalung mutiara palsu kesayangan anaknya, tangan yang lainnya mengambil sebuah kotak beludru biru kecil dari kantong bajunya. Di dalam kotak beludru itu terletak seuntai kalung mutiara yang asli, sangat indah dan sangat mahal… Ia telah menyimpannya begitu lama untuk anak yang dikasihinya. Ia menunggu dan menunggu agar anaknya mau melepaskan kalung mutiara plastiknya yang murah, sehingga ia dapat memberikan kepadanya kalung mutiara yang asli
Begitu pula dengan dengan Tuhan kita… seringkali Ia menunggu lama sekali agar kita mau menyerahkan segala milik kita yang palsu … dan menukarnya dengan sesuatu yang sangat berharga….
dari milis motivasi
Subscribe to:
Posts (Atom)