Monday, May 18, 2009

Persamaan TUHAN dan Jas Hujan

“Jangan bawa-bawa TUHAN, Mas !” bentaknya dengan nada jauh dari bersahabat,”ini bisnis Pak…TUHAN itu tempatnya dirumah ibadat !!”. Wanita muda modern ini jenis orang yang suka sekali berdebat. Menutupi kesalahan sendiri dengan membolak-balik kata. Mencari secuil apapun kesalahan lidah lawan. Menghujamkan kata-kata pedas dengan begitu bernafsu. Memojokkan lawan bicara sedemikian rupa, membuat nya merasa begitu genius. Rasanya ia lebih pantas menjadi seorang pengacara dibandingkan seorang ibu rumah tangga. Dan jika diperhatikan lebih jauh, nada suara, intonasi yang digunakanpun agak ganjil. Terlalu dibuat-buat. Naskah banget. Tidak jarang membuat bulu kuduk berdiri, karena risih. Wanita muda ini mungkin banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi, cara ia berkata-katapun jadi mirip adegan sinetron. Calon pengacara yang gagal, karena kebanyakan nonton sinetron. Dan kini lawan bicaranya yang walau jujur tapi gagap karena terpojok tak dapat berdalih apapun selain : “Demi TUHAN”. Ternyata dua kata ini membuat wanita tadi meradang. Tembok yang tampak tinggi kokoh dan mengesankan kemegahan itu ternyata begitu mudah runtuh dengan sekali senggol.



**



“Cari selimut yuk..Made”, kata seorang sahabat, yang kebetulan berprofesi sebagai motivator. “Bukannya di kamar ada selimut, Pak ?”, sahutku tidak mengerti. “Wah..wah..wah. .dasar anak muda gak gaul, kok nggak ngerti..selimut hidup..ha..ha. .ha..”, jawab salah satu rekannya sambil tertawa. Keningkupun berkerut. Apa nggak salah dengar. Baru saja ia bicara soal keutuhan keluarga. Soal istri yang setia menemani saat-saat kebangkrutannya. Soal anak-anak yang menjadi semangat juang. Soal keluargaku yang menjadi sorga ku didunia…dan sebaginya..dan sebagainya. Secepat tanah kering melenyapkan gerimis, secepat itu juga teori-teori moralnya lenyap disela-sela gigi. Meskipun gigi itu belum kering. Kalau motivatornya begini, bagaimana dengan yang dimotivasi.. Baru sepuluh menit sessi seminar berakhir, karakter asli pun –tak tertahan lagi- muncrat kepermukaan. Siluman jadi-jadian. Seperti kata pepatah : babi berbulu merak !!!



**



Sang Ayah adalah seorang tokoh spiritual terkemuka dikomunitasnya. Gelar jabatan formal seorang pemuka agama terpampang jelas menambah panjang nama orang itu. Wajah dan penampilan beda tipis dengan para nabi jaman dahulu kala. Kini anaknya akan menikah. Acara resepsi outdoor yang cukup mewahpun akan digelar. Segalanya sudah disiapkan dengan seksama. Tinggal satu hal yang ia anggap belum tersedia. Sesuatu yang amat kritikal. Ia sangat mencemaskan hal itu. Dalam setiap meeting keluarga dan panitia, “sesuatu” itu selalu mendapat penekanan khusus. Sesuatu itupun membuatnya susah memejamkan mata diwaktu malam. Pawang Hujan. Ia mencari seorang pawang hujan yang cukup sakti untuk menangkal hujan guna mensukseskan resepsi ini. Tidak perduli berapapun permintaan dan sesajen yang dibutuhkan, Pawang hujan itu pasti akan menerimanya. Cukup mengejutkan. Bahkan seorang anak kecil loper koran gelandangan yang mungkin belum pernah melihat wujud kitab suci pun ketika langit mendung, berbisik : “Ya TUHAN semoga hujan jangan turun dahulu.” Kini seorang tokoh agama, yang nyaris hafal isi kitab suci dan sanggup menerangkan hukum-hukum agama yang begitu keriting, tiba-tiba saja dapat lupa, jika atas seijin TUHANlah hujan turun membasahi bumi. Dengan bibir mengumandangkan nama-Nya, tetapi dengan logika sempit membuang keberadaan-Nya ke tong sampah. Ia yang tampaknya paling dekat, ternyata berdiri terlalu jauh untuk mengenal Boss-nya sendiri.



**



Sebagian besar dari kita tentunya tahu dan pernah mencoba seperangkat jas hujan. Apapun bentuk dan warnanya, menggunakan jas hujan bertujuan sama. Agar tidak kehujanan. Kalau mau jujur, sebenarnya menggunakan jas hujan tidak membuat kita nyaman. Gerah, berisik dan membuat penampilan kita jadi aneh. Batman bukan, Superman apalagi. Belum pernah ada seorang yang merasa bertambah sexi, ganteng, macho pada saat menggunakan jas hujan. Yang ada mesti ngedumel….”grrrrhhh hujan deh..yah terpaksa harus pake nih..”. Dan belum pernah saya jumpai ada orang yang dengan begitu riang gembira menggunakan jas hujan, pada saat hari demikian cerah. Kecuali orang itu rada-rada, atau bisa jadi seorang caleg gagal. Memang begitulah nasib jas hujan. Digunakan jika dan hanya jika berada dalam keadaan sangat terpaksa. Kemudian buru-buru dilepas, jika sudah tidak perlu.



Jika kita amati bersama-sama ternyata TUHAN bernasib mirip dengan seperangkat jas hujan dalam kehidupan kita. Diingat jika terpaksa dan sebisa mungkin tidak kita harapkan untuk digunakan. Tiga contoh cerita diatas hanya secuil contoh nyata, dimana TUHAN dikesampingkan keberadaannya. Tragis, walaupun nyata. TUHAN yang merupakan pencipta dunia ini hanya disisakan kavling tersempit dalam hidup kita. Itupun jika tersisa. Who’s The Boss ? Dan jika kita ingat. Dia yang adalah pemilik kehidupan sekaligus nyawa kita, dikesampingkan sedemikian rupa seolah bukan siapa-siapa. Pencipta mata, telinga, dan seluruh indera, dianggap buta, tuli dan tidak dapat berbuat apa-apa. Yang “begituan itu” tempatnya di gereja, mesjid, pura, wihara dan lain sebagainya, diluar itu jangan bawa-bawa Tuhan deh… Kita, Anda dan Saya semakin pandai mengklasifikasi mana daerah yang pantas buat Dia, mana daerah yang harus disterilisasi dari keberadaan Dia. TUHAN gak mungkin menyeberang ke areal bisnis, nggak matching. Tahu apa TUHAN soal bisnis !! Begitu kira-kira. Dirumah ibadah tampak demikian luar biasa saleh. Bahkan penampilan dan ekspresi kitapun membuat para Malaikat minder. Diluar ? sikut sana sikut sini, fitnah sana sini, jilat sana sini, sogok sana sini, selingkuh sana sini. Mempersulit demi duit. Entertain dengan perempuan. Ganas, peras, jebak, gebuk, habisiiiin. Dalam hal ini, jangankan orang, setan aja ngeri melihat melihat ulah kita !! Gilanya ini semakin kita anggap sebagai sebuah kelaziman dalam dunia yang modern. Semua juga begini, begitu mantra yang sering kita ucapkan untuk menenangkan diri. Jujur ? Ahhh come on man..be real..!!!



Ada sebuah kalimat dari Mario Teguh yang sangat berkesan bagi saya pribadi sapai sekarang ini. “Sesungguhnya jalan kebaikan ada milik TUHAN. Dan orang yang berjalan didalamnya, sebenarnya sedang berjalan bersama TUHAN. Karena itu berjalanlah dalam jalan-jalan kebaikan. Kemudian perhatikan apa yang terjadi”. Yang paling saya sukai adalah kalimat “kemudian perhatikan apa yang terjadi”. Memang tidak perlu diragukan lagi, entah kita melibatkan Dia dalam kehidupan kita ataukah tidak. Pastilah ada akibat yang begitu nyata yang dapat kita lihat dan rasakan. Saya pribadi percaya, dan pengalaman hidup bertutur bahwa semakin luas pengakuan kita tentang “keberadaan” Nya dalam kehidupan kita, maka semakin kuat juga otoritas Nya dalam menjaga, melindungi dan menjamin hidup kita. Dia bukan jas hujan, Dia adalah pemilik tunggal bumi dan segala isinya, dunia dan segala peradabannya, seluruh nyawa, seluruh hati, seluruh rizki, seluruh keberuntungan ada dalam genggamanNya. Jika Ia membuka tidak akan ada yang sanggup menutup, dan sebaliknya jika Ia menutup tidak satupun yang sanggup membuka.



Akhir kata, ada baiknya jika kita merenungkan kata-kata seorang yang paling bijaksana yang pernah hidup dimuka bumi ini. Seorang raja yang kaya raya, penyair luar biasa yang gubahannya dijadikan tuntunan hidup orang banyak sampai sekarang ini. Dalam sebuah syair, beliau berkata “Akuilah Dia dalam segenap lakumu, maka Ia akan meluruskan jalan mu”.

by MTA (Made Teddy Artiana)
photographer, designer & profile developer

No comments: