Berjalan tergopoh-gopoh menuju tali-tali jemuran. Tangan kanannya terlihat menenteng seember cucian basah. Dengan benda putih kecil di kedua telinga ia siap beraksi. Menjemur pakaian, seperti pagi-pagi yang kemarin. Siti, ABG yang bekerja sebagai pembantu nyokap memang susah dipisahkan dari benda itu. Earphone, memang hampir selalu menemaninya bertugas. PRT jaman sekarang memang beda. Gaul, baca koran dan melek teknologi. Serupa tapi tidak sama dengan adegan diatas. Beberapa murid sekolah menengah dalam sebuah angkot. Pagi yang sibuk. Bunyi klakson disana-sini. Perlombaan berangkat kerja yang membuat kemacetan. Ada yang mengangguk-angguk kecil, yang seorang memejamkan mata, yang lain memandang lurus kedepan.Phose boleh tak sama, tetapi ditelinga mereka bertengger benda serupa. Lagi-lagi earphone, saudara kandung handsfree. Benda bersuara dengan berujung handphone, walkman, MP4 atau ipod dan sebagainya.
Yang satu ini sekarang bagaikan baju atau celana layaknya. Melekat erat dikeseharian kita. Tidak sulit untuk menemukan orang berbicara serius seorang diri di pinggir jalan. Bukan latihan drama, atau caleg stress yang bermunculan saat ini. Urusan bisnis, hanphone dan handsfree.Memang benda-benda itu sengaja didesign semakin kecil, semakin ringan, semakin mobile dan semakin muat menampung apapun didalamnya. Teknologi selalu mempunyai tujuan mempermudah, itu yang semua orang cari. Tetapi mengenai efek samping, yang seperti ini tidak banyak yang perduli.
Menyenangkan memang dapat mendengarkan lagu dimanapun kita mau. Menghibur stress sekaligus tempat persembunyian dari “kesunyian” atau “keheningan”. Memang kata yang satu itu sekarang hampir merupakan binatang yang nyaris punah. Silence. Banyak orang tidak nyaman akan kesunyian. Seandainya kita mau memperhatikannya, maka kita akan sadar betapa jari-jemari ini akan begitu cepat meraih remote –apapun itu TV, radio, tape- mencari “hiburan” untuk mengusirnya. Dan bagi sebagian besar orang itu sudah menjadi sebuah kebiasaan. Sepanjang pagi kita dihadang klakson, dan deru knalpot kendaraan bermotor, kemudian bunyi telepon dan kesibukan kantor. Sore harinya –kembali lagi seperti itu- bunyi klakson dan knalpot lagi. Dan setelah tiba dirumah : sinetron, acara seru dan lagu-lagu. Dan berakhir ketiduran ditemani oleh cable TV atau lagu-lagu MP3.
Kemodernan kerap kali mengusir kesunyian. Sehingga kesunyian buat kita telah terlajur menjadi “setan lewat”. Mencekam dan ingin cepat-cepat kita lalui. Memang dalam kesunyian pikiran kita akan terasa berbicara demikian keras, mengaduk-ngaduk sang diri. Inilah yang seringkali ditakutkan oleh sebagian kita. Tetapi seandainya kita bersabar, maka kita akan belajar satu hal. Menenangkan pikiran-pikiran itu. Terasa sulit untuk pertama kalinya, tetapi menentramkan dan menyembuhkan, jika kita telah terbiasa.
“Know how to listen and be sure that silence often produces the same effects as science”
-Napoleon Bonaparte-
Sejarah juga mencatat bahwa begitu banyak pencipta luar biasa yang dilahirkan dari kesunyian itu. Sebut saja Thomas Alva Edison, Beethoven, Helen Keller dan sederet tokoh lain sebagainya. Memang ketulian, merupakan kesunyian yang ekstrim dan sebagian besar dari kita mungkin tidak mengharapkan menjadi sebesar mereka. Tetapi paling tidak kita adalah pencipta dunia kita masing-masing.
Kadang kita berpikir bahwa kebisingan dapat diusir dengan kebisingan lain. Atau sekedar mengalihkan diri dari kebisingan yang tidak kita sukai, kepada kebisingan yang kita sukai. Padahal kebisingan hanya dapat ditenangkan oleh kesunyian. Bukan oleh cable TV, sinetron, lagu-lagu atau riuh rendahnya mall. Dan kesunyian (baca : suara alam) merupakan obat penyembuh alami yang sangat ampuh yang didesign oleh Sang Pencipta. Kita tidak lagi peka terhadap suara alam.
“We need to find God, and he cannot be found in noise and restlessness. God is the friend of silence. See how nature - trees, flowers, grass- grows in silence;
see the stars, the moon and the sun, how they move in silence...
We need silence to be able to touch souls.”
-Mother Teresa-
Nah, kalau sekarang Anda merasa begitu penat, terlalu mudah marah, sangat kuatir akan sesuatu atau dalam tekanan luar biasa. Matikan sejenak handphone dan benda-beda berbunyi lainnya dan datanglah kepada kesunyian. Dengarkan suara alam. Ternyata alam tidak pernah diam. Suara kodok, jangkrik, gesekan pohon bambu, kicauan burung, rintik hujan, gemericik air, deburan ombak, hembusan angin. Semuanya berbicara dalam nada mereka masing-masing. Bukan kebisingan melainkan kesesuaian yang dalam. Keharmonian.
Mulai dari sekarang, cobalah sisihkan waktu barang sepuluh menit setiap harinya dalam keheningan. Pengalaman pribadi saya, efeknya sangat luar biasa. Kesegaran, kreatifitas dan ketenangan. Vitamin yang sangat cocok buat pekerjaan dibidang seperti saya ini. Tetapi jangan percaya saya begitu saja, musryik. Anda harus mencobanya sendiri . Mumpung belum terlambat. Karena besar kemungkinan di generasi cucu kita nanti suara jangkrik, burung dan kodok sudah jadi suara digital belaka !!!
Ada sebuah kisah menggelikan. Seorang rekan kerja bersama anaknya kebetulan datang kerumah diwaktu malam. Kami meeting di sebuahbale bengong dihalaman rumah. Setelah beberapa saat lamanya, mungkin karena sudah tidak sabar, si anak yang tengah duduk dibangku kuliah bertanya. “Maaf Mas, itu suara apa sih, kodok yah ?”. Mamanya serta merta menjawab. “Itu suara mp3...!!”. Kemudian memandangiku, “Iya khan Mas ?”. Kontan aku dan istriku tertawa. “Itu kodok beneran”, sahut istriku. “Masak sih..?!!!” timpal mereka hampir berbarengan. “Kodok liar kok..kadang- kdang mereka bulan madu kesini”, kataku. Akhirnya kami menyempatkan diri untuk mengantarkan kedua anak dan ibu itu menuju kolam kecil persis didepan teras rumah. Dan dalam remang-remang itupun samar terlihat dua pasang kodok yang tengah ML…..making love alias kawin !!
“Silence is a source of great strength.”
-Lao Tzu-
ditulis : by MadeTeddyArtiana
photographer, disegner & company developer
No comments:
Post a Comment