Thursday, April 30, 2009

Penyesalan

Seorang dokter berpangkat kolonel di suatu negara berprestasi sangat cemerlang. Dengan demikian, dia dipercaya oleh kalangan atas, termasuk presidennya, untuk merawat kesehatan diri mereka pada dokter yang pandai tersebut.

Setiap hari, hidupnya dipenuhi oleh jadwal tugas yang membuat orang lain berdecak kagum karena tidak semua dokter mendapat kesempatan berprestasi seperti itu. Hari demi hari dilalui dengan prestasi yang menjulang. Semakin tinggi dan tak terbilang hadiah dan fasilitas hidup yang menggiurkan diterimanya.

Begitu penuh jadwal hidupnya untuk mengurus orang lain, pergi berhari- hari menemani jenderal ini dan itu, pergi berminggu-minggu untuk menemani presiden ke luar negeri, dan sebagainya. Untuk bertemu muka dengan istri dan anak-anaknya sungguh hal yang langka. Dan keadaan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu.

Sampai suatu hari sepulang dari luar negeri menemani dan merawat pejabat tinggi yang sedang sakit, setiba di depan rumahnya, sang dokter melihat tenda terpasang dan kerumunan para kerabat dan tetangganya. Dalam hati sang dokter bertanya: ada apa gerangan di rumahku? Begitu keluar dari mobil, dia langsung bergegas masuk menguak kerumunan para tamu yang menyampaikan ucapan belasungkawa.

Setiba di ruang tamu rumahnya, terbujur sang istri tercinta, wanita yang menjadi belahan jiwanya, wanita yang selama ini ditinggalkannya untuk bepergian menjalankan tugas-tugas untuk merawat dan mempertahankan hidup orang lain. Tapi, satu-satunya wanita yang diinginkan dalam hidupnya saat ini terdiam kaku. Sang istri meninggal setelah menderita sakit parah yang cukup lama, dan dia tidak mampu merawatnya, apalagi memperpanjang masa hidupnya.

Maka, tercenunglah sang dokter. Dia bertanya ke mana saja aku ini, kapan terakhir aku makan bersama dengan wanita kesayanganku, kapan terakhir kali aku memeriksa kesehatannya, kapan terakhir kali aku mengucapkan selamat berulang tahun untuknya. Oh, sudah lama-lama sekali! Sekarang aku ingin mengucapkannya, sekarang aku ingin makan bersamanya, sekarang aku ingin tidur bersamanya, tapi sudah terlambat! Tidak ada hari esok lagi untuk melakukannya.




Jangan sampai kita menyesal dalam hidup ini. Hidup terlalu singkat untuk dipakai "tidak peduli terhadap pasangan" serta "merasa kecewa dan marah". Jadikan sentuhan, pelukan, dan kemesraan sebagai alat untuk membangun fondasi yang kuat dalam hal membina hubungan suami- istri. Sama seperti otot, kasih dapat menjadi kuat jika sering digunakan. Sebaliknya, kasih juga bisa mati jika tidak disertai perbuatan.

Mudah-mudah belum terlambat bagi kita untuk memulai mengatakan apa yang seharusnya dikatakan, apa yang seharusnya dilakukan untuk membahagiakan pasangan hidup dan diri kita juga.


Cerita ini ditulis oleh Lianny Hendranata diambil dari milis motivasi

No comments: