Tuesday, August 04, 2009

Rumah Jiwa

INI satu kisah tentang sembilan bersaudara yang telah berhasil dalam
meraih karir dan cita-cita yang diimpikan. Dari kesembilan
bersaudara tersebut, hanya seseorang yang memiliki rumah sangat
sederhana. Delapan bersaudara yang lain, rumahnya tergolong mewah
dan lapang. Bahkan berlantai dua. Lantas, ada apa dengan rumah
sederhana itu?

Rumah itu tak luas. Tergolong rumah mungil dengan nama generik: tipe
36. Namun kok anehnya, orang yang tinggal di sana selalu berwajah
ceria, senang, dan hampir tak ada cekcok.

Tidak hanya itu. Di waktu-waktu tertentu, saat liburan sekolah tiba,
rumah sederhana itu tiba-tiba penuh sesak dengan anak-anak. Usut
punya usut, mereka adalah keponakan si empunya rumah, Pak Joko,
itulah nama pemilik rumah sederhana itu. Mereka datang ke sana, dari
berbagai tempat. Dalam setiap acara dan kegiatan, para saudara dekat
dan jauh mereka, lebih senang memilih dan menginap di rumah
tersebut. Bukan semata karena mereka tak punya uang untuk sekadar
menginap di rumah yang sempit itu. Dengar-dengar, ayah mereka hidup
berkecukupan.

Pernah beberapa kali, ketika kakak dan adiknya Pak Joko mengadakan
hajatan dan menyediakan lantai duanya yang lebih lapang dengan
beberapa kamar untuk menginap, mereka malah memilih untuk menginap
di rumah Pak Joko. Mereka pun diantar ke rumah itu dengan mobil yang
masih mengilap dan baru modelnya.

Tapi memang begitulah faktanya. Mereka justeru lebih senang jika
bertandang dan bertamu ke rumah Pak Joko walau rumahnya tergolong
sederhana. Itulah yang dirasakan saudara-saudara Pak Joko. Ya, tapi
kenapa mereka mau berdesakan di sana?

Pakde Joko, begitulah mereka memanggilnya. Pria berambut keriting
dengan kacamata yang selalu nangkring di hidungnya itu punya cara
asoy untuk menjadikan rumahnya selalu membuat betah pengunjungnya.

Pak Joko tak pernah menyuguhkan kemewahan dan fasilitas layaknya
hotel berbintang lima. Keluarga Pak Joko hidup secara sederhana.
Jika tamu-tamu datang, Pak Joko beserta isterinya hanya menyuguhkan
minuman teh dan kopi panas ditambah makanan khas daerah.

Tetapi yang paling penting yang diberikan Pak Joko kepada tamu-
tamunya ialah sikapnya yang justru membentuk rumahnya yang sederhana
menjadi rumah jiwa. Rumah jiwa, rumah yang diisi oleh keramahan,
ketulusan, kesederhanaan, kenyamanan, dan keikhlasan yang
ditampilkan oleh Pak Joko beserta keluarganya.

Keramahan. Itulah yang dilakukan Pak Joko setiap kali menerima
saudara dan tamunya. Pak Joko selalu menyambut dengan penuh
kehangatan. Dengan tawa dan senyum yang tak pernah lepas setiap kali
ia berjumpa dengan orang lain. Pak Joko sendiri memang pandai
bergaul kepada setiap orang. Berbicara dengan penuh canda dan
persahabatan kepada setiap orang tanpa kecuali.

Ketulusan. Pak Joko tak pernah menolak bahkan mengeluh sedikitpun
kepada siapa saja yang bertandang ke rumahnya. Ia tak pernah
membedakan status seseorang yang hadir di rumahnya. Semua ia layani
dengan penuh ketulusan.

Kesederhanaan. Itu jugalah yang ada pada keseharian Pak Joko.
Hidupnya betul-betul sederhana, jauh dari kemewahan. Ia melayani
saudara dan tamunya apa adanya. Pak Joko tak pernah membuat sesuatu
menjadi ada kalau memang tidak ada, atau istilahnya, mengada-ada
yang tidak ada. Begitu juga sebaliknya, Pak Joko tak pernah
menyembunyikan yang ada menjadi tidak ada. Malah, saudaranya yang
selalu membawakan oleh-oleh dan panganan ringan untuk disantap
bersama.

Kenyamanan. Setiap orang yang berkunjung ke rumahnya selalu merasa
nyaman. Kalau orang seberang bilang, feel like at home. Merasakan
seperti rumah sendiri.

Dan ini yang paling penting, keikhlasan. Pak Joko selalu menerima
siapa saja yang hadir di rumahnya dengan penuh keikhlasan. Tanpa
pamrih sekalipun.

Dengan kata lain, rumah Pak Joko merupakan pantulan jiwa Pak Joko
sendiri. Memang begitulah sejatinya sebuah konsep rumah. Bukan dalam
pengertian fisik rumah itu sendiri. Rumah bukanlah sebuah tempat tinggal biasa,
tetapi lebih dari itu.

Rumah yang baik adalah rumah yang diisi oleh jiwa-jiwa yang baik.
Jiwa-jiwa yang penuh dengan ketenangan. Penuh ketulusan, keikhlasan,
dan memiliki kedamaian

Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda membangun rumah jiwa disana?

ditulis oleh Sonny Wibisono,

No comments: