Monday, July 30, 2012

Amarah Becky

Kisah ini terjadi tahun 1970-an. Ada seorang ibu yang punya cara sendiri untuk "menghukum" anaknya. Hukuman yang malah lebih mengesankan dibanding pukulan di badan atau tamparan di muka. Suatu hari anak bungsu ibu ini, yang berusia empat tahun, mendapat hukuman mengesankan ini. Dan hukuman itu menjadi kenangan yang paling tak terlupakan dalam hidup si anak bungsu. Beginilah kisahnya. Ibu yang istimewa ini melakukan dua "pekerjaan", yaitu sebagai mahasiswa dan seorang ibu rumah tangga. Di siang hari, ia akan kuliah sementara anak sulungnya bersekolah dan si bungsu dititipkan ke tempat penitipan anak. Suatu hari di tempat penitipan, si bungsu yang bernama Becky ini melihat seorang ibu yang terlihat sangat letih menjemput anak laki-lakinya. Si anak bertanya, "Mama, apa kita akan makan malam di restoran?" Si ibu menjawab, "Sayang, jangan malam ini, ya. Mama masih ada sedikit urusan, lalu kita pulang dan buat makanan untuk Papa." "Tapi, aku ingin pergi ke sana!" "Ron. Mama bilang tidak malam ini. Mungkin, kalau kamu jadi anak baik, kita bisa pergi besok." Mendengar jawaban ibunya, anak itu langsung duduk di lantai, menendang-nendang kakinya dan berteriak, "Aku ingin pergi makan di restoran..!!" Tidak satu pun permintaan atau omelan ibunya mampu menghentikan rengekan Ron. Akhirnya, si ibu menyerah, "Oke, kita pergi makan di restoran." Ron langsung berhenti berteriak, tersenyum cerah, dan meraih tangan ibunya. Mereka pun segera pergi. Semua kejadian ini membuat Becky kagum. Ia senang ternyata segala kemauannya bisa terpenuhi dengan bersikap seperti anak tadi. Ia pun ingin mencobanya sendiri. *** Sore hari, ibunya menjemput Becky lebih awal karena mereka akan mampir ke sebuah toko untuk berbelanja. Di toko itu, Becky begitu terkesan dengan barang-barang yang dipajang di rak-rak. Hingga akhirnya ia tertarik dengan satu mainan, yang berupa telepon berwarna merah putih. Dengan mata penuh minat, Becky bertanya pada ibunya, "Mama, bisakah aku membeli telepon itu?" Si ibu berkata pelan, "Sayang, tidak sekarang, ya. Tapi kalau kamu jadi anak baik mungkin kamu akan dapat mainan itu untuk hadiah ulang tahunmu." "Tapi Mama, aku pinginnya sekarang." Mata si ibu menyipit dan tangannya semakin erat memegang tangan anak bungsunya. "Becky, kamu tidak bisa dapat teleponnya hari ini, tapi kalau kamu masih membandel ibu akan memukulmu." Saat itu mereka sedang berada di tengah toko yang lumayan ramai pengunjungnya. Becky memutuskan inilah saatnya untuk melakukan trik yang tadi dilakukan Ron. Maka ia pun duduk di lantai dan mulai berteriak-teriak, "Aku mau telepon itu...!!" Para pengunjung memperhatikan Becky dan ibunya. Dengan lembut, si ibu berkata, "Becky, ayo Nak bangun. Mama hitung sampai tiga, ya. Satu... Dua... Tiga...." Becky tak beranjak sedikit pun. Ia tetap saja merengek. Lalu tanpa diduga-duga, si ibu duduk juga di samping Becky, dan mulai menendang-nendang kakinya dan berteriak, "Aku mau mobil baru! Aku mau rumah baru..! Aku mau perhiasan, aku mau...." Karena terkaget-kaget, Becky segera berdiri. "Mama, berhentilah. Mama, ayo bangun," Becky memohon dengan terisak-isak. Si ibu pun berdiri, dan membersihkan celananya. Seluruh pengunjung yang melihat awalnya terkejut dan bingung, lalu mulai terdengar satu tepuk tangan yang disusul dengan tepukan lainnya. Mereka bersorak dan beberapa ada yang memberi selamat pada si ibu. Mendapat respons seperti itu, pipi si ibu memerah. Ia sedikit membungkukkan badan, tanda terima kasih. Setengah jam berikutnya bisa dibilang memberikan "kesengsaraan" bagi Becky. Ia merasa sangat malu karena banyak orangtua di situ yang berkata padanya sambil tersenyum, "Ibumu mendidikmu sangat baik. Pasti kamu tidak kan pernah mencobanya lagi." Ke depannya, memang itulah yang dilakukan Becky. Ia tak pernah lagi berbuat seperti itu karena kejadian memalukan itu teramat sangat membekas di benaknya, melebihi bekas pukulan atau tamparan di badan. SUMBER: Tim AndrieWongso - andriewongso.com

No comments: