Tuesday, May 31, 2011

Sebuah Mangkuk Kayu Untuk Kakek

Di suatu kota kecil, hiduplah seorang pria bersama istri, ayah, dan anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun. Anaknya adalah sosok yang dibanggakan dan dicintainya, sehingga ia tak henti mengajarkan hal-hal baik agar kelak anaknya dapat tumbuh menjadi orang yang baik dan berguna.

Suatu hari, mereka makan malam bersama. Duduk di sebuah meja dengan aneka hidangan lezat yang dimasak khusus oleh sang istri. Ayahnya yang sudah tua, tak begitu baik penglihatannya. Tangannya bergetar keras saat memegang suatu benda. Bahkan berjalan sejauh 1 meter, ia harus meraba-raba dan terseok-seok. Malam itu adalah malam istimewa bagi sang suami, sehingga ia mengharapkan makan malam yang istimewa. Celakanya karena usianya yang lanjut, kakek sering melakukan hal-hal yang dianggap menyusahkan keluarga. Saat makan ia selalu bersuara, ia menumpahkan makanannya di meja, sendok dan garpu seringkali dijatuhkan, dan akhirnya semua yang sedang asyik menikmati lauk harus melayaninya terlebih dahulu.

Sang anak yang sudah geram kemudian menyediakan sebuah meja kecil di sudut ruangan. "Besok, kakek akan makan di meja itu," katanya kepada anak laki-lakinya.

Dan benar, esok hari sang kakek tak boleh makan malam semeja lagi. Ia duduk sendiri di sudut ruangan dengan kepala tertunduk sedih. Saking sedihnya, tak sengaja ia menumpahkan makanannya, mangkuknya jatuh ke lantai dengan suara yang amat keras. Sang anak semakin berang, diambilnya sebuah mangkuk kayu dan disodorkan kepada kakek.

Dalam kegelapan di sudut ruangan, kakek menangis tiada henti. Menikmati makan malam yang hambar dan dingin, tanpa kehangatan kasih kebersamaan dan keluarga. Cucunya yang berusia 5 tahun memandang dari kejauhan sambil terdiam.

Suatu hari, ia mengambil sebongkah kayu. Dimainkannya kayu itu di lantai ambil digosok-gosok. "Apa yang sedang kamu buat anakku?" tanya ayah, "aku sedang membuat mangkuk dan sendok kayu untuk ayah dan ibu. Agar kelak saat aku dewasa, ayah dan ibu bisa menggunakannya untuk makan malam," jawabnya polos. Sang ayah terdiam, air mata meleleh dari pipinya. Dibimbingnya kakek menuju meja makan tempat mereka bercengkerama dulu. Apabila kakek kesulitan dengan makanannya, maka sang istri yang akan menyuapi sang kakek, menyiapkan segala keperluan agar sang kakek tidak kewalahan.

Ingatlah, bahwa keluarga adalah guru yang paling dekat dengan anak. Segala hal kecil apapun adalah pelajaran penting baginya, termasuk sikap dan tingkah laku kita. Semua kebiasaan dan sikap kita adalah hal yang akan ditirunya kelak, jadi apakah Anda akan tetap berteriak keras, suka memukul dan mengajarkan anak berbohong demi masa depannya kelak?

SUMBER: Agatha Yunita - kapanlagi.com

No comments: