Alkisah, hiduplah seorang kakek dan seorang pemuda. Pada masa itu, semua manusia bisa memamerkan hatinya, setiap hati bisa diperlihatkan pada orang lain, karena tubuh di bagian dada tidak tertutup daging, sehingga bila pakaian dibuka, hati terlihat, tidak seperti sekarang di mana hati tidak tampak dan harus diperlihatkan dengan suara, tulisan, pandangan dan sentuhan.
Sang kakek dan sang pemuda jelas berbeda umur, berbeda pemikiran dan memiliki hati yang sangat berbeda. Sang kakek yang bekerja sebagai penebang kayu sering tidak memakai pakaian atas karena panasnya cuaca, sehingga hatinya terlihat. Hati sang kakek penuh dengan bekas luka dan berlubang. Hati kakek itu lebih mengerikan daripada keriput pada kulitnya.
Sedangkan sang pemuda yang masih gagah dan tampan, dia sering tidak memakai pakaian atas sebagai bentuk pamer dan kesombongan. Pemuda itu memiliki hati yang bersih, mulus, tanpa cacat sedikitpun. Baginya, hal itu adalah hal yang membanggakan. Dia akan memamerkan pada semua orang yang ditemui mengenai hati yang bersih tanpa satu goresan.
Lalu pada suatu hari, mereka bertemu. Si pemuda tertawa terbahak-bahak dengan angkuh. Dia menepuk dadanya dan sesumbar mengatakan, "Hai, kakek yang malang, coba kau lihat hatiku! Tidak ada cacatnya, aku menjaga dengan baik benda berharga ini. Sedangkan milikmu... Astaga, kau pasti tidak bisa menjaganya dengan baik,"
Sang kakek yang sudah renta itu hanya tersenyum, tidak ada guratan marah di dalam matanya. Dia menatap hatinya yang penuh luka, sangat berbeda dengan milik sang pemuda. Lalu kakek itu berkata, "Wahai pemuda, kenapa kau sangat menjaga hatimu?"
Pemuda sombong itu mengangkat sebelah alisnya, "Tentu saja, karena hati adalah benda yang sangat berharga, seharusnya kau tahu itu," Si kakek menjawab, "Tentu saja aku tahu, wahai anak muda. Aku tahu bahwa hati adalah sesuatu yang berharga. Kenapa dia berharga? Karena selama hidup, kau harus membaginya dengan orang lain,"
Sang pemuda terdiam lama, suara sang kakek yang bijaksana membuatnya berniat untuk mendengarkan kalimat sang kakek hingga habis. "Kau boleh saja sangat menjaga hatimu, tetapi apakah kau bahagia hanya dengan memamerkannya dan tidak membaginya dengan orang lain? Wahai pemuda, aku membiarkan hatiku dilukai orang lain, termasuk wanita. Aku juga memberikan beberapa potong hatiku untuk orang lain, bahkan orang-orang yang tidak aku kenal, dan aku bahagia karenanya, karena hatiku bisa membahagiakan orang lain. Sekalipun hatiku penuh luka dan berlubang, itulah hati yang seharusnya kau bagi dengan orang lain,"
Sang pemuda akhirnya menyadari bahwa makna dari hati adalah untuk dibagikan dengan orang lain, sekalipun hatinya harus rusak dan berlubang. Akhirnya dia mencongkel sedikit bagian hatinya dan diberikan untuk sang kakek untuk menambal sedikit bagian yang berlubang. Sang kakek berterima kasih atas pemberian itu. Dan sang pemuda, sejak hari itu mulai membagi hatinya pada orang lain. Tidak hanya itu, ada beberapa orang yang menambal hatinya yang berlubang. Dia berbahagia karena hal itu.
Kerabat Imelda...Tidak selamanya Anda harus meratapi hati Anda yang terluka, patah, atau hancur. Percayalah, akan ada orang lain yang bisa menambal hati Anda. Berbahagialah karena Anda telah berani membagikan hati Anda pada orang lain.
SUMBER: kapanlagi.com
No comments:
Post a Comment